Friday 25 May 2012

SIANG DAN MALAM


oleh: KH.BACHTIAR  AHMAD
========================
“Siang dan malam” adalah dua dari sekian banyaknya tanda-tanda keberadaan; kebesaran dan kekuasaan Allahu ‘Azza Wa Jalla yang wajib dikaji dalam rangka menumbuhkan dan memantapkan keimanan pada-Nya sebagaimana yang tersirat dan tersurat dalam firman-Nya:

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (keberadaan dan kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang berakal.”  (Q.S. Ali ‘Imraan: 190).

Dan ayat 190 surah Ali ‘Imran inilah yang membuat Rasulullah SAW menangis di satu tengah malam, sesa’at setelah Allah mewahyukannya kepada beliau, sebagaimana yang diriwayatkan dari Aisyah r.a:

“Bahwa pada suatu malam, yakni pada malam aku mendapat giliran, beliau tidur berdampingan denganku. Lalu beliau bangun dan kaki beliau menyentuh kulitku, lalu beliau bersabda:  “Wahai  Aisyah,  izinkanlah  aku beribadah kepada Tuhan-ku.” Lalu aku berkata (jawab Aisyah): “Demi Allah, sesungguhnya aku merasa senang berada disampingmu, tetapi aku juga senang engkau beribadah kepada Tuhanmu.” Maka beliau pergi berwudhuk, dan tidak banyak air yang beliau gunakan; Lalu berdiri melaksanakan shalat dan menangis hingga jenggot beliau menjadi basah, lalu sujud dan menangis dan membasahi lantai, lalu berbaring dan beliau tetap menangis. Setelah itu Bilal datang untuk mengumandangkan azan shalat subuh. Bilal pun bertanya kepada Rasulullah, mengapa sebabnya beliau menangis, sedangkan Allah telah mengampuni dosa beliau yang lalu dan yang akan datang. Maka beliau (Rasulullah) menjawab: “Wahai Bilal, apakah yang dapat membendung tangisku padahal semalam Allah telah mewahyukan ayat Inna fi khalqis….(ayat 190 surah Ali ‘Imraan). Maka sungguh celaka siapa yang membacanya tapi tidak memikirkannya.” (Riwayat Ibnu Mardawaih)

Menyimak dan memperhatikan hadis di atas, maka boleh jadi  kita termasuk dalam kelompok orang yang celaka”  sebagaimana yang dikatakan beliau. Dan salah satu penyebab utama “kecelakaan” yang menimpa diri kita tesebut,  adalah lantaran kita selalu dan jarang menggunakan akal sehat yang kita miliki  untuk ingat dan bersyukur kepada Allah SWT. Sebab entah itu di waktu siang ataupu diwaktu malam, kita selalu sibuk dan disibukkan  dengan segala macam urusan  yang kita perbuat. Padahal menurut Allah SWT orang yang berakal sehat itu adalah orang-orang yang senantiasa mengngat Allah sebagaimana yang dinyatakan dalam ayat berikutnya:

“yaitu orang-orang yang senantiasa mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau berbaring; dan mereka meikirkan tentang penciptaan langit dan bumi seraya berkata:”Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”  (Q.S. Ali ‘Imraan: 191)

Hal lainnya yang mejadikan kita termasuk orang yang celaka” sebagaimana yang di-isyaratkan oleh Rasulullah SAW dalam hadis beliau di atas,  adalah lantaran kita sudah tidak lagi memanfaatkan waktu siang dan malam dengan utuh dan sempurna sebagaimana yang dinyatakan Allah SWT dengan firman-NYA:

“Dia-lah yang menjadikan malam bagi kamu supaya kamu dapat ber-istirahat padanya dan menjadikan siang terang benderang (supaya kamu dapt mencari karunia Allah). Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang mendengar.” (Q.S. Yunus: 67)

Akan tetapi pada kenyataannya banyak di antara kita yang sudah tak dapat membedakan; mana waktu siang dan mana waktu malamnya lantaran sibuk dengan urusan dunianya. Sehingga pada akhirnya siang dijadikan malam dan sebaliknya malam dijadikan siang.  Langsung tak langsung seperti kata orang, banyak yang berubah status dari manusia  menjadi kalong ataupun menjadi  burung hantu.

Soal mengadakan aktifitas dalam rangka mencari nafkah hidup di waktu malam memang tak ada larangannya. Akan tetapi haruslah dalam batas-batas yang dibolehkan agama; Baik jenis aktifitas maupun waktu yang digunakan. Sebab Allah SWT sudah tegas-tegas menyatakan untuk apa waktu siang dan waktu malam itu bagi kita, sebagaimana yang dijelaskan dalam firman-Nya yang telah disebutkan di atas.

Satu hal lagi yang paling perlu diingat adalah, bahwa waktu malam juga telah ditetapkan Allah  sebagai waktu yang paling baik untuk shalat; berzikir dan mendekat kepada-Nya, lantaran pada Allah tahu persis kesibukan-kesibukan yang kita lakukan pada siang hari:

“Hai orang yang berselimut // bangunlah (untuk shalat) di malam hari kecuali sedikit (daripadanya) // yaitu seperduanya (malam)atau kurangilah dari seperdua itu sedikit // atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al-Quran itu dengan perlahan-lahan //Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat //  Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk)dan bacaan di waktu itu lebih berkesan // Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang banyak.”   (Q.S. Al-Muzzammil: 1-7)

Bahkan Allah SWT akan memberikan balasan yang paling baik bagi orang-orang yang menggunakan waktu malamnya untuk “bertaqarrub” kepada-Nya:

“Dan pada sebahagian malam hari bertahajjudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu angkat mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.”  (Q.S. Al-Israa’: 79)

Sekarang ini yang lebih menyedihkan lagi adalah; Bahwa banyak diantara kita yang tidak hanya sekadar tak bisa lagi memposisikan mana waktu siang (waktu bekerja) dan waktu malam (istirahatnya). Akan tetapi telah menyalah gunakan waktu malamnya untuk bermaksiat kepada Allah SWT. Baik dengan  alasan mencari nafkah, maupun hanya sekadar untuk bersenang-senang melampiaskan kehendak nafsunya. Mereka benar-benar terjebak dan terperangkap dalam kejahatan malam sebagaimana yang telah diperingatkan Allah SWT dengan firman-NYA:

“Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh;  dari kejahatan makhluk-Nya;  dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita;  dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul; dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki.” (Q.S. Al-Falaq: 1-5)

Karenanya agar kita tidak termasuk dalam kelompok orang yang celaka, maka sudah seyogianyalah kita kembali memfungsikan waktu siang dan waktu malam sebagaimana yang telah ditentukan Allah. Atau kalaupun ada tugas-tugas hidup yang harus dan wajib dijalankan  pada waktu malam, maka hendaklah dilakukan dengan sebaik-baiknya dalam rangka mendapatkan rahmat dan ridho Allah SWT. Sebab bagaimanapun juga, tugas-tugas yang dijalankan tersebut, langsung ataupun tidak adalah merupakan salah satu amanah Allah kepada kita. Wallahua’lam.

Bagansiapiapi, 4  Rajab  1433 H  /  25 Mei 2012
KH.BACHTIAR  AHMAD

Wednesday 23 May 2012

Nasihat YAHYA bin MU’ADZ r.a


Bismillahirrohmaanirrohiim

Wahai anak Adam, mengapa engkau mengejar dunia dengan segala usaha dan pemaksaan, seolah-olah engkau memerlukan semuanya dan merasa hidupmu akan lama. Sementara engkau mengejar akhirat dengan keadaan berlambat-lambat dan biasa-biasa saja, seakan-akan engkau tidak membutuhkannya dan tidak akan pernah sampai kesana.

Wahai Anak Adam, sungguh Allah telah mencukupkan engkau dengan dunia, sekalipun engkau tidak mengejarnya sedemikian rupa. Sementara akhirat hanya bisa engkau peroleh  jika engkau  berusaha dan mengejarnya dengan sungguh-sungguh.

Wahai anak Adam, cobalah engkau renungkan hal ini, agar engkau bisa selamat dunia dan akhirat. Wallahua’lam.

Jakarta,  02 Rajab 1433 H / 23 Mei  2012
KH.BACHTIAR  AHMAD

Friday 18 May 2012

MENGHITUNG AMAL

oleh: KH.BACHTIAR AHMAD
========================

Kita mungkin pernah mendengar seseorang berkata, bahwa kalau melaksanakan amal ibadah  janganlah dihitung-hitung. Soal sedikit atau berapa banyak amaliah yang sudah kita kerjakan, biarlah Allah SWT yang  menghitung dan menilainya.

Kata guru saya, pendapat se,macam itu adalah keliru dan salah. Sebab dalam sebuah hadis ada disebutkan, bahwa untuk “dzikrullah” saja Rasulullah SAW menyuruh kita untuk “berhitung”  sebagaimana sabda beliau:

“Bacalah tasbih (Subhanallah; tahmid (Alhamdulillah) dan takbir (Allahu Akbar) tiap selesai shalat masing-masing 33x.”  (Muttafaq ‘alaihi dari Abu Hurairah r.a)

Bahkan Allah SWT dengan tegas telah memerintahkan kita  untuk  membuat  atau  menghitung-hitung  setiap gerak langkah dan perbuatan yang kita lakukan, sebagaimana yang tersurat dan tersirat dalam firman-NYA:

“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan hendak-lah setiap  diri memperhatikan apa yang telah diperbuanya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”  (Q.S.Al-Hasyr: 18) 

Oleh hal yang demikian inilah, maka dalam melakukan perbuatan baik atau mengerjakan amal shalih harus dibuat hitung-hitungannya, agar amal ibadah tersebut berdaya guna; tepat sasaran dan jauh dari kesia-sian yang pada akhirnya mendatangkan kemudharatan.  Dan inilah salah satu makna “muhasabah” yang selalu diucapkan oleh para ahli tasawuf. Bak kata Sayyidina Umar r.a: “hasiibu qobla anta hisaban” yang bermakna hitunglah atau hisablah dirimu lebih dulu sebelum dihisab (oleh Allah SWT).

Namun demikian kita tidak boleh salah memahaminya, sebab muhasabah atau menghitung amal  yang harus dilakukan tidaklah  berarti menghitung-hitung sudah berapa banyak amal baik yang kita lakukan. Hitungan itu hendaklah dilakukan pada kadar kualitas atau mutu dari amal perbuatan tersebut; Apakah sudah benar kita melakukannya; Apakah sudah sesuai dengan syarat dan rukun serta niat kita dalam beramal tersebut.  Dan tujuannya adalah agar kita tidak terjebak dalam kesia-siaan sebagaimana yang telah disampaikan di atas dan juga terhindar dari penyakit riya (beramal karena ingin dilihat dan dipuji oleh orang lain) dan ujub (merasa bangga pada diri sendiri dengan amal perbuatan yang telah dilakukan), yang kesemuanya itu dapat merusak dan menghancurkan amal ibadah seseorang.

“Syaikh Abdullah Al-Ghazali” menjelaskan, bahwa “menghitung amal” memang perlu dilakukan oleh setiap orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian. Sebab sampai saat ini  banyak di antara kita yang sudah merasa puas dengan amaliah yang dilakukan seperti; sholat; puasa dan kebajikan-kebajikan lain yang telah diperintahkan Allah SWT dan rasul-Nya. Baik ibadah yang diwajibkan maupun yang disunnahkan.  Padahal “ilmu” untuk mengerjakan kewajiban-kewajiban tersebut hanya diperoleh secara turun temurun dengan pola pendidikan dan pengajaran yang sederhana.  Bak kata orang “yang penting bisa sholat; bisa mengaji”  Sementara dengan sistim pengajaran yang demikian bisa jadi ada yang tetingal dan terlupakan, atau terkadang menjurus pada “kefanatikan” yang membabi buta. Sehingga beranggapan bahwa amal ibadahnya-lah yang baik dan benar, sedangkan yang dilakukan orang lain adalah sesuatu yang salah. Jadi agar amal ibadah yang kita perbuat bisa semakin ditingkatkan mutu atau kualitasnya, maka  perlulah kiranya kita menghitung-hitungnya dengan kajian yang lebih dalam dan akurat. Sebab apabila kita beramal tanpa berdasarkan ilmu pengetahuan yang benar, maka kita jelas telah mezalimi diri sendiri.

Patutlah dicatat dan kita pahami, bahwa dalam hukum (fiqih) Islam terdapat begitu banyak perbedaan, terutama dalam hal-hal yang bersifat sunnah, sehingga dalam hal ini tidaklah mustahil apa yang telah kita lakukan selama ini adalah salah, atau mungkin sesuatu yang berat untuk dikerjakan, sementara di sisi lain ada kemudahan-kemudahan dalam amal ibadah yang selama ini kita kerjakan.

Oleh sebab itu, bagi orang yang ingin meningkatkan kualitas amal ibadahnya, maka sudah selayaknyalah ia harus senantiasa “menghitung amal ibadahnya” dan terus menerus belajar agar nilai-nilai keimanan dan ketakwaannya semakin baik dan sempurna dalam pandangan Allah SWT. Wallahua’lam.

Bagansiapiapi,  26  Jumadil Akhir 1433 H /  18 Mei  2012
KH.BACHTIAR AHMAD.

Friday 11 May 2012

HASAD


oleh: KH.BACHTIAR AHMAD
========================

Salah satu penyakit hati yang sangat ganas, yang sangat dibenci oleh Allah dan rasul-Nya adalah “hasad”, yang secara umum maknanya adalah perasaan “dengki” yang tumbuh dan berada dalam diri dan jiwa seseorang. Dan oleh karena sangat dan berbahaya serta  ganasnya penyakit dengki inilah, Allah SWT telah memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk selalu memohon perlindungan sebagaimana yang tersirat dan tersurat dalam firman-Nya:


Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh; dari kejahatan makhluk-Nya; dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita; dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul; dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki.”  (Q.S.Al-Falaq: 1-4)

Dan oleh karena bahayanya itulah Rasulullah SAW mengingatkan “umat beliau” untuk tidak saling mendengki sebagaimana sabda beliau:

“Janganlah kalian saling mendengki, saling menfitnah (untuk suatu persaingan yang tidak sehat), saling membenci, saling memusuhi dan jangan pula saling menelikung transaksi orang lain. Jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara muslimnya yang lain, ia tidak menzaliminya, tidak mempermalukannya, tidak mendustakan-nya dan tidak pula melecehkannya. Takwa tempatnya adalah di sini (seraya Nabi SAW menunjuk ke dadanya tiga kali). Telah pantas seseorang disebut melakukan kejahatan, karena ia melecehkan saudara muslimnya. Setiap muslim atas sesama muslim yang lain adalah haram darahnya, hartanya dan kehormatannya.”  (HR. Muslim dari Abu Hurairah ra).

Akan tetapi sudah diperingatkan sedemikian rupa, penyakit iri dan dengki tersebut tetap saja mewabah di kalangan umat (Islam; khususnya di Indonesia) tak terkecuali apakah ia seorang politisi; pejabat negeri; ilmuwan bahkan tak sedikit pula tokoh-tokoh agama (para ulama) yang menampakkan prilaku buruknya  karena adanya iri dan dengki yang bersemayam di dalam dada mereka.
Secara umum dengki gejala utama penyakit dengki itu adalah, tumbuh dan adanya perasaan benci dan tidak senang terhadap orang lain yang memiliki kenikmatan atau keutamaan yang melebihi dirinya. Walaupun adakalanya ia sendiri memiliki kenikmatan atau kesenangan yang lebih banyak dari orang yang dibencinya itu. Bak kata orang sekarang, penyakit dengki itu sama dengan penmyaklit “SMS” yakni: “Susah  Melihat (orang)  Senang; Senang Melihat (orang) Susah.”  Salah satu gejala penyakit dengki yang dalam istilah agama  disebut dengan istilah “syamatah.

Dan penyakit  dengki itu semakin mewabah dan terlihat jelas  dalam dalam kehidupan dunia modern yang serba materialistis ini; Dimana semua keberhasilan dan pencapaian seseorang diukur dengan uang dan materi duniawi. Contohnya bisa kita saksikan dalam kehidupan sehari-hari, dimana sering kita lihat ada orang yang dengki kepada kawannya yang baru naik jabatan, dengki kepada tetangga yang baru saja beli mobil; dengki kepada saudara yang berhasil mendidik anak-anaknya; bahkan dengki kepada orang yang dianggapnya lebih alim dan ta’at dari dirinya.

Menurut keadaan yang ada para ulama membagi penyakit dengki tersebut secara bertingkat-tingkat:

Pertama, ada pendengki yang berusaha menghilangkan nikmat yang diperoleh orang yang didengkinya, dengan ucapan seperti fitnah dan perbuatan, meskipun dia tidak mengharapkan nikmat tersebut pindah kepada dirinya.

Kedua, ada pendengki yang selain berusaha menghilangkan nikmat dari orang yang didengkinya, ia juga berusaha memindahkan nikmat tersebut kepada dirinya.

Kedua macam dengki ini digolongkan kepada sifat  dengki yang sangat tercela dan dapat menyeret pelakunya kepada dosa besar.

Yang ketiga, iri hati atau dengki yang tidak menginginkan nikmat itu hilang dari kawannya, tetapi ia berusaha keras bagaimana mendapatkan nikmat semacam itu. Dalam hal ini ada pendapat yang mengatakan, bahwa jika nikmat itu bersifat duniawi, maka tidak ada kebaikannya sama sekali. Akan tetapi jika nikmat itu bersifat ukhrawi, maka ia adalah kebaikan. Dan inilah yang dinamakan ghibthah (keinginan yang mendorong seseorang untuk melaksanakan kebajikan-kebajikan akhirat).

Yang ke-empat, orang yang dengki atau iri hati pada orang lain. Akan tetapi kedengkiannya tidak dilanjutkannya kepada perbuatan atau perkataan, melainkan dipendamnya sendiri di dalam hatinya. Dan menurut Al-Hasan jenis dengki atau iri hati ini tidaklah berdosa. Sebab  ia merupakan lintasan hati yang berasal dari syaitan yang selalu menggoda manusia. Akan tetapi menurut beliau keadaan ini jauh jika dilawan dan dihilangkan. Sebab jika terus menerus dibiarkan dapat berubah kepada jenis penyakit hati yang lebih berbahaya.
Adapun penyebab utama timbulnya penyakit dengki dan iri hati di dalam diri manusia adalah karena kecintaan kepada dunia yang berlebih-lebihan. Dan biasanya tumbuh lantaran adanya satu keinginan atau satu tujuan terhadap sesuatu; Baik untuk dirinya sendiri maupun bagi orang yang didengkinya.  Pada akhirnya penyakit dengki yang tumbuh di dalam diri seseorang tersebut akan menyeretnya pula pada beberapa kondisi  atau penyakit jiwa yang sangat merusak diri, di antaranya ialah:

Pertama, akan timbul konflik; persaingan tidak sehat dan permusuhan, karena seseorang yang dijangkiti penyakit dengki akan selalu menganggap orang-orang yang melebihi dirinya adalah musuhnya.

Kedua, tumbuhnya perasaan ta'azzuz (merasa paling mulia). Ia keberatan bila ada orang lain melebihi dirinya. Ia takut bila koleganya mendapatkan kekuasaan, pengetahuan atau harta yang bisa mengungguli dirinya.

Ketiga, takabbur atau sombong. Ia memandang remeh orang lain dan karena itu dia ingin agar dipatuhi dan diikuti perintahnya. Ia takut bila orang lain memperoleh nikmat, berbalik dan tidak mau tunduk padanya.

Keempat, merasa ta'ajub dan heran terhadap kehebatan dirinya.

Kelima, takut mendapat saingan. Bila seseorang menginginkan atau mencintai sesuatu maka ia khawatir kalau mendapat saingan dari orang lain, sehingga tidak terkabullah apa yang ia inginkan. Karena itu, setiap kelebihan yang ada pada orang lain selalu ia tutup-tutupi.

Keenam, ambisius dalam hal kepemimpinan (hubbur riyasah). Hubbur riyasah dengan hubbul jah (senang pangkat-kedudukan) adalah saling berkaitan. Ia tidak menoleh terhadap kelemahan dirinya, seolah-olah dirinya tak ada tolok bandingnya.

Ketujuh, kikir dalam hal kebaikan terhadap sesama hamba Allah. Ia gembira jika disampaikan kabar padanya bahwa si fulan tidak berhasil dalam usahanya. Sebaliknya, ia merasa sedih jika diberitakan, si fulan telah berhasil mencapai kesuksesan dan kepangkatan yang dicarinya.

Selain hal-hal di atas, mungkin masih ada hal-hal lainnya yang sangat membahayakan diri dan jiwa seseorang. Akan tetapi paling tidak, inilah beberapa hal  yang paling banyak terjadi, jika seseorang dijangkiti penyakit dengki.
Sebagaimana yang telah disampaikan di awal tulisan ini, maka jelas Allah SWT dan rasul-Nya menyebutkan bahwa dengki adalah penyakit yang paling bahaya dalam kehidupan, yang dapat menggerogoti iman seseorang, yang pada akhirnya akan melemparkannya ke dalam “neraka jahannam”. Hal yang demikian ini dapat kita simak dari banyaknya penjelasan dan peringatan Allah SWT di dalam Al-Qur’an tentang penyakit “hasad atau dengki” tersebut.  Dan salah satu contoh yang paling utama adalah bagaimana kedengkian Iblis laknatullah kepada Adam alaihis-salam, sehingga pada akhirnya menjadikan Iblis laknatullah durhaka kepada Allah SWT; kasus putra-putranya Nabi Adam a.s (Habil dan Qabil) serta  kasus kedengkian saudara-saudaranya terhadap Nabi Yusuf a.s sebagaimana yang diterangkan Allah SWT dengan firman-Nya:

“Sesungguhnya ada beberapa tanda-tanda kekuasaan Allah pada kisah Yusuf dan saudara-saudaranya bagi orang yang beriman. // yaitu ketika mereka berkata: “Sesungguhnya yusuf dan saudara kandungnya lebih dicintai oleh ayah kita daripada kita sendiri, padahal kita ini adalah satu golongan yang kuat. Sesungguhnya ayah kita adalah dalam kekeliruan yang nyata. // Bunuhlah Yusuf atau buanglah ia ke daerah yang tqak dikenal, supaya perhatian ayahmu tertumpah kepadamu saja, dan sesudah itu hendaklah kamu menjadi orang-orang yang baik.”  (Q.S.Yusuf: 7-9)

Mudah-mudahan Allah menolong kita dengan hidayah dan inayah-Nya, sehingga kita tidak termasuk ke dalam golongan orang-orang yang memiliki penyakit iri dan dengki. Wallahua’mam.

Bagansiapiapi,  19  Jumadil  Akhir  1433  H. /  11   Mei   2012
KH.BACHTIAR  AHMAD

Tuesday 8 May 2012

HARGA SEGELAS AIR (3)


Suatu ketika salah seorang sahabat Rasulullah SAW merasa sangat kehausan. Tak lama kemudian datang seseorang menyuguhkan segelas air dan juga segelas madu kepadanya. Sahabat tersebut lalu memilih segelas air dan kemudian meminumnya. Namun baru saja ia mencicipi air tersebut, sahabat tersebut menangis sesunggukan dengan air mata yang bercucuran. Melihat keadaan itu salah seorang sahabat yang lain bertanya, mengapa ia menangis sehebat itu. Dan apakah ia menangis lantaran meminum air yang ada di dalam gelas tersebut.

Selang beberapa saat setelah sang sahabat berhasil mengatasi tangisnya, ia pun berkata:

“Benar, aku menangis lantaran meminum segelas air yang diberikan kepadaku tadi. Sebab aku teringat, bahwa pada suatu hari  ketika aku duduk di hadapan Rasulullah SAW dan tidak ada seseorangpun selain dari diriku. Sejenak kemudian tiba-tiba saja Rasulullah SAW mendorong dirinya sambil berkata: “Menjauhlah dari diriku”.  Aku merasa heran dan bertanya kepada beliau: “Wahai Rasulullah, kepada siapakah engkau bicara. Apakah aku harus menjauh dari dirimu ?”  Rasulullah SAW lalu bersabda: “ Bukan, aku bicara kepada dunia, ia baru saja datang kepadaku dan menceritakan tentang keistimewaan dan kegemerlapannya dan ia meminta agar aku mengambilnya; dan akupun mejawab agar ia menjauh dariku. Namun sebelum ia menjauh dariku, dunia itu berkata: “Hai Muhammad, jika engkau bisa selamat dariku, maka generasi yang datang setelahmu tidak akan bisa bebas dari perangkapku.”  Kemudian sang sahabat berkata kepada sahabat yang bertanya kepadanya: “Itulah sebabnya aku menangis, karena aku takut jangan-jangan air yang kuminum tadi adalah salah satu perangkap dunia bagi diriku. Sebab bagaimanapun juga, kelak segelas air  yang kuminum tadi akan diminta pertanggunganjawabnya dan ia akan mengeluarkan aku dari barisan Rasulullah SAW.”

Al-Muhasibi berkata: “Jika seorang sahabat menangis karena khawatir dunia akan memisahkannya dari Rasulullah SAW, padahal kadar  dunia itu hanya seharga segelas air yang halal. Lalu bagaimana dengan kita ?”  Wallahua’lam.

(Disarikan dan diedit dari “Hadis” yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi; Ibnu Abi ad-Dunya; Al-Bazzar dan Al-Hakim yang dinukil oleh Al-Harits Al-Muhasibi dalam Al-Washaya)

Bagansiapiapi, 16 Jumadil Akhir 1433 H / 8 Mei 2012
KH.BACHTIAR  AHMAD

Friday 4 May 2012

HARGA SEGELAS AIR (2)


HURMUZAN adalah salah seorang Panglima Perang Persia (sekarang IRAN) yang terkenal kekejamannya; lebih-lebih lagi terhadap kaum muslimin. Oleh sebab itulah Umar bin Khattab r.a yang pada waktu menjabat sebagai Khalifah memerintahkan pasukan kaum muslimin untuk memeranginya dan menangkap HURMUZAN hidup atau mati.

Setelah berhasil ditangkap oleh pasukan kaum muslimin, maka Hurmuzan diputuskan untuk dihukum mati. Dan pada sa’at akan dihukum  HURMUZAN  memohon kepada Khalifar Umar bin Khattab r.a seraya berkata:  “Wahai Umar, berilah aku segelas air sebelum aku menjalani hukuman mati yang telah dijatuhkan ke atas diriku.”

Umar bin Khattab lalu memenuhi permintaan Hurmuzan. Dan setelah segelas air itu sampai di tangannya, Hurmuzan lalu berkata lagi kepada sang Khalifah: “Wahai Umar, apakah aku akan memperoleh jaminan keamanan sampai air ini habis kuminum.”

Sebagai seoranng sahabat Nabi SAW yang bijak dan adil; Umar bin Khattab mengiyakan permintaan Hurmuzan. Akan tetapi begitu selesai pernyataan setuju sang Khalifah, maka dengan serta merta Hurmuzan menumpahkan   isi gelas atau air  yang ada di tangannya, seraya berkata:  “Wahai Umar, tepatilah janjimu dan berilah aku jaminan keamanan sebagaimana yang telah engkau janjikan.”

Para sahabat Umar yang melihat kejadian itu tentu saja marah bukan kepalang menyaksikan kelicikan Hurmuzan. Betapa tidak, sebab sampai kapanpun air yang sudah tumpah itu tak mungkin habis dan dapat diminum oleh Hurmuzan. Dan itu berarti ia selamanya akan mendapat jaminan keamanan dari Umar bin Khatab r.a. Dan jika tidak dicegah oleh  amirul mukminin yang mereka hormati, maka  mereka ingin sekali membunuh Hurmuzan saat itu juga. Dan Khalifah Umar bin Khattab lalu berkata kepada Hurmuzan:

“Bagaimanapun juga tindakan dan perbuatanmu, maka sebagai orang yang diamanahkan untuk memimpin kaum muslimin, maka engkau berhak atas jaminan keamanan yang telah aku janjikan.”

Selanjutnya kepada para sahabatnya; Umar lalu membacakan firman Allah SWT:

“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar; dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan. # Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al-Israa’ : 33-34)

Ternyata segelas air ditangan Hurmuzan harganya adalah senilai  dengan kehidupan dan keamanan dirinya. Sementara bagi “Amirul Mukminin” Umar bin Khattab, jauh lebih berharga lagi; sebab walaupun hanya dengan segelas air, beliau bisa menta’ati apa yang telah diperintahkan Tuhan-nya; Allah SWT. Dan bagi Umar bin Khattab; menta’ati apa yang telah diperintahkan Allah SWT, jauh lebih berharga daripada membalas kelicikan yang dilakukan Hurmuzan; sekalipun perbuatan Hurmuzan itu sangat menyakitkan hati para sahabatnya.

Setelah peristiwa itu Hurmuzan masuk Islam. Namun pada masa pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan; Hurmuzan mati dibunuh oleh putra Umar bin Khattab yang bernama Ubaidillah bin Umar; Lantaran Ubaidillah beranggapan bahwa Hurmuzan terlibat juga dalam peristiwa pembunuhan Sayyidina Umar yang dilakukan oleh ABU LULU’AH seorang budak asal Persia. Wallahua’lam.

(dikutip dan diedit dari KISAH-KISAH SUFISTIK)

Bagansiapiapi,  12 Jumadil Akhir 1433 H / 4 Mei  2012
KH. BACHTIAR AHMAD

Tuesday 1 May 2012

HARGA SEGELAS AIR (1)


oleh: KH.BACHTIAR AHMAD
========================
Suatu hari Khalifah Harun Al-Rasyid mengundang Syaikh Abu As-Sammak ke istana dan meminta ulama ternama tersebut menasihatinya. Ketika sang ulama akan memulai pembicaraannya, masuklah salah seorang pelayan istana menghidangkan dua gelas air minum untuk mereka berdua. Tatkala minuman sudah terhidang dan Khalifah bersiap ingin meminumnya, berkatalah Abu Sammak: “Tunggu sebentar wahai khalifah. Demi Allah, aku ingin tuan menjawab pertanyaan yang kuajukan dengan sejujur-jujurnya.”

Mendengar perkataan sang ulama tersebut, Khalifah Harun Al-Rasyid menunda keinginannya untuk minum dan berkata kepada Abu Sammak: “Apakah yang ingin tuan tanyakan hai Abu?”

“Wahai khalifah, seandainya anda haus, tapi segelas air yang sudah berada ditangan anda itu, tak bisa anda minum dengan begitu saja. Kira-kira berapakah harga yang ingin anda bayarkan, agar air itu bisa anda minum?”, tanya Abu Sammak kepada Harun Al-Rasyid.

Khalifah pun menjawab: “Wahai tuan guru, kalau keadaannya sudah sedemikian berat dan pentingnya, maka aku sanggup membayarnya dengan setengah dari kerajaan dan kekuasaan yang kumiliki.”

Lalu Abu Sammak bertanya lagi: “Selanjutnya setelah air yang anda minum tersebut masuk kedalam tubuh anda, tapi ia tak lagi bisa dikeluarkan dan pada akhirnya akan mengganggu kesehatan anda, bahkan dapat mendatangkan kematian; berapakah harga yang sanggup anda bayar, agar air tersebut bisa dikeluarkan ?”

Sang Khalifah kemvbali menjawab: “Wahai Abu Sammak, jika hal itu terjadi, maka aku akan bayar dengan setengah  dari kerajaan dan kekuasaan yang masih kumiliki.”

Mendengar jawaban itu, sang ulama yang bijak itu lalu berkata kepada Harun Al-Rasyid: “Wahai khalifah, kalau sudah demikian keadaannya, tentulah seluruh kekayaan dan kekuasaan harganya tidaklah lebih besar dari  harga dari segelas air; maka sesungguhnya tak ada yang lebih berharga di sisi Allah selain dari keimanan dan ketakwaan yang kita miliki.”

Harun Al-Rasyid, sang Khalifah yang kekuasaannya meliputi beberapa Negara yang amat luas, serta memiliki kekayaan yang tak ternilai banyaknya itu, hanya mengangguk penuh arti membenarkan pelajaran yang diterimanya hari itu.
Wallahua’lam 

(dikutip dan diedit dari KISAH-KISAH SUFISTIK)

Bagansiapiapi, 9 Jumadil Akhir 1433 H /  1  Mei 2012
KH. BACHTIAR AHMAD

Sekapur Sirih

Bagi yang berminat dengan tulisan yang ada, silahkan dicopy agar dapat berbagi dengan yang lain sebagai salah satu upaya kita untuk menunaikan “amar ma’ruf nahi munkar” yang diperintahkan Allah SWT.