Friday 29 March 2013

NASIHAT GURUKU: (14)



(Tentang pertolongan Allah)
oleh: KH.BACHTIAR AHMAD
=======================
Anakku, setiap hari sekurang-kurangnya tujuhbelas kali dalam sehari semalam kita membuat pernyataan, bahwa hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dengan melafazkan firman-Nya: “Hanya kepada Engkau-lah kami menyembah dan hanya kepada Engkau-lah kami mohon pertolongan.” (Q.S. Al-Fatihah: 5)

Sekarang masalahnya adalah, pertolongan macam apa dan yang paling  utama yang kita harapkan dari Allah Ta’ala ?

Anakku, adapun makna hakiki pertolongan yang paling utama yang harus engkau mohonkan kepada Allah adalah pertolongan-Nya di Hari Kiamat nanti. Sebab pada hari itu tidak akan engkau dapatkan pertolongan dari siapapun jua, selain dari pertolongan Allah Ta’ala sebagaimana yang telah diterangkan di dalam Kitab-Nya:  “Dan jagalah dirimu; (dari azab hari kiamat; yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikit pun; dan (begitu pula) tidak diterima syafa`at dan tebusan daripadanya, dan tidaklah mereka akan ditolong.” (Q.S. Al-Baqarah: 48). Dan hal ini juga dipertegas Allah dengan firman-Nya: “Di sana (di Hari Kiamat nanti) pertolongan itu hanya dari Allah Yang Hak. Dia adalah sebaik-baik Pemberi pahala dan sebaik-baik Pemberi balasan.” (Q.S. Al-Kahfi: 44)

Anakku, jika di dunia ini seorang ayah atau ibu dapat membela dan menolong anaknya; dan atau sebaliknya anak dapat menolong kedua orang tuanya; maka pada hari itu nanti tidak akan ada yang dapat menolong seseorang dari ancaman azab Allah. Karena pada hari itu semuanya sibuk dengan urusan sendiri-sendiri dan mereka sudah tidak ada lagi kesempatan memikirkan orang lain. Untuk hal inilah Allah SWT berfirman:  “Dan apabila datang suara yang memekakkan (tiupan sangkakala yang kedua);  pada hari (itu) manusia lari dari saudaranya; dari ibu dan bapaknya; dari istri dan anak-anaknya; Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya.” (Q.S. Abasa: 33-37)

Keadaan ini juga di-isyaratkan Allah dengan firman-Nya: “Yaitu (pada) hari yang seorang karib tidak dapat memberi manfaat kepada karibnya sedikitpun, dan mereka tidak akan mendapat pertolongan.”  (Q.S. Ad-Dukhan: 41)

Anakku, adapun diantara tata cara memohon pertolongan Allah yang sangat diutamakan untuk dilaksanakan adalah dengan bersabar dan sholat yang khusyu’ sebagaimana perintah-Nya: “Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.// (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” (Q.S. Al-Baqarah: 45-46)

Anakku, sholat yang khusyu’ itu memanglah sangat tidak mudah karena hal itu merupakan paduan sikap lahiriah dan bathiniah, yakni kehadiran hati di hadapan Allah pada saat engkau berdiri sholat. Namun demikian jika hal itu belum dapat engkau lakukan dengan sepenuhnya, maka jaga dan peliharalah sikap lahiriahmu, nmudah-mudahan dengan memelihara yang lahiriah, Allah akan menuntun dan mempermudahmu dalam hal bathiniah.

Anakku, di antara sikap lahiriah yang perlu engkau jaga dan pelihara untuk meraih kekhusyukan  sholat adalah; sholat dengan thuma’ninah sebagaimana yang telah diajarkan dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW; menjaga waktu sholat agar dapat mengerjakan sholat di awal waktu dan suka berjama’ah; gemar bertahajjud dan mengerjakan sholat-sholat sunat lainnya sebagaimana yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW.

Anakku, adapun tentang kesabaran yang dimaksudkan Allah di dalam firman-Nya itu ialah; Bahwa kesabaran itu tidaklah hanya dalam musibah dan kesulitan hidup yang diujikan Allah kepadamu; tapi yang lebih utama lagi adalah bagaimana engkau memanfaatkan rezeki dan nikmat hidup yang dikaruniakan Allah dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan akhiratmu, serta dalam berbagai hal yang berkaitan dengan pelaksanaan amar ma’ruf nahi mungkar untuk menegakkan dan menolong agama Allah yang hak lagi benar sebagaimana yang tercakup dalam perintah-Nya:  “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.  Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (Q.S. Al-Maa-idah: 2)

Anakku, jika engkau benar-benar menolong agama Allah, maka pastilah Allah akan menolongmu sebagaimana janji-Nya: “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu (dunia dan akhirat).” (Q.S. Muhammad: 7)

Mudah-mudahan nasihatku yang ringkas ini dapat engkau pahami dan diamalkan dengan hati yang lapang di sepanjang hidupmu. Wallahua’lam

(dinukil dan diedit dari HALAQAT AS-SALIKIN karangan SYAIKH ABDULLAH FATHURRAHMAN )

Bagansiapiapi, 17 Jumadil Awal 1434 H / 29 Maret  2013
KH. BACHTIAR AHMAD

Friday 22 March 2013

NASIHAT GURUKU: (13)



(Tentang keutamaan berpikir)
oleh: KH.BACHTIAR AHMAD
=======================
Anakku, satu hal yang selalu dianggap sepele dan sederhana oleh seseorang adalah berpikir dan memikirkan kedaan dirinya dansegala sesuatu yang telah Allah ciptakan di alam semesta ini.  Padahal di dalam Kitab-Nya yang mulia, Allah berulang kali memerintahkan hal itu;  terutama dalam rangka meningkatkan keimanan dan keyakinan mereka kepada Allah Ta’ala sebagaimana yang tersirat dan tersurat dalam firman-Nya:

“Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka?; Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya.” (Q.S. Ar-Ruum: 8)

Bahkan dalam firman-Nya yang lain Allah dengan tegas telah menyebutkan, bahwa sesungguhnya orang yang berakal  itu hanyalah  orang-orang yang mau berpikir tentang “penciptaan” yang telah dilakukan Allah:

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal; // (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (Q.S. Ali ‘Imraan: 190-191)

Oleh sebab itu pulalah dalam sebuah hadis beliau, menanggapi firman Allah di atas Rasulullah SAW bersabda: “Celakalah orang yang membacanya tetapi tidak mau berpikir tentangnya.” (H.R.Muslim dari Abu Hurairah r.a)

Anakku, menggunakan akal pikiran sebagaimana yang diperintakan Allah Ta’ala tersebut adalah merupakan salah satu hal yang sangat diutamakan oleh ulama-ulama terdahulu. Dan ini tercermin dari ucapan-ucapan mereka yang di antaranya sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Hasan r.a: “Berpikir sesaat itu lebih baik daripada shalat sepanjang malam.” Sedangkan Ibrahim bin Adham r.a berkata: “Berpikir adalah sumsum ibadah.” Dan Sufyan bin Uyainah menyatakan, bahwa apabila seseorang mempunyai pikiran yang terasah maka dalam segala hal dia pasti dapat mengambil pelajaran. Bahkan sebagaimana yang diriwayatkan melalui Ibnu Abbas, Rasulullah SAW bersabda:  “Bahwa dua rakaat (sholat sunat) yang sengaja diarahkan untuk berpikir itu, lebih baik daripada mengerjakan shalat semalam suntuk tetapi tanpa menghadirkan hati.”

Oleh sebab itu anakku, di antara waktu luangmu beribadah kepada Allah, luangkanlah waktumu untuk berpikir sebagaimana yang dikehendaki Allah; terutama berpikir tentang kejadian dirimu; dari sesuatu yang tidak ada menjadi ada sebagaimana firman-Nya: “Dan tidakkah manusia itu memikirkan bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakannya dahulu, sedang ia tidak ada sama sekali ?” (Q.S. Maryam: 67)

Pikirkan juga untuk apa engkau diciptakan; untuk apa engkau diberi kehidupan dan bagaimana pula kesudahan dirimu.

Anakku, janganlah terlalu banyak memikirkan duniamu yang sesa’at ini, sebab yang demikian itu akan menghalangi pandanganmu pada akhirat yang kekal.

Mudah-mudahan nasihatku ini dapat engkau pahami dan diamalkan dengan hati yang lapang di sepanjang hidupmu. Wallahua’lam

(dinukil dan diedit dari HALAQAT AS-SALIKIN karangan SYAIKH ABDULLAH FATHURRAHMAN )

Bagansiapiapi, 10 Jumadil Awal 1434 H / 22 Maret  2013
KH. BACHTIAR AHMAD

Friday 15 March 2013

ALLAH LEBIH TINGGI KEDUDUKANNYA



oleh: KH.Bachtiar Ahmad
=====================
SYURAIH BIN AL HARITS adalah seorang tabi’in yang telah ditunjuk sebagai hakim. Suatu hari salah seorang putranya mengadukan, bahwa dirinya punya masalah dengan orang lain dan sangat berharap sang ayah akan memberikan pembelaan kepada dirinya. Dan setelah mendengar pengaduan anaknya, “Syuraih” berkata kepada anaknya: “Pergilah engkau ke pengadilan, adukanlah masalahmu dan tuntutlah mereka.”  Namun ketika masalah itu disidangkan, ternyata “Syuraih” malah menyatakan putranya yang bersalah dan memerintahkan sang anak untuk berdamai dan mengembalikan hak orang yang digugatnya.

Usai persidangan itu sang anak berkata kepada ayahnya: “Wahai ayahanda, sebenarnya saya sungguh berharap engkau membela dan memenangkan perkara itu untukku, karena aku adalah putramu.” Dan demi mendengar pernyataan anaknya itu, Syuraih bin Al-Harits pun berkata: “Anakku, demi Allah, engkau adalah anakku yang paling aku cintai dari dunia seisinya, akan tetapi Allah lebih tinggi kedudukannya dibandingkan diriku dan Dia-lah yang telah memberi amanah jabatan ini kepadaku. Dan pada kenyataannya dalam persoalan itu memang engkau yang bersalah; bukan mereka. Oleh sebab itulah  engkau tak mungkin keblea dan mengabaikan apa-apa yang telah diamanahkan Allah.” Setelah itu Syuraih lalu membaca firman Allah SWT:

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”  (Q.S. An-Nisaa’: 58)

Mendengar itu sang putra lalu memeluk ayahnya dan meminta maaf atas segala kekeliruannya. Wallahua’lam.

(dinukil dan diedit dari Risalah Shufiyyah)

Bagansiapiapi, 3 Jumadil Awal 1434 H / 15 Maret 2013.
KH.BACHTIAR AHMAD

Friday 8 March 2013

SYAFA'AT



oleh: KH.BACHTIAR AHMAD
========================
Hampir setiap saat kita mendengar ajakan untuk selalu bershalawat dan salam kepada  Rasulullah SAW, agar kiranya kelak di kemudian hari (di akhirat) kita memperoleh syafa’at beliau sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadis:

“Orang yang lebih berhak mendapat syafa’atku pada hari kiamat ialah orang yang lebih banyak shalawatnya kepadaku.” (HR. Imam Ahmad dari Ibnu Mas’ud r.a)

“Syafa’at” menurut bahasa maknanya adalah “pertolongan” atau “bantuan”, yang dalam  terminologi sosial artinya adalah: Bantuan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain yang mengharapkan pertolongannya; atau satu usaha yang diberikan kepada  orang lain dalam rangka  mengelakkan mereka dari suatu mudharat (bahaya) yang mengancam mereka. Sedangkan dalam pemahaman agama; syafaat itu pada hakikatnya adalah pertolongan yang diberikan Allah kepada hamba-hamba-Nya sebagaimana firman-Nya:

“Katakanlah (hai Muhammad), hanya kepunyaan Allah sajalah syafaat itu semuanya. Kepunyaan-Nya lah kerajaan langit dan bumi. Kemudian kepada-Nya lah kamu (semua) dikembalikan.” (Q.S.Az-Zumar : 44)

Hanya saja dengan segala kemurahan-Nya, di Hari Kiamat nanti Allah memberikan wewenang kepada  Rasulullah SAW  kepada umat beliau sebagaimana yang disebutkan dalam  firman-Nya:
               
“Pada hari itu tidak berguna syfaat kecuali syafaat orang-orang yang telah diberi izin oleh Allah Yang Maha Pemurah dan Allah telah meridhoi perkataannya.”  (Q.S.Tha-haa: 109)

Mengenai ayat 109 surah Tha-haa di atas, dalam kitab beliau yang berjudul “As-Syifaa Bi Ta’riifi Huquuqil Mushthafaa”; berdasarkan sebuah riwayat yang bersumber dari Abu Hurairah r.a; Syaikhul Islam “Al-Qadhi Iyadh” menerangkan; Bahwa pada Hari Kiamat nanti banyak orang yang mencari pertolongan atau “syafaat” dari kesulitan yang mereka hadapi, lalu mereka berduyun-duyun datang meminta tolong kepada Adam a.s; ternyata Adam a.s tak punya wewenang untuk memberikan syafa’at dan menyuruh mereka kepada Nuh a.s; ternyata Nuh a.s menyuruh mereka kepada Ibrahim a.s yang berlanjut kepada Musa a.s dan Isa a.s yang pada akhirnya syafa’at tersebut baru mereka peroleh dari Muhammad Rasulullah SAW.

Patut diketahui bahwa “syafa’at Rasulullah SAW” tidak hanya diberikan kepada orang yang senantiasa bershalawat kepada beliau, tapi juga akan diberikan kepada kelompok-kelompok lainnya sebagaimana yang disebutkan dalam beberapa hadis: “Orang yang ikhlas dalam melafazkan dan melaksanakan kalimat Tauhid;  Orang yang berdo’a sesudah azan atau yang mendengar azan; Orang yang berziarah kepada (makam) beliau; Orang yang diwafatkan Allah di Madinah; Orang yang memperbanyak sujudnya dengan melaksanakan shalat-shalat sunat dan lain-lainnya.

Namun demikian seperti yang diterangkan oleh Syaikh Abdullah Al-Ghazali, bahwa syafa’at itu tidaklah diberikan kepada orang yang benar-benar bertakwa, melainkan hanya diberikan kepada orang-orang beriman yang masih memiliki kesalahan dan dosa yang amal kebajikan mereka tidak mencukupi untuk mendapatkan ampunan Allah SWT. Dan keadaan yang demikian inilah yang disebutkan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah hadis:

“Aku telah diberi pilihan antara separuh umatku dimasukkan surga atau memberikan syafa’at, maka akupun lebih memilih untuk bisa memberikan syafa’at. Sebab hal itu lebih bersifat umum; Apakah kamu mengira syafa’at itu diberikan untuk orang-orang yang bertakwa . Bukan, karena sesungguhnya syafa’at itu hanyalah untuk orang-orang yang berdosa lagi bersalah.” (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi dari Abu Musa r.a)

Adapun bagi orang yang benar-benar  bertakwa  sebagaimana   dikatakan oleh  Syaikh Abdullah Al-Ghazali; mereka akan dimasukkan ke dalam golongan hamba Allah yang di-izinkan untuk memberikan syafa’at kepada yang lainnya sebagaimana yang tersirat dan tersurat dalam ayat 109 surah Tha-ha di atas. Hal ini dijelaskan oleh Rasulullah SAW melalui hadis beliau:

“Dimasukkan ke dalam surga berkat syafaat seorang laki-laki dari kalangan umatku, yang pahalanya melebihi Bani Tamim.” (HR. At-Tirmidzi, Al-Hakim dari Abdullah bin Abil Jad’a  r.a)

Selain itu  Rasulullah SAW juga menyebutkan bahwa orang mati syahid juga dapat memberikan syafa’at:

“Rasulullah SAW bersabda: “Seseorang yang syahid dapat memberikan syafaat kepada 70 orang ahli baitnya.”  (HR. Abu Dawud dari Abud Darda r.a)

Mudah-mudahan dengan amal kebajikan yang kita lakukan; kita dapat menjadi hamba-hamba Allah yang mendapat izin untuk memberikan syafa’at kepada yang lainnya. Jikapun tidak; semoga kita semua termasuk ke dalam golongan umat Muhammad SAW yang akan mendapat syafa’at beliau kelak. Wallahua’lam

Bagansiapiapi, 25 Rabiul Akhir 1434 H / 8 Maret 2013
KH.BACHTIAR AHMAD

Friday 1 March 2013

MENGOBATI HATI YANG RESAH



oleh: KH.BACHTIAR AHMAD
========================
Bagaimanapun juga Rasulullah SAW adalah seorang manusia, yang dengan keadaan itu boleh jadi beliau juga memiliki problematika yang sama dengan yang lainnya dalam menghadapi cobaan dan tantangan kehidupan yang diujikan Allah kepada beliau. Hanya saja dalam kedudukan beliau yang mulia sebagai Rasul dan Nabi, Allah menolong beliau untuk mengatasi berbagai persoalan kehidupan tersebut dengan petunjuk yang langsung diwahyukan Allah kepada beliau. Namun demikian walaupun pada hakikatnya petunjuk dan pertolongan tersebut diberikan Allah kepada Nabi dan Rasul-Nya, sebenarnya petunjuk dan pertolongan tersebut juga ditujukan kepada orang-orang yang beriman untuk dapat dimanfaatkan dalam persoalan-persoalan hidup yang mereka hadapi.

Di antara  petunjuk dan pertolongan yang diberikan Allah kepada Rasulullah SAW, adalah dalam hal mengobati keresahan dan kegelisahan hati beliau tatkala berhadapan dengan  orang-orang kafir pada saat mendakwahkan risalah agama yang beliau terima dari Allah SWT.  Tentang hal ini Allah SWT berfirman:

“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu hai Muhammad) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. //  Sesungguhnya Kami memelihara kamu daripada (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olokkan (kamu); // (yaitu orang-orang yang menganggap adanya Tuhan yang lain di samping Allah; maka mereka kelak akan mengetahui (akibat-akibatnya). //  Dan Kami sungguh-sungguh mengetahui, bahwa dadamu menjadi sempit disebabkan apa yang mereka ucapkan; // maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud (shalat); // dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).” (Q.S. Al-Hijr: 94-98)

Secara ringkas dapat kita simpulkan, bahwa melalui firman Allah SWT di atas; maka untuk mengobati rasa resah dan gelisah yang membuat sesak dan sempitnya dada beliau dalam menghadapi tantangan dakwah yang beliau sampaikan, maka Allah memerintahkan kepada Rasulullah SAW untuk senantiasa “bertasbih dan mendirikan shalat (baik yang wajib maupun yang sunnah)” sampai akhir hayatnya.

Dalam ruang yang terbatas  ini  kita tidak akan membahas secara panjang lebar tentang “bertasbih dan shalat” secara panjang lebar. Akan tetapi tentunya kita telah mengetahui, bahwa “keduanya” saling berkaitan, artinya adalah: Bahwa untuk menjabarkan apa yang diperintahkan Allah dalam ayat 94-98 surah Al-Hijr di atas, dalam salah satu hadis beliau Rasulullah SAW menganjurkan kepada kita untuk senantiasa bertasbih kepada Allah tiap-tiap kita selesai shalat, yakni “bertasbih; bertahmid dan bertakbir” (membaca “Subhanallah; Alhamdulillah; Allahu Akbar” masing-masing 33 kali). Sementara perintah shalat itu memang adalah sesuatu yang wajib untuk dilaksanakan oleh semua orang yang beriman yang tidak memiliki uzur sampai akhir hayatnya.

Jadi dengan memperhatikan kondisi yang demikian ini, jika kita memang menghendaki hidup yang tenang;  terjauh dari perasaan resah dan gelisah lantaran adanya problematika hidup yang sedang dijalani, maka sudah selayaknyalah kita senantiasa mendawamkan atau mengamalkan petunjuk  yang telah diwahyukan Allah kepada Rasulullah SAW tersebut. Apalagi sebagai mana yang dinyatakan Allah dalam firman-Nya yang lain, bahwa jika kita senantiasa “mengingat Allah”, hati akan senantiasa menjadi tenang dan tenteram dalam menjalani kehidupan ini:

“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (Q.S. Ar-Ra’d: 28)

Wallahua’lam

Bagansiapiapi, 18 Rabiul Akhir 1434 H / 1 Maret 2013.
KH.BACHTIAR AHMAD

Sekapur Sirih

Bagi yang berminat dengan tulisan yang ada, silahkan dicopy agar dapat berbagi dengan yang lain sebagai salah satu upaya kita untuk menunaikan “amar ma’ruf nahi munkar” yang diperintahkan Allah SWT.