oleh:
KH.Bachtiar Ahmad.
=====================
“Bahwa ketika perang Uhud
meletus, Hanzhalah baru saja menikah dan menikmati malam pertamanya. Dan pagi
harinya ketika ia mendengar seruan untuk berangkat ke medan perang, ia segera
menyambutnya dan serta merta bergabung dengan pasukan yang sedang berjalan ke
Uhud. Padahal ia belum sempat mandi junub. Hal ini terjadi lantaran cinta
Hanzhalah kepada Allah dan Rasulullah SAW, sehingga dirinya sedikitpun tak
ingin kehilangan kesempatan untuk tetap bersama-sama
dengan Rasulullah SAW dan para sahabat
yang lain untuk membela agama Allah.
Selanjutnya atas kehendak
Allah, Hanzalah gugur sebagai syuhada Uhud, dan tentu saja apa yang dialaminya
menjadi bahan perbincangan. Lalu keadaan ini disampaikan kepada Rasulullah SAW,
bahwa Hanzhalah gugur dalam keadaan junub. Rasulullah SAW kemudian bersabda: “Sesungguhnya
sahabat kalian (Hanzhalah) dimandikan oleh para malaikat……”.
Dari riwayat yang lain Syaikhul
Islam Muhammad ibnul Qayyim al-Jauziyah rahimahumullah menukilkan pula kisah
Abu Khaitsamah r.a dalam Zadul Ma’ad
sebagai berikut:
“Suatu ketika di sa’at cuaca
sedang terik-teriknya Abu Khaitsamah duduk berasyik-asyikan dengan
istri-istrinya (Abu Khaitsamah memiliki 2 orang isteri). Dan lantaran pengaruh
nafsu yang memang lebih cenderung kepada kesenangan duniawi, Abu Khaitsamah
terlalai; sehingga ketinggalan dari rombongan pasukan Rasulullah SAW yang
sedang bergerak menuju medan perang Tabuk. Akan tetapi beberapa saat kemudian
ketika Abu Khaitsamah melihat air dan makanan yang terhidang di hadapannya;
ia pun tersentak dan serta merta kepada
istri-istrinya:
“Wahai istriku
sayang, haruskah aku begini, bergelimang kenikmatan dan kemewahan, sementara
Rasulullah SAW dan para sahabat berada di bawah sengatan teriknya matahari dan
tiupan angin padang pasir?. Demi Allah, tidak demikian. Aku tidak akan
mendekati kalian barang seorangpun walau hanya sesaat, dan tak akan kunikmati air dan makanan yang
kalian hidangkan, sampai aku bisa menyusul dan bersama-sama dengan Rasulullah.”
Usai menyatakan hal itu Abu
Khaitsamah lalu bangkit, mengambil kuda dan peralatan perangnya dan segera menyusul Rasulullah SAW dan para
sahabat yang sedang menuju medan perang Tabuk.
Sa’at Abu Khaitsamah memacu
kudanya dengan kencang, Rasulullah SAW melihat debu mengepul ke udara dan beliaupun
segera tahu bahwa yang sedang berpacu ke arah beliau adalah Abu Khaitsamah,
seorang sahabat dan mukmin sejati yang tak mungkin meninggalkan jihadnya untuk
Allah dan Rasul-Nya. Melihat itu Rasulullah SAW pun bersabda kepada para
sahabat: “Jadilah kalian dan berjihadlah seperti Abu Khaitsamah.”
Dua nukilan riwayat di atas
adalah gambaran “cinta yang sangat luar
biasa” yang ditunjukkan oleh
hamba-hamba terpilih dalam rangka mencintai dan menta’ati Allah dan Rasul-Nya
sebagaimana yang diperintahkan Al-Qur’an:
“Hai orang-orang yang beriman,
taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling dari pada-Nya,
dan kamu dengarkanlah (perintah-perintah-Nya).” (Q.S. Al-Anfal: 20)
Cinta mereka “bukan cinta biasa” sebagaimana yang
kita rasakan antara sesama. Dan itulah hakikat cinta yang sesungguhnya bagi
orang-orang mengaku beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Pertanyaannya
adalah; Apakah cinta kita kepada Allah SWT dan Rasul-NYA bisa menyamai cinta
yang dimiliki oleh Hanzalah dan Abu Khaitsamah r.a ? Wallahua’lam.
Bagansiapiapi, 17 Ramadhan
1434 H / 26 Juli 2013
KH.Bachtiar Ahmad.