Friday 27 December 2013

NASIHAT GURUKU (18): (Tentang Dunia 2)



oleh: KH.BACHTIAR AHMAD
=======================


Anakku, sebagaimana yang telah pernah kusampaikan kepadamu; bahwa tiadalah Allah Ta’ala melarang kita untuk mendapatkan dunia dan kenikmatan yang telah disediakan-NYA di alam dunia itu. Akan tetapi walau bagaimanapun Allah senantiasa mengingatkan, bahwa kebahagiaan dan kenikmatan akhirat itu jualah yang lebih baik dan lebih utama sebagaimana yang dinyatakan Allah dalam Kitab-Nya:

“Allah meluaskan rezeki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit).” (Q.S.Ar-Ra’d: 26)

Anakku, perlu engkau ketahui bahwa pada hakikatnya hanya orang-orang kafirlah yang memandang kebahagiaan dan kenikmatan dunia ini sebagaimana yang diperingatkan Allah dengan Firman-Nya:

“Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka di hari kiamat. Dan Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas.” (Q.S. Al-Baqarah: 212)

Oleh sebab itu, janganlah engkau terlalu berlebih-lebihan dalam mencintai dan mendapatkan dunia dengan segala cara sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang kafir. Sebab jika yang demikian itu engkau lakukan, maka bisa jadi engkau akan dimasukkan Allah ke dalam golongan orang-orang kafir; walaupun pada lahiriahnya engkau adalah seorang muslim. Na’udzubillahi min dzalik !
                                                        
Semoga nasihatku ini bermanfaat untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaanmu kepada Allah Ta’ala.

Jakarta, 22 Safar 1435 H / 27 Desember 2013
KH. Bachtiar Ahmad.

Friday 20 December 2013

MENGAPA MEREKA BEGITU MENCINTAI ALLAH



oleh: KH.Bachtiar Ahmad.
=====================


Tak dapat disangkal lagi, bahwa dalam soal “mencintai” Allah dan Rasulullah SAW, maka sebagai orang yang beriman tentu kita bisa “iri hati” dengan kecintaan dan keta’atan yang dimilki oleh “para sahabat” Rasulullah SAW. Sebab tidak hanya sekadar harta yang mereka korbankan, melainkan “nyawa” juga dipertaruhkan sebagai “salah satu” bukti kecintaan dan keta’atan mereka sebagaimana banyak yang ditulis da dinukil dalam riwayat dan sejarah perjuangannya Rasulullah SAW.

Lalu apa faktor utama yang memotivasi dan menyebabkan cinta mereka tumbuh sedemikian besar dan hebatnya ? Inilah yang harus kita teliti dan pahami, agar sekalipun kita tidak bisa menyamai dan memiliki cintai seperti mereka; Akan tetapi paling tidak, in syaa’ Allah  bisa meningkatkan kadar dan kualitas cinta kita kepada Allah dan Rasulullah SAW lebih baik dari apa yang kita miliki dan rasakan saat ini.

Dalam hal ini, mengutip beberapa pendapat ulama terdahulu; maka ada beberapa faktor yang menyebabkan tumbuhnya cinta yang demikian itu, antara lain:

Pertama: Mereka adalah orang-orang yang teguh dengan keyakinannya; begitu mereka beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, maka mereka tidak lagi mencampur adukkannya dengan kemusyrikan (baik nyata ataupun tidak), sehingga Allah pun makin meneguhkan keimanan mereka sebagaimana yang dijelaskan oleh Al-Qur’an:

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kelaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. Al-An’aam: 82)

“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang lalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (Q.S.Ibrahim: 27)

Kedua: para sahabat dan orang beriman terdahulu tak ingin tempat mereka di sisi Allah digantikan oleh orang lain sebagaimana yang tersirat dalam firman Allah:

“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai Allah, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, yang diberikan-Nya kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Al-Maa-idah: 54)

Ketiga: Mereka tahu semuanya menyadari bahwa, cinta dan keta’atan yang mereka berikan kepada Allah adalah tidak sebanding dengan cinta dan kasih sayang yang diberikan Allah kepada mereka. Dengan kata lain, cinta dan kasih sayang Allah kepada kita jauh lebih besar dari cinta dan keta’atan yang kita berikan kepada Allah. Sebab betapapun durhakanya manusia kepada Allah, maka Allah akan tetap memberi ampunan kepada siapa saja yang durhaka kepada-Nya, asal benar-benar bertaubat dan menyadari kesalahannya, sebagaimana yang  dinyatakan Allah dengan firman-Nya:

“Orang-orang yang mengerjakan kejahatan, kemudian bertaubat sesudah itu dan beriman; Sesungguhnya Tuhan kamu sesudah taubat yang disertai dengan iman itu adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Al-A’raaf: 153)

Selain itu menurut Syaikh Abdullah Al-Ghazali, bahwa mereka semuanya sadar dengan sepenuh hati; bahwa tak ada yang lebih dekat dan selalu bersama mereka; Baik dalam keadaan suka maupun duka selain dari Allah SWT sebagaimana yang tersirat dan tersurat dalam Firma-NYA:

 “dan Dia (Allah) bersama kamu di mama saja kamu berada…”  (Q.S. Al-Hadiid: 4)

Dan hanya wajah Allah jualah yang kekal dalam pandangan mereka:

“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke mana pun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah: 115)

Memang Allah SWT tidak melarang kita untuk mencintai dunia, bahkan menyuruh kita untuk saling cinta dan berkasih sayang dengan sesama, akan tetapi hal itu tentu saja tidak boleh lebih besar dari kecintaan kita kepada Allah dan Rasul-Nya. Sebab bagaimanapun juga cinta kepada dunia dan cinta kepada  sesama pada hakikatnya adalah cinta yang berlandaskan hawa nafsu belaka, sebagaimana yang tersirat dalam Firman Allah SWT:  

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (yakni; surga).”  (Q.S. Ali ‘Imraan: 14)

Semoga kita semua bisa mencintai dan menta’ati Allah dan Rasulullah SAW dengan sebaik-baik dan sebesar-besarnya cinta seperti para sahabat Rasulullah SAW yang dimuliakan Allah SWT. Wallahua’lam.

Bagansiapiapi, 16 Safar 1435 H / 20 Desember 2014
KH.Bachtiar Ahmad.

Friday 13 December 2013

HAKIKAT KESEJATIAN CINTA



oleh: KH.Bachtiar Ahmad
====================

Katakanlah (hai Muhammad): Jika kamu benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah  (apa-apa yang telah diwahyukan kepada) aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S.Ali ‘Imran: 31)
Mengacu dan mengaplikasikan Firman Allah Ta’ala di atas, maka sebagai mukmin; kita semua  pasti mencintai Allah dan Rasul-Nya; Muhammad SAW. Akan tetapi boleh jadi banyak di antara kita yang tidak mampu untuk menjelaskan tentang makna atau menggambarkan hakikat kesejatian cinta yang kita miliki itu. Oleh sebab itu barangkali dengan menyimak dan memahami beberapa “dalil atau definisi” cinta yang diungkapkan sebahagian ulama berikut ini (saya haya memilih beberapa di antaranya), kita akan menjadi tahu seberapa besar sesungguhnya cinta kita tersebut. Atau boleh jadi kita memang belum sepenuh hati mencintai Allah dan Rasul-NYA.

Menurut SYAIKH ABI YAZID AL BISTHAMI r.a, “cinta” itu adalah: “Rela meniadakan sesuatu apapun yang datang  dari kita atau orang lain walau sebesar apapun, dan senantiasa memandang besar dan membesar-besarkan pemberian dari yang dicintai, walau hanya sebesar biji bayam.”

IMAM AL-QUSYAIRI r.a: Mengutamakan sang kekasih diatas yang dikasihi (lainnya).”

SYAIKH ALI AHMAD AR-RUDZBARRI rhml: Rela meninggalkan kehendak diri sendiri dan menyesuaikan diri dengan kehendak sang kekasih.”

SYAIKH ABU ABDULLAH Al-QURASYI rhml: Sanggup memberikan segenap diri kepada sang kekasih, hingga tak sesuatupu tersisa untuk diri sendiri. Atau dengan istilah lain: Rela berkorban apa saja.”

SYAIKH ABDULLAH AL-GHAZALI: “Tak ingin membantah sedikit-pun dan berpisah sekejap-pun dengan sang kekasih.”

Sementara yang paling utama dari “pendapat-pendapat” di atas  adalah apa yang yang dinukil oleh SYAIKH MUHAMMAD BIN UMAR AN-NAWAWY AL-BANTANY dalam Kitab beliau NASHOIHUL ‘IBAD; Bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Bukti kebenaran dan kesejatian cinta terdapat pada tiga hal (keadaan) yakni; Memilih ucapan sang kekasih daripada ucapan orang lain; memilih duduk dengan sang kekasih daripada duduk dengan orang lain; dan memilih kerelaan sang kekasih   ketimbang kerelaan orang lain.”

Nah, sekarang cobalah ukur hakikat kesejatian cinta yang anda miliki. Wallahua’lam


Bagansiapiapi, 9 Safar 1435 H / 13 Desember 2014
KH.Bachtiar Ahmad

Friday 6 December 2013

TENTANG AKHLAQUL KARIMAH



“Akhlaqul karimah” atau akhlak yang mulia adalah menjauhi perbuatan-perbuatan yang terlarang dan berbuat dengan amaliah penduduk surga. Setiap ucapan harus di-ikuti dengan perbuatan mulia yang nyata adanya.

Allah SWT berfirman : “Jadilah pemaaf dan suruhlah manusia berbuat baik dan berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” ( Q.S. AL-A’RAAF:  199 )

Makna ayat di-atas adalah agar anda mema’afkan orang yang berbuat aniaya kepada anda, menyambung silatur-rahmi terhadap orang yang memutuskan tali kasih, berpaling dari orang yang tidak mengerti tentang diri anda, dan berbuat baik kepada orang yang berbuat buruk kepada anda.  Sebab Rasulullah SAW diutus justru dengan misi “makarimal-akhlaq” (untuk memperbaik akhlak), sehingga beliau senantiasa  berdo’a :

“Allaahummaghfir  li qoumii  fain-nahum  laa   ya’lamuun  ( Ya Allah, ampunilah kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui)

Selain itu yang termasuk ke dalam sikap pemurah adalah menyebarkan salam, memberi makan, menyambung silatur-rahmi, dan shalat malam di-saat manusia tertidur lelap. Inilah sebahagian perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang yang berakhlak mulia.

“Makarimal-ahklaq” juga mengandung makna membalas dengan lebih baik kepada orang lain yang berbuat baik. Oleh sebab itu orang yang berakhlak mulia akan  selalu memberi sebelum diminta; mema’afkan kepada orang lain yang selalu bangga dengan perbuatannya yang ada cacat celanya; suka melupakan kekeliruan teman dan rela memberikan kekayaannya bagi orang yang membutuhkannya. Wallahua’lam

(Dinukil dan diedit dari kitab RAUDHAH AT-THALIIBIN WA ‘UMDATUL SALIKIN
karangan Hujjatul Islam ABU HAMID BIN MUHAMMAD AL-GHAZALI rhmlh)

Bagansiapiapi, 2 Safar 1435 H / 6 Desember 2013
KH.Bachtiar Ahmad

Sekapur Sirih

Bagi yang berminat dengan tulisan yang ada, silahkan dicopy agar dapat berbagi dengan yang lain sebagai salah satu upaya kita untuk menunaikan “amar ma’ruf nahi munkar” yang diperintahkan Allah SWT.