oleh: KH.Bachtiar Ahmad.
=====================
Tak dapat disangkal lagi,
bahwa dalam soal “mencintai” Allah dan Rasulullah SAW, maka sebagai orang yang
beriman tentu kita bisa “iri hati” dengan kecintaan dan keta’atan yang dimilki
oleh “para sahabat” Rasulullah SAW. Sebab tidak hanya sekadar harta yang mereka
korbankan, melainkan “nyawa” juga dipertaruhkan sebagai “salah satu” bukti
kecintaan dan keta’atan mereka sebagaimana banyak yang ditulis da dinukil dalam
riwayat dan sejarah perjuangannya Rasulullah SAW.
Lalu apa faktor utama yang
memotivasi dan menyebabkan cinta mereka tumbuh sedemikian besar dan hebatnya ?
Inilah yang harus kita teliti dan pahami, agar sekalipun kita tidak bisa
menyamai dan memiliki cintai seperti mereka; Akan tetapi paling tidak, in syaa’
Allah bisa meningkatkan kadar dan
kualitas cinta kita kepada Allah dan Rasulullah SAW lebih baik dari apa yang
kita miliki dan rasakan saat ini.
Dalam hal ini, mengutip beberapa
pendapat ulama terdahulu; maka ada beberapa faktor yang menyebabkan tumbuhnya
cinta yang demikian itu, antara lain:
Pertama: Mereka adalah orang-orang yang teguh dengan keyakinannya; begitu
mereka beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, maka mereka tidak lagi mencampur
adukkannya dengan kemusyrikan (baik nyata ataupun tidak), sehingga Allah pun
makin meneguhkan keimanan mereka sebagaimana yang dijelaskan oleh Al-Qur’an:
“Orang-orang
yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kelaliman (syirik), mereka itulah orang-orang
yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat
petunjuk.” (Q.S. Al-An’aam: 82)
“Allah
meneguhkan (iman) orang-orang
yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di
akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang lalim dan memperbuat apa yang
Dia kehendaki.” (Q.S.Ibrahim: 27)
Kedua: para sahabat dan orang beriman terdahulu tak ingin tempat mereka di
sisi Allah digantikan oleh orang lain sebagaimana yang tersirat dalam firman
Allah:
“Hai orang-orang
yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak
Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun
mencintai Allah, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang
bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan
yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah,
yang diberikan-Nya kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas
(pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Al-Maa-idah: 54)
Ketiga:
Mereka tahu semuanya
menyadari bahwa, cinta dan keta’atan yang mereka berikan kepada Allah adalah
tidak sebanding dengan cinta dan kasih sayang yang diberikan Allah kepada
mereka. Dengan kata lain, cinta dan kasih sayang Allah kepada kita jauh lebih
besar dari cinta dan keta’atan yang kita berikan kepada Allah. Sebab betapapun
durhakanya manusia kepada Allah, maka Allah akan tetap memberi ampunan kepada
siapa saja yang durhaka kepada-Nya, asal benar-benar bertaubat dan menyadari
kesalahannya, sebagaimana yang
dinyatakan Allah dengan firman-Nya:
“Orang-orang yang mengerjakan kejahatan, kemudian
bertaubat sesudah itu dan beriman; Sesungguhnya Tuhan kamu sesudah taubat yang
disertai dengan iman itu adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Al-A’raaf: 153)
Selain itu menurut Syaikh
Abdullah Al-Ghazali, bahwa mereka semuanya sadar dengan sepenuh hati; bahwa tak
ada yang lebih dekat dan selalu bersama mereka; Baik dalam keadaan suka maupun
duka selain dari Allah SWT sebagaimana yang tersirat dan tersurat dalam
Firma-NYA:
“dan Dia (Allah) bersama kamu di mama saja
kamu berada…” (Q.S.
Al-Hadiid: 4)
Dan
hanya wajah Allah jualah yang kekal dalam pandangan mereka:
“Dan kepunyaan
Allah-lah timur dan barat, maka ke mana pun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah: 115)
Memang Allah SWT tidak
melarang kita untuk mencintai dunia, bahkan menyuruh kita untuk saling cinta
dan berkasih sayang dengan sesama, akan tetapi hal itu tentu saja tidak boleh
lebih besar dari kecintaan kita kepada Allah dan Rasul-Nya. Sebab bagaimanapun
juga cinta kepada dunia dan cinta kepada
sesama pada hakikatnya adalah cinta yang berlandaskan hawa nafsu belaka,
sebagaimana yang tersirat dalam Firman Allah SWT:
“Dijadikan indah
pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (yakni; surga).” (Q.S. Ali ‘Imraan: 14)
Semoga kita semua bisa mencintai dan menta’ati Allah dan Rasulullah SAW
dengan sebaik-baik dan sebesar-besarnya cinta seperti para sahabat Rasulullah
SAW yang dimuliakan Allah SWT. Wallahua’lam.
Bagansiapiapi, 16 Safar 1435 H / 20 Desember 2014
KH.Bachtiar Ahmad.