Friday 31 January 2014

PESAN RASULULLAH SAW TENTANG SAKIT




Imam Al-Bukhari r.a dalam “shahih” nya meriwayatkan beberapa pesan Rasulullah SAW tentang sakit dan penyakit :

Diriwayatkan dari Abu Said Al-Khudriy dan Abu Hurairah r.a, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada kepayahan sakit; kesedihan; kesengsaraan dan musibah yang menimpa seorang muslim, bahkan seklipun tertusuk duri, melainkan Allah menjadikan semua itu sebagai penghapus dosanya, jika ia bersabar. (Hadis no. 5641)

ï

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, dia berkata: “Rasulullah SAW pernah bersabda: “Perumpamaan orang mukmin  adalah seperti pohon besar yang kokoh dan yang tidak terpatahkan oleh terpaan angina dari arah manapun, meskipun sedikit melentur, namun ketika angina reda, pohon tersebut tegak lurus kembali. Perumpamaan orang kafir adalah seperti pohon yang tegak namun sangat keras dan mudah patah, sehingga Allah menumbangkannya kapan saja DIA mau.”   (Hadis no. 5644)


ï

Diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a, bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda; “Janganlah seseorang mengharapkan kematian karena menderita sakit. Jika menurutnya itu yang harus dilakukan, maka hendaklah ia menga-takan; “Ya Allah, biarkan aku tetap hidup jika kehidupan yang terbaik bagiku dan wafatkan aku jika kematian memang terbaik bagiku.” (Hadis no. 5671)

ï
\
                Diriwayatkan dari Khabbab r.a bahwa tujuh bagian tubuhnya terkena luka baker, lalu dia berkata: “Para sahabat kami telah mendahului kami tanpa dikurangi pahala mereka oleh kenikmatan dunia, sedangkan kami telah memperoleh kekayaan yang tidak bisa kai temukan penggunaannya kecuali untuk mendirikan bangunan di atas tanah. Seandainya Nabi SAW tak pernah melarang kami berdo’a untuk minta mati, niscaya kami akan berdo’a mati.”   (Hadis no. 5672)

ï


Jakarta, 29 Rabiul Awal 1435 H / 31 Januari 2014
KH.Bachtiar Ahmad

Friday 24 January 2014

NASIHAT GURUKU (20): Tentang Kemunafikan



oleh: KH.Bachtiar Ahmad
=====================
Anakku, Allah Ta'ala berfirman:

“Rasul telah beriman kepada Al Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul rasul-Nya”, dan mereka mengatakan: “Kami dengar dan kami ta’at”. (Mereka berdoa): “Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.” (Q.S. Al-Baqarah: 285)

Anakku, perlu engkau ketahui dan pahami dengan sebaik-baiknya; adapun salah satu maksud dari firman Allah yang menyatakan “sami’naa wa ‘atho’naa” (kami medengar dan kami ta’at) tersebut ialah; Bahwa lebih baik engkau banyak mendengar dan menta'ati serta melaksanakan amar ma'ruf yang disampaikan kepadamu, daripada engkau banyak bicara tentang segala macam kebaijikan dan amal shaleh, padahal engkau sendiri  tidak melaksanakannya. Sehingga pada akhirnya engkaupun termasuk ke dalam golongan orang-orang munafik  yang sangat-sangat dibenci Allah Ta’ala sebagaimana firman-NYA:

“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat?  Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan. (Q.S. As-Shaff: 2-3)

Anakku, hendaklah engkau senantiasa ingat; Bahwa sesungguhnya Allah Ta'ala sangatlah benci kepada orang-orang munafik sebagaimana yang tersirat dan tersurat dalam firman-NYA:

“Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih.” (Q.S. An-Nisaa’: 138)

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka.” (Q.S. An-Nisaa’: 145)

“Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka Jahanam. Mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka; dan Allah melaknati mereka; dan bagi mereka azab yang kekal.” (Q.S. At-Taubah: 68)

Anakku, adapun orang yang cuma pandai bicara dan menyuruh orang lain untuk berbuat amar ma’ruf, sedangkan ia tidak mengerjakannya; maka jelaslah ia seorang pendusta belaka. Sedangkan sifat dusta itu sendiri termasuk dalam salah satu sifat atau kelakuan orang-orang munafik sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang telah pernah kusampaikan kepadamu; Bahwa Rasulullah SAW bersabda:

 “Empat macam perkara, barangsiapa dalam dirinya terdapat semua perkara itu, maka ia adalah seorang munafik murni dan barangsiapa yang dalam dirinya terdapat salah satu daripada empat perkara tadi, maka ia telah memiliki satu macam sifat dari kemunafikan, sampai ia meninggalkan sifat itu, yaitu: Apabila ia dipercaya berkhianat; Apabila berkata berdusta; Apabila berjanji menyalahi janjinya; dan apabila berdebat melewati atau bertengkar melewati batas.” (H.R. Muttafaq 'alaih dari Abdullah bin Amr’ ibnu Al-Ash r.a))

Anakku, semoga kiranya nasihatku ini bermanfaat untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaanmu kepada Allah Ta’ala.

Jakarta, 22 Rabi’ul Awal 1435 H/24 Januari 2014
KH.Bachtiar Ahmad

Friday 17 January 2014

TIDAK CUKUP HANYA DENGAN BERSHALAWAT



oleh: H.KH.Bachtiar Ahmad
=======================
Rahmat dan karunia Allah yang paling besar dan utama dilimpahkan-NYA kepada umat akhir zaman; khususnya kepada orang-orang yang beriman adalah dilahirkannya seorang hamba yang sangat dimuliakan, yakni Muhammad bin Abdullah yang diangkat dan diutus Allah menjadi Nabi dan Rasul-Nya yang terakhir, untuk menyampaikan dan menyebarkan risalah Allah di alam semesta ini.

Adapun menurut riwayat yang masyhur dan yang banyak disepakati oleh para ulama disebutkan, bahwa Muhammad Rasulullah SAW lahir pada tanggal 12 Rabiul Awal.  Dan oleh sebab itu pulalah disa’at-sa’at Rabiul Awal seperti sekarang ini, banyak kaum muslimin diberbagai tempat dibelahan dunia ini memperingati hari kelahiran Rasulullah tersebut. Atau yang lebih populer kita sebut dengan peringatan Maulid Nabi SAW. Selanjutnya berkaitan dengan kelahiran dan diutusnya Muhammad SAW tersebut, di dalam Kitab-Nya Allah SWT berfirman:

“Sungguh telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasih lagi penyayang terhadap orang-orang beriman.” (Q.S. At-Taubah: 128)

Sekalipun dalam Firman-Nya  Allah SWT menyebutkan kalimat “…seorang Rasul dari kaummu sendiri..” Akan tetapi sebagaimana yang ditegaskan Allah di akhir ayat 128 surah At-Taubah tersebut, bahwa sekalipun Muhammad SAW  dilahirkan dari kalangan kaum Arab Quraisy, maka sesungguhnya beliau tidak hanya berjuang untuk kaumnya saja, melainkan untuk setiap orang yang beriman atau kaum muslimin yang sangat-sangat beliau cintai dan sayangi. Dan kenyataanya sebagaimana yang disebutkan dalam berbagai riwayat kehidupan beliau; bahkan di akhir hayatnya pun Rasulullah SAW selalu menyebutkan “ummati..ummati..” . Artinya adalah, bahwa sejak awal dan akhir perjuangan beliau, yang senantiasa beliau bela dan pikirkan itu adalah nasib umat beliau kelak di kemudian hari; terutama di yaumil akhir nanti.

Sekarang pertanyaannya adalah, bagaimanakah sikap atau akhlak kita kepada beliau ? Hamba yang dicintai dan yang dimuliakan Allah, yang namanya setiap sa’at kita lafazkan di dalam syahadat setiap kali kita mendirikan sholat ? Dan yang sa’at ini kita sibuk memperingati hari kelahiran atau Maulidnya Rasulullah SAW tersebut. Apakah hanya cukup hanya dengan senantiasa  melantunkan dan melafazkan “sholawat dan salam” sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT:

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”  (Q.S. Al-Ahzab: 56)

Bagi orang-orang yang beriman mencintai Rasulullah SAW adalah hal yang mutlak dan wajib untuk dilakukan, bahkan tidak ada insan atau orang yang lebih utama dan untuk dicintainya dan diikutinya selain dari Rasulullah SAW, jika ia benar-benar beriman dan bertakwa kepada Allah SWT sebagaimana yang tersirat dan tersurat dalam Firman Allah Ta’ala:

Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. Ali ‘Imraan: 31)

Sedangkan bentuk kecintaan dan kasih sayangnya kita sebagai orang yang beriman kepada Rasulullah SAW tersebut, tidaklah hanya cukup dengan melafazkan atau melantunkan sholawat dan salam kepada beliau. Akan tetapi yang lebih wajib dan utama adalah dengan cara menjadikan beliau sebagai “patron” atau teladan untuk  melangkah dan bergerak dalam kehidupan dunia yang sedang kita jalani sekarang ini. Dan hal ini pulalah yang Allah perintahkan kepada kita dengan Firman-Nya:

 “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
                                                                                                                                                                           (Q.S. Al-Ahzab: 21)

Artinya adalah, bahwa dalam hal apapun kita menjalani kehidupan ini; baik yang berkaitan dengan hablum-minannas ataupun hamblum-minallah yang kita lakoni, maka hendaklah mengikuti gerak langkah yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Sebab pada hakikatnya, semuanya itu adalah bentuk “ibadah kepada Allah” untuk meningkatkan nilai-nilai kemuliaan diri kita sendiri; baik dalam pandangan sesama manusia dan lebih-lebih lagi dalam pandangan Allah Ta’ala.

Sekarang ini kita tidak lagi berhadapan atau dapat melihat secara langsung gerak langkah Rasulullah SAW untuk kita contohi atau teladani. Akan tetapi Rasulullah SAW telah meninggalkan warisan beliau yang sangat tak ternilai harganya, yakni Al-Quran dan As-Sunnah sebagai acuan untuk kita pelajari dan pedomani dalam menjalankan kehidupan ini. Dan oleh hal yang demikian inilah, kita harus terus menerus belajar memperbaiki diri dengan membaca; mempelajari dan sekaligus mengamalkan isi dan kandungan Al-Quran serta Sunnah Rasulullah semaksimal mungkin yang bisa kita lakukan untuk itu, agar kita tidak termasuk ke dalam golongan orang-orang yang binasa nantinya sebagaimana yang di-ingatkan oleh Rasulullah SAW dalam hadis beliau:

“Aku wasiatkan kepada kamu untuk bertakwa kepada Allah, mendengar dan ta’at (kepada penguasa kaum muslimin), walaupun (ia) seorang budak Habsyi. Karena sesungguhnya, barangsiapa hidup setelahku, ia akan melihat perselishan yang banyak. Maka wajib bagi kamu berpegang kepada sunnahku dan sunnah para khalifah yang mendapatkan petunjuk dan lurus. Peganglah, dan gigitlah dengan gigi geraham. Jauhilah semua perkara baru (dalam agama), karena semua perkara baru (dalam agama) adalah bid’ah, dan semua bid’ah adalah sesat. (HR. Abu Dawud,; At-Tirmidzi; Ad-Darimi; Imam Ahmad; dan lainnya dari al-‘Irbadh bin Sariyah).

Semoga dengan peringatan Maulid Nabi SAW tahun ini kita benar-benar tergugah untuk sungguh-sungguh menjadikan Rasulullah SAW sebagai teladan guna menjalani kehidupan ini, dan sekaligus untuk meningkatkan nilai keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT. Wallahua’lam.

Bagansiapiapi, 15 Rabiul Awal 1435 H / 17 Januari 2014
KH.Bachtiar Ahmad

Friday 10 January 2014

PANJANGKAN UMURMU



oleh: KH.Bachtiar Ahmad
======================

Bagi sebahagian kita soal “memanjangkan umur”  adalah suatu hal yang mustahil untuk dilakukan. Alasannya tentu sudah sangat jelas, bahwa umur itu sudah ditetapkan batasannya oleh Allah SWT sebagaimana yang tersirat dan tersurat dalam Firman-Nya:

 “Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu, maka apabila telah datang waktunya, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak pula dapat memajukan-Nya.”  (Q.S. Al-A’raaf: 34)

Dan hal ini semakin dipertegas Allah Ta’ala dengan Firman-Nya:

“Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan). Dan tidak ada seorang perempuanpun mengandung dan tidak (pula) melahirkan melainkan dengan sepengetahuan-Nya. Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan-Nya) di dalam Kitab (Lauhul mahfudz).  Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah.” (Q.S. Fathir: 11)

Akan tetapi bagaimana pula dengan sabda Rasulullah SAW sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadis:

 “Barangsiapa yang ingin dilapangkan rizqinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia banyak bersilaturahmi (menghubungkan tali kekeluargaan).”  (HR. Mutafaq ‘alaihi dari Anas r.a)

Dalam hal ini sekalipun “umur” kita sudah ditetapkan batasannya oleh Allah SWT. Akan tetapi tentulah tidak ada salahnya kita berusaha sebagaimana yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW tersebut. Sebab bagaimanapun juga, Allah Maha Berkuasa atas segala sesuatunya lagi Maha Bijaksana dalam menetapkan apa-apa yang  Dia kehendaki sebagaimana firman-Nya:

“Dan Dialah yang berkuasa atas sekalian hamba-hamba-Nya. Dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Al-An’aam: 18)

Artinya adalah, bahwa Allah bisa saja merubah “takdir umur” yang telah ditetapkan-Nya untuk kita lantaran adanya usaha dan do’a yang kita mohonkan. Atau malah sebaliknya “mempersingkat umur” kita lantaran kedurhakaan yang kita lakukan. Oleh sebab itu, memperhatikan kondisi yang demikian ini, maka mari kita berusaha dan memohon kepada Allah untuk “memperpanjang umur” dengan banyak melakukan silaturahmi sebagaimana yang diperintahkan oleh Rasulullah SAW tersebut dengan siapa saja, terutama dengan saudara-saudara kita yang seiman.

Dalam sebuah hadis qudsi Allah SWT berfirman:

“Aku ar-Rahman, telah Ku-ciptakan ar-Rahim dan Ku-petikkan baginya nama dari nama-Ku; Maka barangsiapa yang menghubungkannya (silaturahmi), niscaya Aku akan menghubunginya dengan rahmat-Ku; Dan barangsiapa yang meutuskannya, niscaya Aku putuskan hubungan-Ku dengannya; Dan barangsiapa yang mengokohkannya, niscaya Aku kokohkan pula hubangan-ku dengannya; Sesungguhnya rahmat-Ku mendahului kemurkaan-Ku (bagi orang yang suka bersilaturahmi).”  (Diriwayatkan oleb Bukhari; Imam Ahmad bin Hanbal; Abu Dawud; At-Tirmidzi; Ibnu Hibban; Al-Hakim; Baihaqi dari Abdur-Rahman bin Auf. Dan diriwayatkan pula oleh Kharaithi dan ak-Khatib dari Abu Hurairah r.a)

Sebagai tambahan adalah, bahwa Syaikh Abdullah Al-Ghazali menyebutkan, bahwa silaturahmi yang paling utama itu adalah dengan melakukan sholat berjama’ah.  Sebab tingginya nilai sholat berjama’ah tersebut, bukan terletak pada sholat yang dilakukan, melainkan dari nilai-nilai berjama’ahnya.

Semoga kita bisa mengamalkannya dan Allah panjangkan umur kita. Mudah-mudahan dengan dipanjangkannya umur kita, kesempatan  kita untuk menyiapkan bekal yang lebih baik dan lebih banyak makin terbuka. Wallahua’lam.

Bagansiapiapi, 08 Rabi’ul Awal 1435 H / 10 Januari 2014
KH.Bachtiar Ahmad.

Sekapur Sirih

Bagi yang berminat dengan tulisan yang ada, silahkan dicopy agar dapat berbagi dengan yang lain sebagai salah satu upaya kita untuk menunaikan “amar ma’ruf nahi munkar” yang diperintahkan Allah SWT.