Friday 28 February 2014

NASIHAT GURUKU (23): Tentang Kemuliaan Hakiki.



oleh: KH.Bachtiar Ahmad
=====================

Anakku,  hidup ini adalah mengikuti kehendak Allah. Oleh sebab itulah di dalam kehidupan ini ada yang susah da nada pula yang senang; ada yang miskin dan ada pula yang kaya; ada yang berpangkat yang dimuliakan serta ada pula yang hanya  rakyat biasa yang kadang-kadang dihinakan orang. Semuanya itu sudah ditetapkan Allah dengan kehendak-NYA sebagai salah satu ujian iman yang harus kita lalui sebagaimana Firman Allah di dalam Kitab-Nya:

“Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Al-An’aam: 165)

Namun begitu anakku, sekaya dan semulia apapun seseorang itu; atau semiskin atau sehina apapun dirinya; kita semua tetap makhluk Allah Ta’ala yang diciptakan-Nya hanya untuk menghamba; mengabdi dan menyembah kepada Allah Ta’ala sebagaimana Firman-Nya:

“Dan Aku (Allah) tidak menciptakan Jin dan Manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada-KU.” (Q.S. Adz-Dzaariyaat: 56)

Anakku, oleh sebab hendaklah engkau senantiasa ingat jati diri dan posisimu di hadapan Allah Ta’ala. Janganlah engkau merasa bangga dan bersombong diri tatkala  engkau diamanahi Allah pangkat dan jabatan; harta benda yang berlimpah atau popularitas dan ketenaran duniawi yang dilekatkan kepadamu; Atau sebaliknya merasa rendah diri dan malu ketika engkau tidak memiliki apa-apa.

Sembahlah Allah; beribadahlah kepada-Nya dengan sebaik-baiknya dan yang sebenar-benarnya menurut syariat yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya dalam keadaan apapun. Sebab bagaimanapun juga kemuliaan yang hakiki itu adalah tatkala nantinya berada di sisi Allah Ta’ala sebagaimana yang tersurat dan tersurat dalam Firman-Nya:

“Hai manusia, sesungguhnya Kami telah men-ciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”  (Q.S. Al-Hujuraat: 13)

Anakku, mudah-mudahan nasihatku yang ringkas ini bermanfaat untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaanmu kepada Allah Ta’ala.

Jakarta,  27 Rabiul Akhir 1435 H / 28 Pebruari 2014.
KH.Bachtiar Ahmad

Friday 21 February 2014

THUMA'NINAH



oleh: KH.Bachtiar Ahmad
=====================

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim r.a dari Abu Hurairah r.a dikisahkan:

“Bahwa suatu ketika Rasulullah SAW masuk ke dalam masjid, beberapa saat kemudian masuk pula  seorang laki-laki ke masjid tersebut untuk  melaksanakan sholat. Usai sholat  laki-laki tersebut mengucapkan salam kepada Rasulullah SAW dan beliau pun menjawabnya, kemudian bersabda: “Ulangi sholatmu, karena tadi kamu belum sholat”  Lalu laki-laki tersebut melakukan sholat sebagaimana yang telah dilakukannya. Kemudian dia mendekati Rasulullah dan memberi salam, dan Rasulullah SAW bersabda lagi: “Ulangi sholatmu, karena tadi kamu belum sholat”. Dan hal ini terjadi sampai tiga kali, kemudian laki-laki itu berkata kepada Rasulullah SAW: “Demi Allah yang telah mengutusmu dengan kebenaran ya Rasulullah, saya tidak bisa melakukan sholat dengan lebih baik lagi, maka ajarilah saya.” Rasulullah SAW lalu bersabda: “Apabila kamu berdiri hendak mengerjakan sholat, bertakbirlah, kemudian bacalah surah Al-Quran yang kau anggap mudah, kemudian rukuklah dengan thuma’ninah; lalu bangunlah hingga kau berdiri tegak dengan thuma’ninah; kemudian sujudlah dengan thuma’ninah; kemudian bangunlah hingga kau duduk dengan thma’ninah. Dan lakukanlah seperti itu pada setiap shalatmu.”  (HR. Muttafaqun ‘alaihi)
             
Dari keterangan hadis di atas tentu dapat kita pastikan, bahwa thuma’ninah adalah salah satu rukun sholat yang sangat-sangat penting untuk diperhatikan dalam rangka kesempurnaan sholat yang didirikan.  Akan tetapi dalam kenyataannya perkara “thuma’ninah” inilah yang banyak diabaikan oleh orang-orang yang sholat. Apalagi jika mereka sedang terburu-buru atau diburu-buru oleh pekerjaan atau tugas lain yang mesti dilaksanakannya. Padahal thuma’ninah tidak hanya sekadar menjadi rukun sholat, tetapi juga dapat menjadikan sholat yang ditunaikan menjadi lebih khusyu’, yang memberikan keuntungan besar bagi orang-orang beriman yang sholat sebagai-mana firman Allah SWT:

 “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman.// (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya.”  (Q.S. Al-Mu’minuun: 1-2)
           
Secara umum makna ”thuma’ninah” adalah berhenti sesaat antara satu rukun sholat sebelum mengerjakan rukun yang berikutnya. Jadi sebenarnya semakin bagus nilai thuma’ninah yang dilakukan, maka semakin dekat kita kepada makna khusyuk yang sangat didambakan oleh orang yang sholat. Sebaliknya semakin kurang thuma’ninahnya, maka tingkat ketergesa-gesaan akan semakin tinggi dan dapat menghilangkan kekhusyukan sholat. Dan menurut sebahagian ulama, jika sholat sudah dilakukan dengan tergesa-gesa dan meninggalkan thuma’ninah yang diperintahkan oleh Rasulullah SAW, maka hal itu dapat diartikan dengan melalaikan sholat, atau bahkan menyia-nyiakan sholat yang didirikannya.

Syaikh Abdullah Al-Ghazali berpendapat, bahwa thuma’ninah tidak hanya berhenti sesaat dengan begitu saja, akan tetapi hendaknya  dapat pula menyempurnakan bacaan-bacaan atau do’a-doa yang dibaca dalam rukun-rukun sholat tersebut. Sebab terkadang ada orang yang hanya melaksanakan gerakan-gerakan rukun sholatnya saja tanpa membaca apa-apa, kecuali “bertakbir” di antara rukun-rukun sholat yang dikerjakannya; terutama pada saat mendirikan sholat sunat.
           
Menurut Al-Ghazali, memang menurut hukumnya bacaan di waktu ruku’; sujud dan lainnya itu adalah sunat, akan tetapi lantaran bacaan atau do’a-do’a tersebut bersumber dari Rasulullah SAW, yang dibaca oleh Rasulullah SAW dalam setiap sholatnya; baik wajib maupun sholat sunat;  maka adalah tidak sepantasnya  seseorang yang sholat tidak mau membaca doa-doa yang telah diajarkan oleh Rasululah SAW tersebut hanya lantaran hukumnya sunat. Sementara di sisi lain bukankan Rasulullah SAW telah bersabda, bahwa  hendaklah kita sholat sebagaimana beliau melaksanakan sholat. Artinya adalah; jika beliau bertasbih atau berdo’a di dalam setiap ruku’; sujud dan dalam keadaan lainnya; maka tentulah kita lebih berkewajiban untuk melakukannya. Karena seandainya kita enggan berdo’a atau bertasbih memuji Allah di dalam sholat yang didirikannya, maka apakah kita  lebih hebat atau lebih utama lagi  dari Rasulullah SAW.

Al-Ghazali juga mengatakan, mengingat banyaknya ragam bacaan atau do’a-do’a di dalam beberapa gerakan sholat yang dilakukan yang telah diajarkan Rasulullah SAW, maka boleh jadi yang sunatkan oleh para ulama  itu hanyalah memilih salah satu di antara do’a-do’a tersebut, sedangkan membacanya di dalam sholat tetap merupakan kewajiban, agar sholat yang kita lakukan sama dengan sholat yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. Adapun tentang kadar bacaan di dalam rukun-rukun sholat tersebut, tentunya terserah kepada kita untuk melafazkannya; Apakah sekali; dua atau tiga kali, baik do’a atau bacaan yang pendek maupun yang panjang; kecuali jika sholat berjama’ah, maka tentulah harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang ada dalam mendirikan sholat secara berjama’ah. Yang jelas hendaklah membaca atau melafazkan do’a-do’a tersebut dengan penuh kekhusyukan dan harapan kepada Allah untuk dikabulkan-NYA. Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman: Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Qur'an karena hendak cepat-cepat (menguasai) nya.” (Q.S. Al-Qiyamah: 16)

Kata Al-Ghazali, maksud dari ayat di atas adalah; Bahwa Allah Ta’ala melarang kita untuk tergesa-gesa dalam membaca Al-Quran maupun berdo’a kepada-NYA.

Mudah-mudahan penjelasan yang singkat ini bermanfaat bagi kita semuanya, dalam rangka evaluasi dan upaya kita memperbaiki  dan menyempurnakan sholat yang kita dirikan.  Wallahua’lam.

Jakarta, 20 Rabi’ul Akhir 1435 H / 21 Pebruari 2014
KH.Bachtiar Ahmad.

Friday 14 February 2014

NASIHAT GURUKU (22): Tentang Pertolongan Allah 2



oleh: KH.Bachtiar Ahmad
=====================


Anakku, sebagaimana yang telah kusampaikan kepadamu; bahwa untuk segala sesuatu yang berkaitan dengan keperluan dan kepentingan dirimu sendiri, maka hendaklah engkau berharap dan meminta pertolongan hanya kepada Allah. Sebab hanya Allah jualah sebaik-baiknya penolong, walaupun pada lahiriahnya pertolongan itu disampaikan Allah kepadamu melalui perantaraan makhluk-NYA kepadamu. Hendaklah engkau senantiasa ingat akan Firman Allah di dalam kitab-NYA:

“Allah-lah pelindungmu dan DIA-lah sebaik-baik penolong.” (Q.S. Ali ‘Imraan: 150)

Dan adapun cara yang yang paling baik dan utama untuk meminta pertolongan Allah adalah dengan sabar dan mengerjakan shalat sebagaimana yang ditegaskan Allah dalam Kitab-Nya:

“Hai orang-oran g yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Q.S. Al-Baqarah: 153)

Anakku, patut engkau ketahui; Bahwa sabar dan shalat yang diperintahkan Allah tersebut hendaklah dilakukan secara terpadu, bukan memisahkan antara yang satu dengan yang lain. Artinya adalah, bahwa, meminta dan memohon pertolongan Allah tidak hanya cukup dengan bersabar tanpa mendirikan shalat; dan atau sebaliknya hanya dengan mendirikan shalat tanpa memiliki kesabaran.

Anakku, selain itu hendaklah engkau pahami; bahwa dirikan atau kerjakanlah shalat dengan penuh kesabaran dan kekhusyu’an dengan memperhatikan segala adab dan keutamaan shalat, yakni dengan thuma’ninah sebagaimana yang telah disampaikan Rasulullah SAW:

“Apabila kamu berdiri hendak mengerjakan sholat, bertakbirlah, kemudian bacalah surah Al-Quran yang kau anggap mudah, kemudian rukuklah dengan thuma’ninah; lalu bangunlah hingga kau berdiri tegak dengan thuma’ninah; kemudian sujudlah dengan thuma’ninah; kemudian bangunlah hingga kau duduk dengan thuma’ninah. Dan lakukanlah seperti itu pada setiap shalatmu.”  (HR. Muttafaqun ‘alaihi dari Abu Hurairah r.a)

Thuma’ninah atau bersabar dalam  mendirikan yang seperti demikian itulah yang tersirat dan tersurat dalam Firman Allah Ta’ala:

“Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.” (Q.S.Al-Baqarah: 45)

Anakku, kesabaran itu tidak hanya ketika engkau mendirikan shalat, tapi juga ketika engkau menunggu  datangnya pertolongan Allah yang engkau harapkan itu sebagaimana Firman-Nya:

“Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Tuhan-mu, maka sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan kami; dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu ketika kamu bangun berdiri.” (Q.S. Ath-Thur: 48)

Dan hendaklah di dalam kesabaranmu menunggu pertolongan Allah, engkau tetap melakukan amal kebajikan emampumu, karena Allah telah menyebutkan di dalam Kitab-Nya:

“Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tiada menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Q.S. Hud: 115)

Anakku, mudah-mudahan nasihatku yang ringkas ini bermanfaat untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaanmu kepada Allah Ta’ala.

Jakarta, 13 Rabiul Akhir  1435 H / 14 Pebruari 2014
KH.Bachtiar Ahmad

Friday 7 February 2014

NASIHAT GURUKU 21: Tentang Pertolongan Allah 1



oleh: KH.Bachtiar Ahmad
=====================

Anakku, sesungguhnya Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk saling tolong menolong sebagaimana Firman-Nya:

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.  Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (Q.S. Al-Maa-idah: 2)

Akan tetapi untuk segala sesuatu yang berkaitan dengan keperluan dan kepentingan dirimu sendiri, maka hendaklah engkau berharap dan meminta pertolongan hanya kepada Allah. Sebab hanya Allah jualah sebaik-baiknya penolong, walaupun pada lahiriahnya pertolongan itu disampaikan Allah kepadamu melalui perantaraan makhluk-NYA kepadamu. Hendaklah engkau senantiasa ingat akan Firman Allah di dalam kitab-NYA:

“Allah-lah pelindungmu dan DIA-lah sebaik-baik penolong.” (Q.S. Ali ‘Imraan: 150)

Anakku, nasihatku ini hanyalah sekadar untuk menjelaskan apa yang telah disampaikan oleh Baginda Rasulullah SAW kepada Abdullah ibnu Abbas r.a sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh At-Tirmidzi r.a; Bahwa Rasulullah SAW telah bersabda:

“Hai anak, aku akan mengajarkan kepada engkau  beberapa kalimat yang harus kau jadikan pegangan dan yang akan memelihara engkau; Peliharalah peraturan-peraturan Allah dimana saja engkau berada, niscaya Allah akan memelihara engkau. Apabila engkau memohon, maka memohonlah kepada Allah; Dan jika engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan hanya kepada Allah. Ketahuilah, bahwa walaupun seluruh manusia berkumpul untuk memberikan sesuatu manfaat kepadamu, maka mereka tidak akan dapat memberikan manfaat, kecuali sekedar yang telah ditentukan Allah untuk engkau. Begitu juga sebaliknya, mereka tidak akan mampu menimpakan mudharat atau bencana kepada engkau, kecuali yang suah ditentukan Allah untuk engkau. Pena sudah diangkat dan bukupun sudah ditutup.”

Anakku, patutlah engkau ketahui bahwa sabda Rasulullah SAW tersebut adalah satu penjelasan dan untuk lebih menegaskan dari apa yang telah dinyatakan Allah SWT dalam Kitab-Nya:

Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal.” (Q.S. Ali ‘Imraaan: 160)

Anakku, semoga kiranya nasihatku ini bermanfaat untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaanmu kepada Allah Ta’ala.

Jakarta, 06 Rabiul Akhir  1435 H / 07 Pebruari 2014
KH.Bachtiar Ahmad

Sekapur Sirih

Bagi yang berminat dengan tulisan yang ada, silahkan dicopy agar dapat berbagi dengan yang lain sebagai salah satu upaya kita untuk menunaikan “amar ma’ruf nahi munkar” yang diperintahkan Allah SWT.