Friday 25 April 2014

NASIHAT GURUKU (31): Keutamaan Mati



oleh: KH.Bachtiar Ahmad
=====================


Anakku,  salah satu perkara yang sangat ditakuti oleh manusia adalah “kematian”. Padahal rasa takut kepada mati tersebut sama sekali tidak bermanfaat sebagaimana yang diterangkan Allah Ta’ala dengan firman-Nya:

Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan". (Q.S. Al-Jumu’ah: 8)

Anakku, kematian yang akan datang menjemput kita tidak perlu ditakuti, sebab bagaimanapun juga di sisi lain kematian itu juga memiliki keutamaan yang sangat baik bagi orang-orang yang beriman sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW:

“Ada dua hal yang dibenci oleh manusia. Pertama kematian, padahal kematian itu lebih baik baginya daripada hidup dalam fitnah (dunia). Kedua kemiskinan, padahal kemiskinan aka memudahkan perhitungan pada hari kiamat.” (HR. Imam Ahmad; Said ibnu Manshur; At-Turmidzi; Ibnu Hibban dari Mahmud ibnu Lubaid r.a)

Rasulullah SAW juga bersabda: “Dunia adalah penjara dan musim kemarau bagi muslim. Bila ia meninggal dunia (mati), maka berarti ia meninggalkan penjara dan musim kemaraunya.” (HR. Imam Ahmad; Ibnu Al-Mubarak; Al-hakim dari Abdullah ibnu ‘Amr ibnu ‘Ash r.a)

Oleh sebab itu anakku, janganlah engkau takut mati. Akan tetapi hadapilah dengan mempersiapkan diri sebaik-baiknya sebagaimana yang tersirat dan tersurat dalam Firman Allah Ta’ala:

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.”  (Q.S. Ali ‘Imraan: 102)

Namun demikian jangan pula engkau mengharapkan “kematian” jika suatu waktu engkau mendapat ujian hidup dari Allah Ta’ala. Sebab yang demikian itu dilarang oleh Rasulullah SAW sebagaimana sabda beliau:

“Janganlah seseorang di antara kalian mengharapkan kematian karena tertimpa kesengsaraan. Kalaupun terpaksa ia mengharapkannya, maka hendaknya dia berdoa, “Ya Allah, berilah aku kehidupan apabila kehidupan tersebut memang lebih baik bagiku dan matikanlah aku apabila kematian tersebut memang lebih baik untukku.” (HR. Mutafaq ‘alaihi dari Anas bin Malik r.a)

Rasulullah SAW juga bersabda: “Janganlah seseorang mengharapkan kematian dan janganlah dia berdoa untuk mati sebelum datang waktunya. Karena orang yang mati itu amalnya akan terputus, sedangkan umur seorang mukmin tidak akan bertambah melainkan menambah kebaikan.” (HR. Muslim dari Anas bin Malik r.a)
Anakku, mudah-mudahan dengan nasihat ini keimanan; keta’atan dan ketakwaan kita kepada Allah Ta’ala kian bertambah baik adanya.

Jakarta,  24 Jumadil Akhir  1435 H / 25 April 2014.
KH.Bachtiar Ahmad                             

Friday 18 April 2014

NASIHAT GURUKU (30): Muslihat Syaitan



oleh: KH.Bachtiar Ahmad
=====================


Anakku,  telah ditegaskan Allah Ta’ala di dalam Kitab-Nya, bahwa “syaitan” itu adalah musuh yang sangat nyata bagi orang-orang beriman, yang bertujuan untuk menyesatkan mereka  sebagaimana yang dijelaskan  Allah Ta’ala dengan firman-Nya:

“Allah adalah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka   dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman); dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (Q.S. Al-Baqarah: 257)

Oleh sebab itu hendaklah engkau berhati-hati dan waspadalah engkau dengan tipu muslihat syaitan.

Anakku, ada 2(dua) tipu muslihat yang patut diwaspadai dalam berbuat kebajikan dan beribadah kepada Allah. Yang pertama adalah apa yang disebut “tazyiin” yakni syaitan menjadikan seseorang memandang baik setiap perbuatannya. Padahal hakikatnya perbuatan itu adalah perbuatan maksiat atau perbuatan yang tidak berdasarkan petunjuk Allah dan rasul-Nya. Keadaan ini cukup banyak diperingatkan Allah Ta’ala di dalam Kitab-Nya sebagaimana yang difirmankan-Nya:

“Demi Allah, sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami kepada umat-umat sebelum kamu, tetapi setan menjadikan umat-umat itu memandang baik perbuatan mereka (yang buruk), maka setan menjadi pemimpin mereka di hari itu dan bagi mereka azab yang sangat pedih.” (Q.S. An-Nahl: 63)

“Maka apakah orang yang berpegang pada keterangan yang datang dari Tuhannya sama dengan orang yang (setan) menjadikan dia memandang baik perbuatannya yang buruk itu dan mengikuti hawa nafsunya?” (Q.S. Muhammad: 14)

Anakku, adapun muslihat syaitan yang kedua disebutkan oleh para ulama sebagai “taswis”, yakni  semacam bisikan kejahatan yang dibangun atas dasar  keraguan dalam hati manusia, yang secara tegas dijelaskan Allah SWT dengan firman-Nya:

“Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia; Rajanya manusia; Sembahannya manusia; dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi;  yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia;  dari (golongan) jin dan manusia.”  (Q.S. An-Naas: 1-6)

Anakku, dengan muslihat  “taswis” ini tentara-tentara syaitan; baik yang berasal dari kalangan jin maupun yang berwajah manusia, selalu berupaya membangun isu, pikiran-pikiran, dan slogan-slogan yang bertujuan membuat manusia ragu dengan kebenaran Islam. Sehingga pada akhirnya ada yang merasa  tidak yakin dengan kebenaran ajaran Islam yang hakiki, dan berupaya menumbuh kembangkan pemikiran Islam dalam bentuk baru seperti tumbuh dan berkembangnya pemahaman atau ajaran-ajaran baru yag menyesatkan umat.

Anakku, jika engkau dilanda perasaan was-was atau keragu-raguan dalam masalah agama yang engkau yakini, maka segeralah memohon pelindungan dan pertolongan Allah Ta’ala dan bertanya kepada para ulama.  Sehingga pada akhirnya engkau akan ditolong untuk mendapatkan kebenaran yang hakiki sebagaimana yang difirmankan Allah Ta’ala:
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya.” (Q.S. Al-A’raf: 201)

Anakku, mudah-mudahan Allah Ta’ala selalu menolongmu dengan hidayah dan inayah-Nya untuk tetap berada dalam jalan yang diridhoi-Nya di dunia dan di akhirat kelak. Aamiin ya robbal ‘alamiin…! 

Jakarta,  17 Jumadil Akhir  1435 H / 18 April 2014.
KH.Bachtiar Ahmad

Friday 11 April 2014

NASIHAT GURUKU (29): Tentang Sakit



oleh: KH.Bachtiar Ahmad
=====================
Anakku,  satu perkara yang sangat tidak disukai oleh manusia adalah rasa sakit; atau datangnya penyakit yang ditimpakan Allah ke atas dirinya. Padahal sesungguhnya rasa sakit atau penyakit yang dialaminya itu adalah bagian dari cobaan atau ujian iman sebagaimana yang tersirat dan tersurat dalam firman Allah Ta’ala:

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.  Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan.”  (Q.S. Al-Anbiyaa’:  35)

Anakku, rasa sakit atau penyakit yang Allah Ta’ala ujikan kepada orang-orang beriman itu pada hakikatnya adalah suatu rahmat dan nikmat Allah jika  orang yang ditimpa sakit itu  bersabar dalam menerima ujian Allah tersebut, dan tetap melaksanakan apa-apa yang diperintahkan sebatas kemampuan yang ia miliki di dalam keadaan sakit tersebut. Keadaan yang demikian ini telah disebutkan oleh Rasulullah SAW dalam sabda beliau:

“Tiada seorang  Muslim-pun yang terkena oleh sesuatu kesakitan, baik itu berupa duri ataupun sesuatu yang lebih dari itu, melainkan Allah pasti menutupi kesalahan-kesalahannya dengan sebab mushibah yang mengenainya tadi dan diturunkanlah dosa-dosanya sebagaimana sebuah pohon menurunkan daunnya; akan tetapi jika ia bersabar dalam menghadapinya.” (HR. Al-Bukhori dari Ibnu Mas’ud r.a)

Rasulullah SAW juga bersabda:

“Tidak ada kepayahan sakit; kesedihan; kesengsaraan dan musibah yang menimpa seorang muslim, bahkan seklipun tertusuk duri, melainkan Allah menjadikan semua itu sebagai penghapus dosanya, jika ia bersabar. (HR. Al-Bukhori dari Abu Said Al-Khudry dan Abu Hurairah r.a)

Barangsiapa oleh Allah dikehendaki akan memperolehi kebaikan, maka Allah akan memberikan musibah padanya; Baik yang mengenai tubuhnya, hartanya ataupun apa-apa yang sangat dicintainya.” (HR. Al-Bukhori dari Abu Hurairah r.a)

Anakku, ketika engkau diuji Allah dengan penyakit, maka janganlah engkau ubah nikmat Allah tersebut menjadi laknat-Nya. Sebab adakalanya banyak orang yang didera penyakit; bahkan hanya penyakit yang sedikit saja; dirinya telah mengabaikan kewajibannya terhadap Allah Ta’ala. Padahal ia masih memiliki kesadaran dan pikiran yang sehat untuk menunaikan perintah Allah sesuai dengan keringanan dan kemudahan yang telah diberikan  Allah dan Rasul-Nya kepada semua hamba-hamba-Nya yang sedang sakit.

Oleh sebab itu anakku, ketika engkau menderita sakit tetaplah beribadah kepada Allah semampumu dan disamping usaha lahiriah yang engkau lakukan untuk mengobati sakitmu, maka mohonlah kepada Allah Ta’ala agar engkau segera mendapatkan kesembuhan. Karena hanya Allah Ta’ala jua-lah yang menyembuhkan segala macam penyakit sebagaimana ucapan Nabiyallah Ibrahim ‘alaihis-salam yang difirmankan Allah di dalam Kitab-Nya:

“dan apabila aku sakit;  DIA-lah yang menyembuhkan aku.” (Q.S. Asy-Syu’araa’: 80)

Ingatlah anakku, bahwa dengan kesabarannya menerima penyakit yang diujikan Allah kepadanya; maka Allah telah menggantikan semua milik harta benda dan anak-anak Nabi Ayyub yang sebelumnya telah diambil Allah dengan berlipat ganda. Begitu juga dengan Nabi Sulaiman, bahwa kesabarannya dalam menerima ujian sakit yang diberikan Allah kepadanya, maka kepadanya telah Allah berikan kerajaan dan kekuasaan yang tidak pernah dimiliki oleh seseorangpun di muka bumi ini.

Anakku, mudah-mudahan nasihatku yang ringkas ini bermanfaat untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaanmu kepada Allah Ta’ala.

Jakarta,  10 Jumadil Akhir  1435 H / 11 April 2014.
KH.Bachtiar Ahmad

Friday 4 April 2014

NASIHAT GURUKU (28): Tentang Pujian.



oleh: KH.Bachtiar Ahmad
=====================
Anakku,  sesungguhnya Allah Ta’ala telah berfirman di dalam Kitab-Nya:

“Dialah Yang hidup kekal, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadah kepada-Nya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.”  (Q.S. Al-Mu’min/Ghafir: 65)

Dan itu artinya, hendaklah engkau beribadah kepada Allah atau berbuat kebajikan hanya semata-mata karena Allah Ta’ala. Bukan mengharapkan pujian atau ingin dipuji oleh orang lain. Sebab jika engkau tidak waspada, maka pujian itu dapat menumbuhkan penyakit riya’; ujub dan menumbuhkan kesombongan diri yang akan mengantarkanmu kepada murkanya Allah Ta’ala. Dan oleh karena bahaya yang demikian itu pulalah Rasulullah SAW sangat melarang seseorang memuji seseorang yang lain sebagaimana yang tersirat dalam sabda beliau:

Diriwayatkan dari Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a; Bahwa suatu ketika  Rasulullah SAW mendengar seorang lelaki memuji seorang lelaki lain, lantas Baginda SAW bersabda: “Celakalah engkau! Sesungguhnya engkau telah menggorok leher saudaramu; engkau telah menggorok leher saudaramu! Kemudian Baginda SAW bersabda: “Sekiranya seseorang daripada kamu tidak dapat mengelak daripada memuji temannya maka hendaklah dia berkata;  saya si fulan demikian dan demikian, akan tetapi  Allah-lah yang menilai (keadaan sebenarnya). Aku tidak mau menilai atas nama Allah (kepada seseorang) demikian dan demikian, jika memang kelebihan itu ada pada dirinya.” (HR. Mutafaq ‘alaihi dari Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a)

Rasulullah SAW juga bersabda: “Berwaspadalah kamu daripada perangai puji memuji. Sesungguhnya pujian itu adalah sembelihan.” (HR. Imam  Ahmad dari Muawiyah r.a)

Anakku, hendaklah engkau selalu ingat; bahwa segala macam bentuk pujian itu adalah hanya untuk Allah Ta’ala sebagaimana firman-Nya:

“Segala puji hanya untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (Q.S. Al-Fatihah: 2)

Oleh sebab itulah jika ada orang yang memujimu, maka hakikatnya pujian itu adalah untuk Allah semata seperti yang dikatakan oleh Syaikh Abdullah Al-Ghazali:

“Sesungguhnya penghormatan dan pujian yang diberikan orang kepadamu, adalah penghormatan dan pujian yang mereka tujukan kepada Allah Ta’ala. Sebab sesungguhnya dengan segala kebesaran; keagungan dan kasih sayang-Nya, Allah telah menutupi aib yang ada pada dirimu.”
                                       
Anakku, mudah-mudahan nasihatku yang ringkas ini bermanfaat untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaanmu kepada Allah Ta’ala.

Jakarta,  3 Jumadil Akhir  1435 H / 3 April 2014.
KH.Bachtiar Ahmad

Sekapur Sirih

Bagi yang berminat dengan tulisan yang ada, silahkan dicopy agar dapat berbagi dengan yang lain sebagai salah satu upaya kita untuk menunaikan “amar ma’ruf nahi munkar” yang diperintahkan Allah SWT.