oleh: KH. Bachtiar Ahmad
======================
Sekarang kita sudah kembali berada di bulan Rabi’ul Awal, bulan dimana
di banyak tempat kaum Muslimin sibuk menyelenggarakan “Peringatan Maulid Nabi
SAW” Dan tentunya banyak diantara kita yang sudah tahu bahwa, tujuan awal
peringatan Maulid Nabi SAW yang secara besar-besaran dilakukan oleh Salahuddin al Ayyubi adalah; agar kaum muslimin; khususnya para prajurit yang ketika itu
berlaga di medan perang salib, tetap memiliki semangat juang yang tinggi;
meneladani Rasulullah SAW dan para sahabat beliau dalam segala aspek, demi
menegakkan kalimat Laa ila ha
illallaah dan memiliki “akhlaqul kariimah”. Lalu apa dan
bagaimana pula perihal kita setelah merayakan dan memperingati maulid Nabi SAW dari
tahun ke tahun ?
Dalam beberapa
kurun waktu terakhir ini (khususnya di negeri kita) peringatan Maulid Nabi SAW
tampaknya hanya berlaku sebagai acara tahunan, yang diperingati dan
dirayakan sebagai tanda (sekadar) ingat kepada Rasul Allah yang bernama Muhammad
SAW. Dan yang anehnya kadang-kadang dalam peringatan Maulid, dimana
seharusnya materi pokok yang dibicarakan adalah sejarah kehidupan dan
perjuangan beliau; Maka sering kali masalah ini terabaikan. Para muballigh
atau pendakwah hanya sedikit sekali yang menyinggung “biografi” hamba
Allah yang agung tersebut, mereka sibuk membicarakan ihwal yang lain; bahkan
terkadang membicarakan dan membuka aib-aib orang lain. Padahal sebagaimana yang
telah kita singgung di atas, tujuan peringatan Maulid Nabi SAW pada awalnya
adalah untuk membuka dan membaca kembali
sejarah hidup dan perjuangan Rasulullah SAW, serta mengambil teladan dari
sejarah tersebut untuk ditiru dan dilakoni semaksimal mungkin dalam melaksanakan
“amar ma’ruf nahi munkar” sebagaimana yang dingatkan Allah kepada kita
melalui firman-Nya:
“Sesungguhnya telah ada pada diri
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian, yaitu bagi orang-orang yang
senantiasa mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat, dan dia banyak
mengingat (dan menyebut nama) Allah.” (Q.S.Al-Ahzab: 21)
Sebenarnya bagi
kita orang (yang mengaku) muslim dan mencintai Nabinya (Muhammad SAW), adalah
sangat perlu untuk terus mengkaji; membicarakan menyimak biografi atau riwayat
hidup beliau; mempelajari sisi-sisi keagungan budi pekerti dan perjuangan
beliau, untuk kemudian diterapkan di dalam kehidupan kita sendiri. Sebab dengan
tegas Allah Ta’ala telah menyatakan:
“Dan
sesungguhnya kamu (hai Muhammad), benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (Q.S. Al-Qalam: 4)
Akan tetapi
kenyataannya banyak yang tidak peduli. Kalaupun ada sisi kehidupan beliau yang ditiru dan
aplikasikan di dalam keseharian kita, maka itupun tidak lebih dari sekedar
mengikuti cara-cara beliau beribadah (itupun sekadar yang perlu dan yang kita
rasakan wajib untuk dilaksanakan)
Mungkin oleh
karena ketidak tahuan; atau hanya tahu sedikit tentang “pribadi dan akhlak”
Rasulullah SAW itulah, maka banyak generasi muda Islam yang menjadikan
tokoh-tokoh lainnya sebagai idolanya atau orang yang mereka contoh dan tiru
dalam kehidupan yang mereka jalani. Banyak “anak muda” atau mungkin saja kita
sendiri yang lebih mengenal tokoh-tokoh duniawi seperti artis musik; bintang
film dan; para politisi dan tokoh-tokoh lainnya
yang sesungguhnya tidak layak untuk diteladani atau ditiru.
Sekarang
pertanyaannya adalah; Untuk apa sebenarnya
kita menyelenggarakan peringatan Maulid Nabi yang sangat-sangat kita
cintai; Muhammad SAW. Bahkan kadang-kadang dengan biaya yang tidak sedikit
kalau hanya sekadar kumpul; baca barzanji; baca sholawat; ceramah untuk ta’at
kepada Allah dan Rasul-Nya. Sementara di sisi yang lain masih banyak di antara
kita yang masih samar tentang sosok Muhammad Rasulullah SAW yang setiap tahun
kita peringati Maulidnya. Padahal untuk menumbuhkan cinta dan kecintaan yang
sangat mendalam itu, tidak hanya cukup dengan sekadar mengenal dan menyebut
nama orang yang kita cintai.
Maka
seyogianyalah kita berkewajiban untuk mempelajari dan mengenal lebih jauh dan
lebih banyak lagi “sosok” Muhammad Rasulullah SAW dengan berbagai cara, tidak
hanya ketika tiba bulan Rabi’ul Awal saja, melainkan setiap sa’at; setiap ada
kesempatan; agar kecintaan dan pengabdian kita kepada Allah Ta’ala semakin baik
dan mendekati kesempurnaannya sebagaimana yang telah dicontohkan oleh
Rasulullah SAW. Semoga tulisan ini bermanfa’at adanya. Wallahua’lam
Bagansiapiapi,
4 Rabi’ul Awal 1436 H / 26 Desember 2014
KH.BACHTIAR AHMAD