Friday 18 December 2015

NASIHAT GURUKU (45): Beriman dengan ikhlas.

0leh: KH.Bachtiar Ahmad
 ====================
Anakku, hendaklah engkau sungguh-sungguh ikhlas beriman kepada Allah tanpa syarat apapun. Janganlah engkau jadikan Allah Ta’ala semata-mata sebagai tumpuan harapan dalam memenuhi segala kehendak dan keinginan nafsumu saja sebagai syarat engkau beriman kepada-Nya. Sebab hal yang demikian itu akan dapat merugikan dirimu  di dunia dan di akhirat kelak sebagaimana yang telah ditegaskan Allah di dalam Kitab-Nya:

''Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi (tidak dengan penuh keyakinan), jika ia memperoleh kebajikan tetaplah ia dalam keadaan itu (keimanan) dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana berbaliklah ia kebelakang (menjadi kafir lagi); rugilah ia di dunia dan di akhirat, yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.'' (Q.S. Al-Hajj: 11)
Anakku, dalam hal ini mungkin engkau tidak sepenuhnya menjadi kafir atau keluar dari Islam sebagai agama yang engkau yakini. Akan tetapi  ketika datang perasaan  malas dan engkau meninggalkan kewajiban atau ibadah yang Allah perintahkan lantaran hajat atau keinginanmu tidak dikabulkan Allah; maka keadaan itu jauh lebih buruk lagi bagi dirimu. Sebab dirimu dapat digolongkan sebagai “orang munafik” sebagaimana yang tersirat dan tersurat dalam Firman Allah Ta’ala:

“Dan di antara manusia ada orang yang berkata: “Kami beriman kepada Allah”, maka apabila ia disakiti/diuji (karena ia beriman) kepada Allah, ia menganggap fitnah manusia itu sebagai azab Allah. Dan sungguh jika datang pertolongan dari Tuhanmu, mereka pasti akan berkata: “Sesungguhnya kami adalah besertamu.” Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada semua manusia? //  Dan sesungguhnya Allah benar-benar mengetahui orang-orang yang beriman: dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang munafik.” (Q.S. Al-Ankabut: 10-11)

Ingatlah anakku, bahwa sesungguhnya “tempat” orang-orang munafik di akhirat nanti jauh lebih buruk dibandingkan orang-orang kafir. Hal ini ditegaskan Allah dengan Firman-Nya:

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka.”  (Q.S. An-Nisaa’: 145)

Anakku, bersungguh-sungguh dan ikhlas beriman kepada Allah Ta’ala itu tidak hanya berlaku dalam hubungan kita dengan Allah Ta’ala, akan tetapi juga berkaitan dengan akhlak kita dengan sesama manusia; Artinya adalah, bahwa hendaklah ikhlas membantu orang lain tanpa pernah memikirkan apa keuntungan yang akan diperoleh dari pertolongan yang kita berikan itu. Sebab orang yang hanya mengharapkan keuntungan dari pertolongan yang ia berikan kepada orang lain, adalah orang yang rugi lagi binasa sebagaimana yang disabdakan Rasulullah SAW:

Binasalah (orang yang menjadi) budak (harta berupa) emas, celakalah (orang yang menjadi) budak (harta berupa) perak, binasalah budak (harta berupa) pakaian indah, kalau dia mendapatkan harta tersebut maka dia akan ridha (senang), tapi kalau dia tidak mendapatkannya maka dia akan murka. Celakalah dia tersungkur wajahnya (merugi serta gagal usahanya), dan jika dia tertusuk duri (bencana akibat perbuatannya) maka dia tidak akan lepas darinya”. (HR. Bukhari dari Abu Hurairah r.a)

Semoga kita termasuk ke dalam golongan orang-orang yang ikhlas dan sungguh-sungguh kepada Allah Ta’ala dan rasul-Nya. Wallahua’lam.

Bagansiapiapi, 6 Rabi’ul Awal 1437 H / 18 Desember 2015

KH.Bachtiar Ahmad

Friday 4 December 2015

BUKAN CINTA BIASA

oleh: KH. Bachtiar Ahmad
=====================
“CINTA” adalah salah satu anugerah Allah Ta’ala yang terbaik dan terindah dalam kehidupan manusia, yang secara umum di dalamnya ada rasa suka; kasih sayang; saling merindu; rasa hormat; malu; taat; patuh dan tunduk kepada yang dicintai serta dapat pula memacu semangat untuk berbuat lebih baik, bahkan sanggup mengorbankan jiwa raga untuk yang dicintai. Dan dalam petikan kisah-kisah berikut, mudah-mudahan kita bisa belajar lebih banyak dan mendalam tentang kondisi cinta yang luar biasa; atau “bukan cinta biasa” sebagaimana yang kita rasakan saat ini; Khususnya cinta seorang hamba kepada Allah dan Rasul-Nya sebagai pengejawantahan dari Firman Allah Ta’ala:

“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”  (Q.S. Ali ‘Imran: 31)
=001=
Al-Hafizh Ibnu Hajar  menceritakan dalam Al-Ishabah fi Tamyizish Shahabah:  

“Bahwa ketika perang Uhud meletus, Hanzhalah baru saja menikah dan menikmati malam pertamanya. Dan pagi harinya ketika ia mendengar seruan untuk berangkat ke medan perang, ia segera menyambutnya dan serta merta bergabung dengan pasukan yang sedang berjalan ke Uhud. Padahal ia belum sempat mandi junub. Hal ini terjadi lantaran cintanya Hanzhalah kepada Rasulullah SAW dan tak ingin kehilangan kesempatan sedikitpun untuk bersama-sama dengan beliau dan para sahabat yang lain untuk membela agama Allah.

Selanjutnya atas kehendak Allah, Hanzalah gugur sebagai syuhada Uhud, dan tentu saja apa yang dialaminya menjadi bahan perbincangan. Lalu keadaan ini disampaikan kepada Rasulullah SAW, bahwa Hanzhalah gugur dalam keadaan junub. Rasulullah SAW kemudian bersabda: “Sesungguhnya sahabat kalian (Hanzhalah) dimandikan oleh para malaikat”.

=002=
Di kisah yang lain As-Syaikh Muhammad ibnul Qayyim al-Jauziyah  menukilkan kisah Abu Khaitsamah r.a dalam Zadul Ma’ad  sebagai berikut:

“Lantaran terpengaruh oleh an-nafs al-ammarah bis suu’  (nafsu yang cenderung kepada keburukan), Abu Khaitsamah tertinggal dari rombongan pasukan  Rasulullah SAW yang bergerak ke medan perang Tabuk. Di sa’at yang sama Abu Khaitsamah sedang asyik duduk bercengkerama dengan para istrinya. Dan ketika itu cuaca sangat panas lantaran matahari sedang terik-teriknya.

Akan tetapi beberapa saat kemudian, ketika Abu Khaitsamah melihat  air dan makanan yang terhidang di hadapannya serta beberapa istri yang tengah mengelilinginya, dia tersentak dan berkata kepada istri-istrinya: “Haruskah aku begini, bergelimang kenikmatan dan kemewahan, sementara Rasulullah dan sahabat-sahabat beliau berada di bawah sengatan teriknya matahari dan tiupan angin padang pasir?  Demi Allah, tidak demikian; aku tidak akan mendekati kalian barang seorangpun walau hanya sesaat,  dan tak akan kunikmati air dan makanan yang kalian hidangkan ini, sampai aku bisa menyusul dan bersama-sama dengan Rasulullah.”

Abu Khaitsamah lalu bangkit meninggalkan istri-istri dan makanan serta minuman yang telah dihidangkan untuknya. Abu Khaitsamah bergegas mengambil kuda dan peralatan perangnya untuk segera menyusul Rasulullah SAW dan para sahabat yang sedang menuju Tabuk. Dan melihat debu mengepul ke udara, Rasulullah pun tahu bahwa yang sedang berpacu ke arah beliau adalah Abu Khaitsamah, seorang sahabat dan mukmin sejati yang tak mungkin meninggalkan jihadnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Maka Rasulullah SAW pun bersabda: “Jadilah kalian seperti Abu Khaitsamah.”

=000=
“Hanzalah” maupun “Abu Khaitsamah” hanyalah sedikit  contoh teladan bagi orang-orang beriman dalam hal mencintai dan menta’ati Allah dan Rasul-Nya. Lalu bagaimana dengan “cinta” kita kepada Allah dan Rasul-Nya?
Wallahua’lam.

Bagansiapiapi, 17 Safar 1437 H / 30 Nopember 2015
KH.Bachtiar Ahmad

Sekapur Sirih

Bagi yang berminat dengan tulisan yang ada, silahkan dicopy agar dapat berbagi dengan yang lain sebagai salah satu upaya kita untuk menunaikan “amar ma’ruf nahi munkar” yang diperintahkan Allah SWT.