oleh:
KH.Bachtiar Ahmad
=====================
Sebagai
orang yang pernah dizalimi, saya sangat prihatin sekali melihat keadaan yang
demikian itu. Padahal kalau bicara “dizalimi”, sampai saat ini saya masih
merasakan sakit dan pahitnya. Bayangkan, sejak 5(lima) tahun yang lalu; sejak
2010; karena sikap dan ucapan kritis saya terhadap gaya kepemimpinan pak Annas;
saya dilarang untuk berdakwah; baik melalui mimbar maupun melalui
tulisan-tulisan yang saya buat (bahkan bulletin Jumat milik IPHI Rokan Hilir
yang telah kami terbitkan sejak tahun 2002 dilarang terbit dan diedarkan ke
masjid-masjid di Rokan Hilir; khususnya di Bagansiapiapi). Sehingga sejak 2010 itu, karena ketakutan
mereka kepada “rezim pak Annas”; banyak Pengurus Masjid yang menutup
“mimbarnya” untuk saya berdakwah. Bahkan LDI (Lembaga Dakwah Islam) Rokan Hilir
langsung mencoret dan menghilangkan “nama saya” daftar Khatib/Mubaligh/Da’i
yang mereka jadwalkan sebagai “Khatib Jum’at”. Padahal apa yang saya sampaikan
bukanlah hal-hal yang berkaitan dengan sikap “KKN” yang dilakukan pak Annas dan
krooni-kroninya, melainkan adalah hal-hal yang secara prinsip sangat
bersentuhan dengan “masalah aqidah”, yang entah sadar atau tidak selalu
diabaikan pak Annas. Dan kezaliman itu tidak hanya berlaku buat saya sendiri,
tapi juga berimbas kepada anak dan keluarga saya.
Orang
yang dizalimi boleh-boleh saja dan bisa saja merasa “sakit hati”, tapi sebagi
orang yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian, hal itu tidaklah boleh
dijadikan sebagai alasan untuk “menghujat dan mencaci maki” orang yang
menzalimi kita, ketika dia mendapat musibah. Sebab bisa saja, “rahmat Allah”
yang selama ini kita peroleh sebagai
orang yang dizalimi akan berbalik menjadi “laknat Allah” tatkala kita
mencaci maki dan menghujat orang yang pernah menzalimi kita itu mendapat
musibah atau hukuman dari Allah lantaran perbuatannya, sebagaimana yang
di-ingatkan oleh Rasulullah SAW dalam hadis beliau:
“Janganlah
engkau gembira karena adanya sesuatu bencana pada saudaramu sesama Muslim,
sebab jikalau engkau demikian, maka Allah akan memberikan kerahmatan kepada
saudaramu itu sedang engkau sendiri akan diberi cobaan, yakni bala'
oleh-Nya.” (HR. Muslim dari Watsilah bin al-Asqa' r.a)
“Annas
Maamun” adalah manusia biasa yang tidak luput dari salah dan dosa, jadi
tidaklah sepatutnya kita bergembira apalagi menghujat serta mencaci makinya.
Kita seharusnya bersyukur kepada Allah Ta’ala, bahwa dengan “cara” yang
dikehendaki-Nya, Allah telah memberikan kesempatan kepada pak Annas untuk
mengoreksi keslahan dan kekeliruannya; dan in syaa’ Allah diterima pula
taubatnya, jika ia mau bertaubat dan memohon ampun atas semua perbuatan buruk
yang pernah dilakukannya kepada Allah Ta’ala. Mudah-mudahan akan ringan pula
“lidah” Annas Maamun untuk segera secara terbuka meminta ma’af kepada
orang-orang yang pernah dipimpinnya; khususnya yang telah dizaliminya selama
ini. Sementara untuk keluarga dan orang-orang yang pernah memanfaatkan pak
Annas, disamping diberikan kesabaran dalam menghadapi musibah ataupun ujian
Allah tersebut, juga mau mengoreksi diri mereka dan semoga diberikan hidayah
yang baik oleh Allah Ta’ala. Dan tentu saja ini menjadi pelajaran bagi kita
semua, agar tidak mudah melanggar ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Sebab bagaimanapun
juga, dibalik “kezaliman dan kejahatan” yang dilakukan pak Annas, masih ada
“sisi baik” yang telah beliau lakukan untuk kita selama dalam masa
kepemimpinannya; khususnya ketika beliau menjabat sebagai “Bupati Rokan Hilir”. Dan buat saya sendiri bukan itu saja, bahwa
walaupun hanya dalam kurun waktu yang singkat, beliau pernah menjadi “guru”
saat saya masih duduk di SMP Negeri Bagansiapiapi.
Mari
kita belajar dari Rasulullah SAW, bahwa ketika beliau sudah menguasai Makkah
al-Mukarramah; ketika pedang ada ditangan beliau dan Allah memberi izin untuk
menghukum orang-orang yang pernah menzalimi beliau; Rasulullah SAW sedikitpun
tidak berniat membalas kezaliman yang pernah beliau terima; melainkan memberi
maaf kepada segenap penduduk Makkah; baik yang hadir ketika itu maupun yang
masih bersembunyi karena rasa takut yang mereka miliki.
Allah
Ta’ala memang tidak melarang kita untuk membalas perbuatan jahat seseorang,
yang setimpal dengan kejahatannya yang telah dilakukannya kepada kita. Akan
tetapi karena Allah Ta’ala itu adalah Maha Pengampun lagi Maha Pema’af, maka
Allah Ta’ala lebih menyukai orang-orang yang memberikan ma’afnya sebagaimana
Firman-Nya:
“Dan balasan
suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka Barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka
pahalanya atas (tanggungan) Allah.
Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang lalim.” (QS. Al-Mukmin: 40)
Al-Qur’an
juga menerangkan, bahwa pada hakikatnya
orang yang suka memberi ma’af adalah orang-orang yang pandai lagi
berilmu. Allah Ta’ala berfirman:
“Jadilah engkau
pemaaf dan suruhlah orang
mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh.” (Q.S. Al-A’raf:
199)
Sedangkan dalam satu hadits qudsi
disebutkan, bahwa orang yang suka memberi ma’af itu adalah orang yang mulia
dalam pandangan Allah Ta’ala sebagaimana yang diriwayatkan oleh Kharaiti dari Abu Hurairah r.a Allah Ta’ala telah berfirman:
“Sesungguhnya
Musa a.s bertanya kepada Allah: “Ya Rabbi, siapakah di antara hamba-Mu yang
lebih mulia menurut pandangan-Mu ?.” Lalu Allah SWT berfirman: ”Dia adalah
orang yang bertakwa yang apabila berkuasa dapat memberi ma’af kepada musuhnya.”
Untuk itu marilah kita memberi maaf dan mendo’akan
pak Annas, agar Allah Ta’ala tetap mencurahkan rahmat dan ridho-Nya kepada
kita; baik di dunia dan lebioh-lebih lagi setelah kita kembali kepada-Nya:
“Allahumma ya Allah, sesungguhnya hamba-Mu yang
bernama Annas Maamun pernah melakukan perbuatan yang tidak Engkau sukai;
kiranya dengan pengajaran yang telah Engkau berikan kepadanya; Engkau memaafkan
dan mengampuni dosa-dosanya; dan Engkau tunjuki ia jalan yang Engkau ridhoi.
Allahumma ya Allah, berikan kesabaran kepada ahli
keluarganya dalam ujian yang Engkau berikan itu dan tunjuki juga mereka dengan
hidayah-Mu, agar mereka menjadi hamba-hamba-Mu yang bertakwa.”
“Shollallaahu robbuna ‘alan-nuril mubin; ahmadal
musthofa sayyidil mursalin; wa ‘alaa aalihi washohbihi ajma’iin.
Walhamdulillahi robbil ‘alamiin….
Bagansiapiapi, 4 Zulhijjah 1435 H / 29 September
2014.
KH.Bachtiar Ahmad