oleh:
KH.BACHTIAR AHMAD
========================
Catatan ringkas ini saya tulis
untuk memenuhi permintaan salah seorang “teman kita di FB” yang
minta dijelaskan mengenai ucapan “amirul mukminin” Umar bin
Khattab r.a yang saya kutip sebagai status beberapa waktu yang lalu.
Jika Allah mengizinkan, maka ada tiga perkara
yang membuatku ingin terus hidup di dunia ini, yakni: berjihad untuk agama
Allah; menghidupkan waktu malam dan berkumpul bersama orang-orang yang selalu
berbicara dengan perkataan-perkataan yang bagus, sebagaimana ia memilih korma
yang bagus-bagus. (Umar bin Khattab r.a)
Sebenarnya apa yang menjadi “keinginan”
Umar bin Khattab r.a dalam
ucapannya tersebut adalah sesuatu yang sangat mudah untuk dipahami dan
dimengerti. Hanyasaja barangkali yang perlu dipertegas adalah tentang “berjihad
untuk agama Allah” . Sebab jika kita mengacu pada kondisi dan situasi
dimana sa’at itu beliau hidup, maka boleh jadi makna “jihad” tersebut
hanya terbatas pada kondisi “perang”
dalam menghadapi musuh (agama) Allah SWT. Padahal makna “berjihad
untuk agama Allah” tidaklah sempit sebagaimana yang diketahui oleh
sebahagian orang.
Lapangan “jihad”
bagi orang yang beriman adalah sangat luas, mulai dari “membuang duri di
jalan” sampai pada tingkat “mengangkat
senjata” berperang melawan
orang-orang kafir yang memusuhi (agama) Islam. Bahkan “seorang ibu” yang
berjuang untuk anaknya mulai dari sa’at ia mengandung (hamil) sampai pada sa’at
melahirkan dan membesarkan anak-anaknya adalah juga merupakan “jihad”,
walaupun (mungkin) di sisi Allah tingkat dan kualitasnya tidak sama dengan
jihad di medan perang.
Jadi secara umum dapatlah
dikatakan, bahwa yang termasuk dalam kelompok “jihad” itu adalah
segala macam kebajikan yang dilakukan seseorang dalam menjalankan dan
menghidupkan agama Allah; khususnya yang berkaitan dengan kepentingan orang
banyak, yang kesemuanya itu dilakukan dalam rangka untuk meningkatkan keta’atan
dan mendekatkan diri kepada Allah SWT sebagaimana yang tersirat dan tersurat
dalam firman-Nya:
“Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang
mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu
mendapat keberuntungan.” (Q.S. Al-Maaidah: 35)
Adapun
“menghidupkan waktu malam” tentulah sudah sangat jelas bagi kita,
bahwa maknanya adalah dengan bergiat melakukan aktifitas ibadah di malam hari
sebagaimana perintah Allah yang banyak kita jumpai di dalam Al-Quran. Bahkan
aktifitas ibadah inilah yang mula pertama di-ingatkan dan diperintahkan Allah
kepada Rasulullah SAW beberapa sa’at setelah beliau menerima wahyu pertama
sebagai Nabi dan Rasul Allah sebagaimana yang dijelaskan oleh Al-Qur’an:
“Hai
orang yang berselimut (Muhammad); . bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari,
kecuali sedikit (daripadanya); (yaitu)
seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit: atau lebih dari seperdua itu; dan bacalah Al
Quran itu dengan perlahan-lahan: . Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan
yang berat: . Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk
khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.” (Q.S.
Al-Muzzammil: 1-6)
Dan perintah yang demikian itu
juga dapat kita simak dalam ayat-ayat lain (di antaranya):
“Dan
pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah
tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang
terpuji.” (Q.S. Al-Israa’: 79)
“dan
bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, sebelum terbit matahari dan sebelum
terbenamnya dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan pada
waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa senang.” (Q.S.
Thaa-Haa: 130)
“dan
bertasbihlah kamu kepada-Nya di malam hari dan setiap selesai sembahyang.” (Q.S. Qaaf:
40)
Keinginan Umar r.a “berkumpul
bersama orang-orang yang selalu berbicara dengan perkataan-perkataan yang bagus”
adalah hal mutlak dan wajib
untuk di-ikuti oleh setiap orang yang beriman. Sebab bagaimanapun Allah dan
Rasul-Nya; Muhammad SAW telah memerintahkan kepada kita untuk “tidak berbicara” kecuali dengan “perkataan yang
baik-baik” sebagaimana yang
tersirat dalam firman-Nya:
“Perkataan yang baik dan
pemberian maaf (adalah) lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu
yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” (Q.S. Al-Baqarah: 263)
“dan ucapkanlah kepada
mereka perkataan yang baik.” (Q.S. An-Nisaa’: 8)
Bahkan dalam ayat lainnya Allah
SWT menerangkan, bahwa salah satu tanda dari “ibadur-rahman” atau hamba-hamba yang dicintai oleh Allahur-Rahman
adalah mereka yang selalu mengucapka perkataan yang baik-baik, sekalipun orang lain
berbuat jahil kepada mereka. Allah SWT berfirman:
“dan hamba-hamba Tuhan
yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan
rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan
kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” (Q.S. Al-Furqaan: 63)
Dan mengenai hal ini Rasulullah
SAW bersabda:
“Siapa yang beriman
kepada Allah dan Hari Kemudian, maka hendaklah ia berbicara (dengan perkataan)
yang baik atau diam (jika tidak bisa melakukannya)” (HR. Muttafaq ‘alaihi dari Abu Hurairah r.a)
Inilah sedikit catatan tentang
ucapan Umar bin Khattab r.a yang telah dinukilkan di awal tulisan ini.
Mudah-mudahan dapat dipahami dan bermanfaat adanya bagi upaya meningkatkan
keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT. Wallahua’lam
Jakarta, 10 Syawal 1433 H / 28
Agustus 2012
KH.BACHTIAR AHMAD
No comments:
Post a Comment