oleh: KH.BACHTIAR AHMAD
=======================
Dalam “Kisah-kisah Sufistik”
diceritakan bahwa: “ Suatu hari datanglah seorang laki-laki mengadukan
kehidupannya yang susah kepada salah seorang ulama yang terkenal alim
dan wara’. Laki-laki tersebut meminta
ulama tersebut berdo’a kepada Allah agar dirinya lepas dari berbagai macam
kesulitan dan Allah memberinya kesenangan hidup.
Beberapa sa’at setelah
memperhatikan keadaan laki-laki tersebut, sang ulama berkata: “Sebelum aku
berdo’a kepada Allah, aku ingin bertanya kepadamu; Apakah
engkau mau penglihatanmu diambil dan sebagai gantinya engkau kesenangan yang
engkau minta?” Dan laki-laki
itu tentu saja menjawab: ”Tidak.”
Kemudian sang
ulama bertanya lagi: ”Atau jika tidak apakah engkau senang menjadi orang
bisu dan sebagai gantinya engkau diberikan kebahagiaan?” Laki-laki itu juga
menjawab tidak.
Lalu ulama yang
masyhur dengan kesalehannya saleh itu kembali bertanya: ”Jika tidak, maukah
tangan atau kakimu menjadi buntung, lalu kamu mendapatkan kebahagiaan yang
engkau dambakan?”. Laki-laki tersebut juga menjawab tidak mau.
Selanjutnya sang
ulama bertanya kepada laki-laki tersebut: ”Apakah engkau mau menjadi orang kaya,
tapi sakit-sakitan; tak punya nafsu makan; tak bisa tidur nyenyak sekalipun di
atas kasur yang empuk ?”. Dan
tentu saja laki-laki yang merasa dirinya
malang
tersebut menjawab tidak.
Akhirnya
ulama yang alim tersebut berkata kepada
si laki-laki: “Kalau begitu, apakah engkau tidak merasa malu kepada Allah
Yang Maha Pemurah, yang telah memberimu harta yang tak terbilang banyaknya,
yang saat ini kau miliki, walaupun harta-harta tersebut tidak dalam bentuk uang
dinar maupun emas permata.” Sejenak laki-laki itu terdiam dan sang ulama
berkata lagi padanya: “Jadi
dengan alasan itu engkau seharusnya engkau bersyukur kepada Allah, sebab
engkau telah diberinya tubuh yang lengkap dan kesehatan yang baik, yang
kesemuanya itu dapat engkau jadikan modal berusaha dan sekaligus berdoa kepada
Allah agar engkau diberikannya
kebahagiaan hidup.” Dan demi mendengar itu, laki-laki tersebut hanya
bisa menangis menyesali kebodohan dirinya. Kemudian iapun segera menyatakan
penyesalannya dan bertaubat kepada Allah
SWT.
Dari
penggalan kisah di atas, maka paling tidak ada dua hal yang telah diajarkan kepada
kita:
Pertama; hendaknya
kita jangan pernah merasa susah jika Allah SWT tidak memberikan harta atau
rezeki yang banyak kepada kita. Karena sesungguh-nya yang disebut sebagai “nikmat
Allah” tak dapat kita hitung banyaknya sebagaimana firman-Nya:
“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat
menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (Q.S. An-Nahl:
18)
Nikmat
yang diberikan Allah SWT kepada kita tidak hanya dalam bentuk materi atau harta
benda yang kita anggap sangat penting untuk menunjang kehidupan kita di dunia
ini. Sebab masih banyak nikmat Allah yang jauh lebih penting fungsi atau
peranannya untuk menunjang kehidupan kita di dunia yang fana ini, seperti nikmat
iman; nikmat kesehatan; kesempurnaan fisik atau tubuh yang kita miliki dan
lain-lain sebagainya. Bahkan nikmat-nikmat Allah yang semacam ini tentunya tak
dapat diukur dan dinilai berapapun besar
harganya sebagaimana yang tercermin dari penggalan kisah di atas.
Dalam
hal ini tentulah seseorang yang memiliki perangkat tubuh yang sempurna semisal
mata, tidak akan sudi menjual matanya, sekalipun hanya sebelah saja, walaupun
ada yang berani membayar atau membelinya dengan harga milyaran rupiah. Atau
pastilah anda tidak akan mau terus menerus berada di rumah sakit atau setiap
saat berurusan dengan dokter, sekalipun anda punya uang dan harta benda yang
berlimpah-limpah. Kata orang: “Lebih baik hidup sehat sekalipun makan hanya
sekali dalam sehari daripada banyak duit tapi sakit-sakitan.”
Hal
kedua yang patut kita ambil
hikmah dan pelajarannya dari cuplikan kisah di atas adalah, hendaklah kita
senantiasa bersyukur kepada Allah SWT atas segala nikmat yang diberikan-Nya.
Sekalipun tak ada rezeki atau harta yang berlimpah yang di anugerahkan Allah
SWT kepada kita. Sebab bagi orang-orang yang beriman, “bersyukur” kepada
Allah SWT adalah hal yang diwajibkan; Baik dalam keadaan senang dan kaya maupun
dalam keadaan susah dan miskin menurut keadaan lahiriah yang mereka rasakan.
Bukankah Allah SWT telah berfirman:
“Dan (ingatlah juga) tatkala Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika
kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (Q.S.Ibrahim: 7)
Jadi
hidup ini bukanlah diukur dari apa yang terpandang oleh mata dan yang dirasakan
oleh diri semata, akan tetapi hendaklah dilihat dari secara menyeluruh dari apa
saja yang telah Allah berikan kepada kita. Sehingga pada akhirnya akan kita
temukan; bahwa tidak ada alasan bagi kita untuk “tidak bersyukur” atas
segala nikmat hidup yang telah Allah karuniakan kepada kita. Terlebih-lebih
lagi atas nikmat “iman dan islam” yang telah Allah anugerahkan kepada
kita semenjak kita dilahirkan ke atas dunia yang fana ini. Kata orang tua saya:
Mulakan kerja dengan Bismillah; sudah selesai Alhamdulillah
Walaupun hidup terasa susah; tetaplah bersyukur
kepada Allah
Manusia dicipta asalnya tanah; kelak kembali ke
dalam tanah
Supaya hidup menjadi berkah; banyaklah bersyukur kepada Allah.
Wallahua’lam.
Bagansiapiapi,
25 Jumadil Awal 1433 H / 27 April 2012
KH.BACHTIAR AHMAD
No comments:
Post a Comment