oleh: KH.BACHTIAR
AHMAD
========================
Dalam pepatah Melayu ada dikatakan: “Jangan diikut
buaya menyelam”. Artinya, sebagai manusia biasa kita pasti akan mati lemas
lantaran kemampuan kita bertahan di dalam air sangatlah terbatas dibandingkan
dengan buaya. Sebab “buaya” memang diciptakan dan dilahirkan untuk hidup di dalam air. Sedangkan manusia,
walau diciptakan dari “setetes air hina” tidaklah demikian halnya.
“Jangan di-ikut buaya menyelam” adalah
kata kiasan yang sering digunakan sebagai nasihat untuk orang atau seseorang
yang hidup dalam serba kekurangan (miskin), tapi lagak lagunya selalu bergaya bagaikan orang yang hidup dalam
kondisi berkecukupan (kaya). Dan jika sudah demikian keadaannya, maka suatu
sa’at pastilah ia akan susah sendiri. Bahkan bisa “mati lemas” karena “ikut
buaya menyelam”. Namun demikian sebagaimana yang pernah saya katakan dalam
tulisan terdahulu, bahwa jika kita mengacu pada “falsafah” kehidupan
orang Melayu yang menyatakan “Adat bersendikan syari’at; Syari’at
bersendikan Kitabullah dan As-Sunnah”, maka pepatah “Jangan di-ikut
buaya menyelam” maka pepatah atau peribahasa tersebut juga merupakan
nasihat yang erat kaitannya dengan firman Allah SWT:
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari
(cara hidup dan perbuatan) orang-orang yang diberi Al-Kitab, niscaya mereka
akan mengembalikan kamu menjadi kafir sesudah kamu beriman.” (Q.S.Ali
‘Imran: 100)
Sebab bagaimanapun juga, saat ini di sekitar kita banyak kaum muslimin yang tidak hanya terjebak dalam sebahagian
cara hidup dan tingkah laku orang-orang kafir, tetapi ada yang seratus persen
hidup dengan lagak dan cara berfikir orang-orang kafir tersebut, sekalipun
mereka tetap memakai dan menggunakan “identitas Islam” dalam situasi dan
kondisi tertentu.
Contoh
yang paling sederhana yang paling banyak kita jumpai sekarang ini adalah;
Bagaimana kondisi kehidupan sebagian besar generasi muda Islam saat ini.
Misalnya kecenderungan kaum wanitanya
menanggalkan busana muslim dan menggantinya dengan busana modern (barat). Juga
para pemuda yang cenderung berdandan dengan segala aksesoris yang seharusnya
dipakai oleh kaum wanita. Anak-anak muda kita (baca: Islam) lebih suka
menjadikan “artis-artis kafir” daripada menjadikan Rasulullah SAW
sebagai “uswatun hasanah” yang wajib diteladani. Banyak “kaum muslimin” yang dengan sadar mencampakkan
identitas keislaman mereka dan menggantinya dengan identitas yang diciptakan
oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani; baik di bidang pemerintahan; sosial;
politik serta seni dan budaya denga alasan; agar selaras dengan kemajuan
teknologi duniawi.
Sebagai
umat Islam kita memang tidak dilarang untuk mengikuti dan memanfaatkan kemajuan
teknologi dunia, akan tetapi haruslah yang sesuai dengan kaidah Islam dan untuk
kepentingan duniawi yang tidak merusak agamanya; khususnya sebagai sarana dan
prasarana syiar Islam serta sebagai alat untuk yang dapat digunakan untuk kemudahan beribadah.
Oleh
sebab itulah kita harus pandai memilih dan memilah, agar tidak terjebak dalam
perilaku yang mengantarkan kita kepada kekufuran, yang pada akhirnya dapat
menjerumuskan kita ke dalam neraka jahannam sebagaimana yang telah ditegaskan
Allah melalui peringatan-Nya:
“Janganlah sekali-kali kamu terpedaya oleh kebebasan orang-orang
kafir yang bergerak di dalam negeri (dunia) ini. Itu hanyalah kesenangan
sementara, kemudian tempat tinggal mereka adalah Jahannam dan Jahannam itu
adalah tempat yang seburuk-buruknya.” (Q.S. Ali ‘Imran:
196-197)
Semoga
tulisan yang ringkas ini bermanfaat untuk meningkatkan nilai keimanan dan
ketakwaan kita kepada Allah SWT. Wallahua’lam.
Bagansiapiapi,
16 Muharram 1434 H / 30 Nopember 2012.
KH.BACHTIAR
AHMAD
No comments:
Post a Comment