Sunday 1 January 2012

AHLI WARIS TSA’LABAH


oleh: KH. BACHTIAR AHMAD
========================
Bagian pertama: TENTANG TSA’LABAH.

Dalam riwayat disebutkan, bahwa lantaran tekanan ekonomi yang terus menderanya, Tsa’labah; seorang sahabat yang amat miskin datang mengadukan halnya kepada Rasulullah SAW dan memohon kepada Rasulullah SAW untuk mendo’akan dirinya, agar kiranya Allah memberikan rezeki yang banyak kepadanya.

Semula Rasulullah SAW menolak permintaan tersebut, dan menasehati Tsa’labah agar meniru beliau dalam menjalani kehidupan dunia yang fana ini. Akan tetapi Tsalabah menolak dan terus mendesak Rasulullah dengan argumentasi (alasan) yang nyaris sama dengan apa yang banyak diucapkan orang di masa sekarang ini: ”Ya Rasulullah, bukankah kalau Allah memberikan kekayaan kepadaku, maka aku dapat beramal lebih baik dan lebih banyak dan dapat pula memberikan batuan kepada setiap orang yang membutuhkannya.”

Rasulullah SAW hanya tersenyum mendengar ucapan Tsa’labah, sebab sebagi ”utusan Allah” beliau tentunya lebih paham apa yang akan terjadi kemudian. Namun lantaran terus didesak, Rasulullah SAW akhirnya memenuhi keinginan Tsa’labah; beliau mendo’akan dan memberi Tsa’labah se-ekor kambinmg sebagai modal awal untuk beternak.

Beberapa waktu kemudian usaha ternak Tsa’labah berkembang pesat, dan keadaan ini memaksa Tsa’labah mengembalakan ternak kambingnya ke daerah yang agak jaub dari Madinah. Sehingga pada akhirnya Tsa’labh mulai sering meninggalkan sholat berjama’ah bersama-sama Rasulullah SAW. Dan akhirnya sama sekali ia benar-benar tidak datang lagi berjama’ah bersama Rasulullah SAW dan kaum muslimin di Madinah.

Suatu hari Rasulullah SAW menanyakan perihal Tsa’labah kepada para sahabat, para sahabat menyampaikan apa yang terjadi pada Tsa’labah dengan kambing-kambing yang diternakkannya. Rasulullah SAW hanya tersenyum mendengar kabar, bahwa  kini Tsa’labah sudah tidak pernah lagi datang berjama’ah; selalu mengulur-ulur waktu sholat dan sholatnya selalu berada di tengah-tengah kerumunan kambing-kambingnya.

Beberapa waktu kemudian turunlah wahyu tentang kewajiban membayar zakat, Rasulullah SAW lalu menugaskan dua orang sahabat untuk menarik zakat dari Tsa’labah. Namun sayang, Tsa’labah menolak utusan tersebut dan menyatakan akan berpikir-pikir dulu untuk melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah SWT tersebut. Dan ketika hal itu disampaikan kepada Rasulullah SAW, beliau pun berkata” ”Celakalah Tsa’labah”  dan se-iring dengan itu Allah SWT menurunkan wahyu kepada Rasulullah SAW  sebagaimana firman-NYA:

“Dan diantara mereka ada yang telah berikrar kepada Allah; “Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh.”// Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran). // Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka, karena mereka telah memungkiri terhadap Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan (juga) karena mereka selalu berdusta. // Tidaklah mereka tahu bahwasanya Allah mengetahui rahasia dan bisikan mereka, dan bahwasanya Allah amat mengetahui yang ghaib?”  (Q.S.At-Taubah 75-78)

Tatkala berita itu sampai kepada Tsa’labah, maka dengan terburu-buru Tsa’labah pergi  menemui Rasulullah SAW sambil menyerahkan “zakat” yang harus ditunaikannya. Akan tetapi Rasulullah SAW menolak sembari mengatakan: “Allah melarangku untuk menerimanya”. Dan mendengar itu tentu saja Tsa’labah sedih dan menyesal berkepanjangan sampai pada akhirnya Rasulullah SAW wafat.           

Setelah Rasulullah SAW wafat, Tsa’labah terus berupaya meyerahkan zakat-nya kepada Abu Bakar; kemudian Umar r.a. Akan tetapi kedua “khalifah” tersebut, juga  menolak penyerahan zakat Tsa’labah dengan kalimat yang nyaris sama: “Wahai Tsa’labah, kami tak berhak menerima apa yang telah ditolak oleh Rasulullah SAW untuk menerimanya.” Dan keadaan terus berlanjut  sampai akhirnya Tsa’labah meninggal dunia di masa pemerintahan Utsman bin ‘Affan r.a, dan iapun harus membawa kesedihan dan penyesalannya kehadapan Allah SWT. Wallahua’lam

Bagansiapiapi, 06 Safar 1433 H / 01  Januari 2012
KH. BACHTIAR AHMAD

No comments:

Post a Comment

Sekapur Sirih

Bagi yang berminat dengan tulisan yang ada, silahkan dicopy agar dapat berbagi dengan yang lain sebagai salah satu upaya kita untuk menunaikan “amar ma’ruf nahi munkar” yang diperintahkan Allah SWT.