MAKA NASHRUDDIN PUN BERTAUBAT
Di suatu musim panas Nashruddin Hoja pergi ke suatu desa dengan mengendarai keledainya. Karena lelah ia berhenti dan bernaung di bawah sebatang pohon korma dan mengikatkan keledainya pada batang pohon korma yang lain. Di keteduhan pohon korma itu Nashruddin duduk-duduk santai, dan sambil beristirahat ia mengeringkan keringatnya yang bercucuran akibat cuaca yang cukup panas. Dan dalam pada itulah ia melihat rerimbunan pohon labu yang tumbuh subur di sekitar batang-batang korma tersebut. Dengan hati yang takjub Nashruddin merenung keadaan dua macam tetumbuhan yang berbeda tersebut. Nashruddin berkata dalam hatinya: “Subhanallah, wahai Tuhanku mengapa Engkau menciptakan batang pohon labu yang buahnya besar-besar ini hanya seukuran benang yang kasar, sedangkan korma yang kecil-kecil Engkau berikan batang yang besarnya kadang-kadang lebih dari sepelukkanku.”
Baru saja Nashruddin membathin dengan hatinya, tiba-tiba beberapa butir korma yang sudah tua jatuh menimpa kepalanya. Nashruddin terkejut lalu melepas surbannya dan meraba kepalanya yang setengah botak. Kemudian buru-buru ia beristigfar dan berkata: “Ya Allah, sungguh aku bertaubat kepadamu dan tidak akan turut campur lagi dalam uruusan-Mu menciptakan alam semesta ini. Segala yang engkau ciptakan tentulah mengandung hikmah dan rahasia yang besar, dan itu hanya bisa diketahui oleh orang-orang yang mengalaminya. Andai saja buah-buah korma itu sebesar labu yang Engkau ciptakan, maka pastilah kepalaku remuk dan akupun mati dalam kebodohan.” Kemudian Nashruddin buru-buru melanjutkan perjalanannya.
ONGKOS SEPULUH HARI
Suatu hari Nashruddin menyewa seorang kuli untuk membawa barangnya. Di tengah jalan kuli tersebut kabur dengan membawa barang-barang dagangan milik Nashruddin. Dan Nashruddin berusaha mengejarnya, namun sampai beberapa lama ia tak berhasil mendapatkan kemana larinya si pembawa barang-barangnya tersebut.
Sepuluh hari kemudian ketika Nashruddin sedang berkumpul dengan teman dan murid-muridnya, kuli tersebut lewat di hadapan mereka dan segera ditangkap oleh orang-orang tersebut. Nashruddin sebenarnya merasa gembira. Akan tetapi sesaat kemudian ia berusaha menjauh dari si kuli yang telah tertangkap itu. Dan demi melihat sikap Nashruddin yang aneh itu beberapa teman-temannya lalu mendekat kepada Nashruddin dan bertanya, mengapa ia bersikap demikian. Dengan agak malu Nashruddin berkata: “Bagaimana aku tidak menghindar darinya. Bukankah aku sudah menyewanya selama sepuluh hari yang lalu, kemudian dia menghilang. Sekarang jika aku menangkapnya, aku takut kalau-kalau ia akan menagih upahnya selama sepuluh hari ini. lalu apa yang harus aku lakukan ?.”
(Diedit dan disarikan dari terjemahan Nawadhir Juha al-Kubra karangan Nashiruddin)
Bagansiapiapi, 13 Safar 1433 H / 8 Januari 2012
KH.BACHTIAR AHMAD
No comments:
Post a Comment