Friday 18 May 2012

MENGHITUNG AMAL

oleh: KH.BACHTIAR AHMAD
========================

Kita mungkin pernah mendengar seseorang berkata, bahwa kalau melaksanakan amal ibadah  janganlah dihitung-hitung. Soal sedikit atau berapa banyak amaliah yang sudah kita kerjakan, biarlah Allah SWT yang  menghitung dan menilainya.

Kata guru saya, pendapat se,macam itu adalah keliru dan salah. Sebab dalam sebuah hadis ada disebutkan, bahwa untuk “dzikrullah” saja Rasulullah SAW menyuruh kita untuk “berhitung”  sebagaimana sabda beliau:

“Bacalah tasbih (Subhanallah; tahmid (Alhamdulillah) dan takbir (Allahu Akbar) tiap selesai shalat masing-masing 33x.”  (Muttafaq ‘alaihi dari Abu Hurairah r.a)

Bahkan Allah SWT dengan tegas telah memerintahkan kita  untuk  membuat  atau  menghitung-hitung  setiap gerak langkah dan perbuatan yang kita lakukan, sebagaimana yang tersurat dan tersirat dalam firman-NYA:

“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan hendak-lah setiap  diri memperhatikan apa yang telah diperbuanya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”  (Q.S.Al-Hasyr: 18) 

Oleh hal yang demikian inilah, maka dalam melakukan perbuatan baik atau mengerjakan amal shalih harus dibuat hitung-hitungannya, agar amal ibadah tersebut berdaya guna; tepat sasaran dan jauh dari kesia-sian yang pada akhirnya mendatangkan kemudharatan.  Dan inilah salah satu makna “muhasabah” yang selalu diucapkan oleh para ahli tasawuf. Bak kata Sayyidina Umar r.a: “hasiibu qobla anta hisaban” yang bermakna hitunglah atau hisablah dirimu lebih dulu sebelum dihisab (oleh Allah SWT).

Namun demikian kita tidak boleh salah memahaminya, sebab muhasabah atau menghitung amal  yang harus dilakukan tidaklah  berarti menghitung-hitung sudah berapa banyak amal baik yang kita lakukan. Hitungan itu hendaklah dilakukan pada kadar kualitas atau mutu dari amal perbuatan tersebut; Apakah sudah benar kita melakukannya; Apakah sudah sesuai dengan syarat dan rukun serta niat kita dalam beramal tersebut.  Dan tujuannya adalah agar kita tidak terjebak dalam kesia-siaan sebagaimana yang telah disampaikan di atas dan juga terhindar dari penyakit riya (beramal karena ingin dilihat dan dipuji oleh orang lain) dan ujub (merasa bangga pada diri sendiri dengan amal perbuatan yang telah dilakukan), yang kesemuanya itu dapat merusak dan menghancurkan amal ibadah seseorang.

“Syaikh Abdullah Al-Ghazali” menjelaskan, bahwa “menghitung amal” memang perlu dilakukan oleh setiap orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian. Sebab sampai saat ini  banyak di antara kita yang sudah merasa puas dengan amaliah yang dilakukan seperti; sholat; puasa dan kebajikan-kebajikan lain yang telah diperintahkan Allah SWT dan rasul-Nya. Baik ibadah yang diwajibkan maupun yang disunnahkan.  Padahal “ilmu” untuk mengerjakan kewajiban-kewajiban tersebut hanya diperoleh secara turun temurun dengan pola pendidikan dan pengajaran yang sederhana.  Bak kata orang “yang penting bisa sholat; bisa mengaji”  Sementara dengan sistim pengajaran yang demikian bisa jadi ada yang tetingal dan terlupakan, atau terkadang menjurus pada “kefanatikan” yang membabi buta. Sehingga beranggapan bahwa amal ibadahnya-lah yang baik dan benar, sedangkan yang dilakukan orang lain adalah sesuatu yang salah. Jadi agar amal ibadah yang kita perbuat bisa semakin ditingkatkan mutu atau kualitasnya, maka  perlulah kiranya kita menghitung-hitungnya dengan kajian yang lebih dalam dan akurat. Sebab apabila kita beramal tanpa berdasarkan ilmu pengetahuan yang benar, maka kita jelas telah mezalimi diri sendiri.

Patutlah dicatat dan kita pahami, bahwa dalam hukum (fiqih) Islam terdapat begitu banyak perbedaan, terutama dalam hal-hal yang bersifat sunnah, sehingga dalam hal ini tidaklah mustahil apa yang telah kita lakukan selama ini adalah salah, atau mungkin sesuatu yang berat untuk dikerjakan, sementara di sisi lain ada kemudahan-kemudahan dalam amal ibadah yang selama ini kita kerjakan.

Oleh sebab itu, bagi orang yang ingin meningkatkan kualitas amal ibadahnya, maka sudah selayaknyalah ia harus senantiasa “menghitung amal ibadahnya” dan terus menerus belajar agar nilai-nilai keimanan dan ketakwaannya semakin baik dan sempurna dalam pandangan Allah SWT. Wallahua’lam.

Bagansiapiapi,  26  Jumadil Akhir 1433 H /  18 Mei  2012
KH.BACHTIAR AHMAD.

No comments:

Post a Comment

Sekapur Sirih

Bagi yang berminat dengan tulisan yang ada, silahkan dicopy agar dapat berbagi dengan yang lain sebagai salah satu upaya kita untuk menunaikan “amar ma’ruf nahi munkar” yang diperintahkan Allah SWT.