0leh: KH.Bachtiar Ahmad
======================
Seperti biasanya sejak didaulat untuk menjadi “khalifah”, nyaris
setiap malam Umar bin Khattab “ronda” mengelilingi kampung demi kampung yang
ada di Madinah. Dan pada malam itu ketika ia sampai di sebuah kampung, dari
sebuah rumah Umar mendengar seorang perempuan berkata: “Wahai anakku, bangun dan bergegaslah engkau
ke tempat penampungan susu dan campurkanlah air ke dalamnya.”
Sejenak kemudian terdengarlah suara
sang anak menjawab, yang ternyata juga seorang perempuan dan berkata kepada
ibunya: “Duhai bunda, mengapa harus kita melakukan sesuatu yang selama ini tak
pernah kita lakukan; Mengapa susu yang ada harus dicampur dengan air ?”
Sang Ibu pun menyahutinya: “Dalam
beberapa hari terakhir ini susu yang kita peroleh sangat sedikit, sementara
kebutuhan cukup banyak. Mudah-mudahan dengan cara itu kita bisa memperoleh
keuntungan yang agak lebih.”
“Tapi ibu, bukankah hal itu
menyalahi aturan yang telah ditetapkan oleh Amirul Mukminin ?”, anaknya
menjawab.
Namun sang ibu terdengar tetap
ngotot memaksa sang anak: “Sudahlah, jangan membantah lagi. Bergegaslah ke
tempat susu dan campurkan air ke dalamnya. Dan apapun yang kau lakukan itu tak
akan dilihat dan terlihat oleh Umar.”
Dan dengan spontan sang anak
menjawab: “Ibu, jika Umar tidak tahu, tapi Tuhan Umar tahu. Tidak, aku tidak
mau taat pada-Nya hanya dalam keramaian saja, tetapi maksiat dalam
kesendirian.”
Perbincangan ibu dan anak itu
berhenti dengan sendirinya dan Umar pun bergegas pulang ke rumah. Dan begitu
waktu pagi tiba, Umar bin Khattab memanggil putranya “Ashim” dan berkata: “Hai,
Ashim pergilah ke rumah itu (Umar menerangkan detil rumah dan kampung dimaksud kepada
Ashim), disana ada seorang anak perempuan; jika ia belum bersuami mintalah
kepada ibunya, bahwa Umar menginginkan putrinya itu untuk menikah dengan
dirimu. Jangan kalu lihat buruk atau cantik wajahnya, nikahi saja ia; semoga
Allah memberkahi pernikahanmu dengannya dan akan memberikan keturunan yang baik
lagi ta’at untukmu.”
Ashim melaksanakan perintah ayahnya.
Lantaran perempuan itu memang masih gadis, maka Ashim pun melamar dan
menikahinya. Dan do’a Umar bin Khattab r.a pun di-ijabah oleh Allah SWT, sebab
dari pernikahan itu lahir seorang anak perempuan yang diberi nama “Laila” yang
kelak dinikahi oleh “khalifah” Abdul Aziz bin Marwan, yang dari pernikahan itu
pula lahirlah seorang “amirul mukminin” bernama Umar bin Abdul Aziz, yang
kualitas akhlaknya banyak disetarakan orang dengan Umar bin Khattab r.a.
Belajar dari kisah ini, ternyata
Umar telah mempraktekkan apa yang disabdakan Rasulullah SAW dalam hal
memilihkan istri untuk putranya: “Pilih dan nikahilah perempuan karena agamanya
(imannya), niscaya engkau akan beruntung.”
Lalu bagaimana dengan kita ?
Wallahua’lam.
(Disarikan dan diedit dari
KISAH-KISAH SUFISTIK)
Bagansiapiapi, 24 Jumadil Awal 1434
H / 5 April 2013.
KH.BACHTIAR AHMAD
No comments:
Post a Comment