(Tulisan
ini sudah pernah saya sajikan sebagai catatan
untuk
menyambut Peringatan Hari Kartini 2010 yang lalu.
oleh:
KH.BACHTIAR AHMAD)
========================
Saya
mohon maaf, bahwa tulisan ini bukanlah bermaksud : “diskriminatif” terhadap kaum perempuan. Akan tetapi hanya sekadar
berbagi pendapat, tentang bagaimana sebenarnya kedudukan kaum perempuan dan
kaum laki-laki menurut pandangan agama, agar tidak terjadi salah paham dalam
bersikap dan saling menghormati antara satu dengan yang lain, hanya lantaran
berpegang pada satu “dalil” yang ada.
Dengan
“istighfar” saya juga mohon ampun lahir bathin; dunia dan akhirat kepada Allah
SWT; dan mohon maaf yang setulus-tulusnya kepada semua saudara-saudaraku; jika
ada hal-hal yang salah dan tidak menyenangkan dalam catatan ini. Semoga Allah
SWT berkenan memberi dan menambah hidayah-Nya kepada saya, agar dapat berbuat
lebih baik lagi dalam ber-amar ma’ruf nahi mungkar.
*****
Mungkin
karena kurang informasi; atau boleh jadi karena lahir di Indonesia dan
ter-obsesi oleh perjuangan R.A. Kartini; maka banyak perempuan “muslimah” di negeri ini yang
beranggapan; Bahwa Kartini-lah yang telah memperjuangkan kesetaraan gender atau
“emansipasi” atau persamaaan hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan. Sebab memang
kenyataannya sejak berabad-abad lampau perempuan di negeri ini “terkungkung dan terhimpit” dalam
situasi yang sangat menyedihkan; hanya sebagai “alat dan pelengkap” dalam kehidupan laki-laki.
Saya
tidak bermaksud untuk membuat kecil arti
perjuangan “Kartini”, akan tetapi
ingin mendudukkan permasalahan yang sesungguhnya dari kacamata “Islam”. Lebih-lebih lagi dalam hal
ini R.A. Kartini dilahirkan sebagai
seorang “muslimah”.
Kalau
mau jujur membaca sejarah; maka sesungguhnya “ibu” Kartini hanya ingin
mendapatkan kebebasan dari kungkungan penjara adat istiadat dan diskriminasi
gender yang diciptakan oleh “penjajahan”
yang saat itu telah membelengu dirinya dan perempuan-perempuan lainnya di
negeri ini. Sebab kalau bicara soal kesetaraan gender dan persamaan hak, maka
kurang lebih 13 abad sebelum Kartini lahir, Islam yang disampaikan oleh
Muhammad Rasulullah SAW telah memberikan apa yang diinginkan oleh KARTINI,
yakni kebebasan kaum perempuan untuk mendapatkan hak yang setara dengan kaum laki-laki. Karena
Muhammad SAW tidak diutus hanya untuk orang-orang (baca; perempuan Arab) tapi
adalah sebagai “rahmatan lil ‘alamiin”;
untuk semua manusia dan makhluk Allah yang ada di dunia fana ini. Dan persamaan
hak atau kesetaraan gender yang diberikan Islam tercermin dan tergambar dalam banyak
ketetapan hukum yang pasti, yang telah ditetapkan Allah SWT di dalam kitab-Nya
(Al-Qur’an) dan juga Hadis-Hadis Nabi SAW.
Disebutkan
dalam sebuah riwayat bahwa ketika pada masa-masa Al-Quran diwahyukan Allah
kepada Muhammad SAW, datanglah sekelompok kaum perempuan kepada beliau dan
dengan nada protes berkata: “Ya
Rasulullah, mengapa hanya laki-laki saja yang disebut-sebut dalam segala hal,
sedangkan kami kaum perempuan tidak ?.”
Maka sehubungan dengan pernyataan perempuan-perempuan tersebut turunlah
wahyu Allah kepada Rasulullah SAW:
“Sesungguhnya laki-laki atau perempuan yang
muslim; laki-laki dan perempuan yang
mukmin; laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta’atannya; laki-laki
dan perempuan yang yang benar; laki-laki dan perempuan yang sabar; laki-laki
dan perempuan yang khusyu’ (dalam shalatnya); laki-laki dan perempuan yang
bersedekah; laki-laki dan perempuan yang
berpuasa; laki-laki dan
perempuan yang memelihara kehormatannya; laki-laki dan
perempuan yang banyak menyebut (asma) Allah; Allah telah menyediakan untuk
mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Q.S. Al-Ahzab: 35)
Sementara dalam ayat yang lain tersirat
adanya kewajiban yang sama-sama harus dilakukan dan ditegakkan oleh setiap
orang; Baik oleh laki-laki maupun oleh perempuan yang beriman. Perhatikanlah
apa yang difirmankan oleh Allah SWT berikut ini:
“dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah
amat berat siksa-Nya.” (Q.S. Al-Maidah:
2)
“Dan hendaklah ada di antara kamu
segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan
mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ali ‘Imran: 104)
“Kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan
nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Q.S. Al-Ashr: 3)
Oleh sebab itulah, jauh sebelum KARTINI
dilahirkan; di negeri ini; dimana hokum Islam dipenuhi dan ditaati sepenuhnya,
maka sudah bermunculan “KARTINI-KARTINI” yang berjuang bersama kaum laki-laki
untuk membela diri dan tanah air yang mereka cintai. Salah satu contohnya
adalah: CUT NYA’ DHIEN dan MALAHAYATI di Aceh.
Akan tetapi walaupun demikian; walaupun
Allah telah memberikan persamaan hak dan tanggung jawab (dalam sebahagian
urusan) antara laki-laki dan perempuan; hal itu bukanlah berarti kedudukan atau
derajat mereka sama dalam “urusan yang
lain”. Khususnya dalam kehidupan “bermasyarakat
dan berumah tangga”
Memang dalam sebuah hadis Rasulullah SAW
ada menyebutkan; bahwa yang paling utama dan yang pertama harus dihormati
adalah kaum perempuan (sehingga beliau menyebut kata “ibumu” sebanyak tiga kali) Sehingga dengan demikian, dengan
memperhatikan “perjuangan” seorang ibu;
kaum perempuan memang layak dan wajib diberikan penghormatan lebih oleh “anaknya”.
Akan tetapi kembali pada “kedudukan dan derajat” antara laki-laki
dan perempuan, maka diakui atau tidak; diterima atau tidak oleh “kaum perempuan”; Laki-laki setingkat
lebih tinggi dari kaum perempuan. Hal ini bisa disimak dari beberapa keterangan
Al-Qur’an, bahwa Allah SWT berfirman (untuk beberapa kasus dan keadaan):
“dan
anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan.”.(Q.S.Ali ‘Imraan:
36)
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi
kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki)
atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah
menafkahkan sebagian dari harta mereka… (dst)” (Q.S.An-Nisaa’:
34)
Dalam
sebuah hadis lain yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim r.a rasulullah juga
bersabda; bahwa andai saja dibolehkan seseorang bersujud kepada seseorang
lainnya; maka yang pertama disuruh bersujud adalah seorang perempuan kepada
seorang laki-laki (suaminya).Jadi dengan beberapa keterangan ringkas ini,
marilah kita (laki-laki dan perempuan) saling menghargai dan menghormati sesuai
dengan aturan dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.
Wallahua’lam
Bagansiapiapi,
09 Jumadil Akhir 1434 H / 20 April 2013
KH.BACHTIAR
AHMAD
No comments:
Post a Comment