oleh: KH.Bachtiar Ahmad
======================
Di penghujung Rajab seperti
sekarang ini, di banyak tempat dinegeri ini; Kaum muslimin sibuk dan disibukkan
dengan kegiatan memperingati peristiwa “Isra’ dan Mi’raj” nya Rasulullah
SAW sebagai salah satu cara untuk mensyi’arkan
Islam dan sekaligus sebagai salah satu
upaya guna meningkatkan keimanan dan keta’atan umat kepada Allah SWT.
Banyak hal yang bisa digali
dan dipelajari dari peristiwa tersebut, namun pada kesempatan ini saya ingin
sedikit mengulas masalah “Masjid” sebagai titik awal Isra’ dan
Mi’raj-nya Rasulullah SAW sebagaimana yang tersurat dan tersirat dalam firman
Allah SWT:
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada
suatu malam dari Al Masjid(il) Haram ke Al Masjid(il) Aqsa yang telah Kami
berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda
(kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Q.S. Al-Isra’:
1)
Dan “Masjid” itu
sendiri erat kaitannya dengan perintah “Sholat”
yang diterima oleh Rasulullah SAW dari Allah SWT dalam peristiwa Isra’ dan Mi’raj tersebut.
Masjid adalah salah satu simbol umat (Islam). Artinya
adalah, bahwa jika di suatu tempat ada Masjid, maka di daerah itu pasti ada kaum
muslimin (umat Islam). Bahkan untuk yang satu ini, mereka berlomba-lomba dan
berusaha untuk membangun Masjid (termasuk
dalam hal ini adalah Masjid-Masjid kecil yang kita sebut sebagai
Musholla/Surau/Langgar) dengan seindah dan semegah mungkin. Namun demikian,
ada satu fenomena menarik yang patut jadi
perhatian kita semua, yang berkaitan dengan perkembangan pembangunan masjid di masa sekarang ini
(khususnya di Indonesia).
Dalam
hal ini jika pembangunan masjid tersebut dijadikan sebagai tolok ukur akan tingginya kesadaran; pemahaman dan pengamalan
ajaran agama (dinegeri ini), maka kita
patut memberi acungan jempol dan mengatakan; Bahwa kaum muslimin di daerah
tersebut tampaknya semakin sadar akan nilai-nilai ajaran
agamanya. Akan tetapi jika diperhatikan dengan seksama, ternyata “Masjid” memang benar hanya dijadikan
semacam simbol untuk menunjukkan bahwa disitu ada umat Islam. Sebab dalam
kenyataannya, “Masjid” telah
kehilangan fungsi utamanya; lantaran tidak lagi sepenuhnya dijadikan tempat
ibadah; khususnya sebagai tempat pelaksanaan
“sholat” 5(lima) waktu secara berjama’ah.
Sebagaimana
yang dapat kita lihat secara nyata, bahwa setiap kali masuk waktu sholat banyak
Masjid (juga Musholla) yang sepi dari “ahlus-sholat”. Bahkan kadang dalam waktu
tertentu, yang berdiri sholat di dalamnya hanya beberapa orang. Sehingga dengan
demikian benarlah apa yang telah diprediksi dan disabdakan Rasulullah SAW,
bahwa:
“Bakal datang suatu
masa kepada ummatku, dimana mereka akan saling bermegah-megahan dalam membangun
masjid, tapi tidak memakmurkannya (dengan ibadah kepada Allah) kecuali hanya
sedikit.” (Diriwayatkan
oleh Ibnu Khuzaimah dari Anas r.a)
Kondisi
yang demikian ini, tidak hanya sebagai salah satu bentuk kelakuan kita yang
mengabaikan perintah Allah SWT, tapi juga merupakan cerminan betapa
rendahnya kualitas dan kondisi “ke-imanan” kaum muslimin di tempat. Sebab sesungguhnya Allah SWT telah berfirman:
“Sesungguhnya
yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada
Allah dan Hari Kemudian serta tetap mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan
tidak takut (kepada apa dan siapapun) kecuali kepada Allah, maka merekalah
orang-orang yang diharapkan termasuk kedalam golongan orang-orang yang
senantiasa mendapat petunjuk (dari Allah).” (Q.S. At-Taubah: 18)
Berkaitan dengan firman Allah SWT
tersebut, Al-Ghazali mengatakan; Bahwa hakikat dari memakmurkan tersebut tidaklah hanya
semata-mata membangun masjid yang megah, akan tetapi lebih dititik beratkan
dari memanfaatkan masjid sebagai sarana dan prasarana syiar Islam; khususnya
sebagai tempat beribadah kepada Allah SWT; memupuk ukhuwah atau silaturahim
antar sesama sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para
sahabat.
Dulu, pada zaman Rasulullah SAW masih
hidup sampai beberapa abad berikutnya; para calon “penghuni surga”,
yakni mereka yang mengaku beriman kepada Allah dan Hari Kemudian, sebelum “azan”
diserukan selalu berlomba-lomba datang untuk memenuhi Masjid guna menunaikan
sholat yang telah diwajibkan Allah SWT kepada mereka. Padahal di masa itu
Masjid hanya dibangun dari tanah liat; batu-batu gunung dan pasir; batang kurma
atau batang kayu lainnya; bertatapkan pelepah kurma atau yang sejenis dengan
itu; di dalamnya tidak ada listrik yang menerangi; tidak ada alat pendingin
ruangan; bahkan adakalanya mereka sujud ditanah tanpa alas ataupun karpet yang
tebal.
Sebaliknya sekarang ini, ketika Masjid
atau Musholla telah dibangun semegah dan seindah-indahnya dengan segala macam
fasilitas yang ada di dalamnya, banyak orang-orang yang mengaku beriman
meninggalkan dan mengabaikannya tanpa alasan dan uzur yang jelas. Bahkan ketika
azan telah selesai dikumandangkan, banyak di antara mereka yang masih
berleha-leha dan asyik dengan dunianya. Padahal pada sa’atnya nanti mereka
ingin sekali menjadi “penghuni surga”.
Mudah-mudahan dengan hidayah dan inayah
Allah SWT, kita tidak termasuk ke dalam golongan yang demikian itu. Wallahua’lam.
Jakarta, 28 Rajab 1434 H / 7 Juni 2013.
KH.BACHTIAR AHMAD TATOE.
No comments:
Post a Comment