Oleh: KH.Bachtiar Ahmad
=====================
Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan
dari Abdullah bin Abbas r.a; Bahwa ada seorang perempuan yang berpenyakit ayan
datang dan memohon kepada Rasulullah SAW, agar beliau mau mendo’akan dirinya
sembuh dari penyakit yang ia derita. Sebab ketika penyakit itu kambuh dirinya
sangat menderita dan tanpa ia sadari “auratnya” terbuka, sehingga hal itu
sangat memalukan dirinya.
Mendengar penjelasan perempuan
tersebut, Rasulullah SAW pun bersabda: “Jikalau engkau suka hendaklah bersabar
saja dan untuk itu balasan bagimu adalah syurga, akan tetapi jikalau engkau mau
maka saya akan mendoakanmu dan memohon kepada Allah Ta'ala agar penyakitmu itu
disembuhkan oleh-Nya." Setelah mendengar apa yang disabdakan oleh
Rasulullah SAW tersebut, perempuan itu
lalu berkata: “ Ya Rasulullah, saya akan selalu bersabar. Akan tetapi ya
Rasulullah, karena penyakit itu aurat saya selalu terbuka, maka saya mohon
berdo’alah kepada Allah, agar kiranya aurat saya tidak menjadi terbuka lantaran
penyakit itu.” Kemudian Rasulullah SAW pun berdo’a kepada Allah sebagaimana
yang dikehendaki oleh perempuan itu.
(catatan: Hadis tentang riwayat ini juga dimuat dalam Riyadush-sholihin pada Bab
3 tentang Sabar; hadis no. 35)
*****-*****
Banyak hikmah dan pelajaran yang
bisa kita petik dari riwayat di atas, tapi untuk “tulisan” ini saya hanya ingin
mengajak anda untuk merenungkan dan membandingkan; kondisi iman perempuan yang
terjangkit “penyakit ayan” tersebut
dengan “kebanyakan” muslimah masa kini. Bahwa sekalipun menurut hukum
tersingkap dan terbukanya aurat karena penyakit yang ia derita tidak menjadi
masalah; atau dengan kata lain “tidak berdosa” ia lakukan, namun ia tetap
merasa malu dan merasa berdosa kepada Allah. Sehingga pada akhirnya ia meminta
Rasulullah SAW bermohon kepada Allah SWT,
agar auratnya tidak tersingkap dan terbuka ketika “ayannya” kambuh.
Kondisi iman perempuan tersebut
tentunya sangat berbeda dengan “kebanyakan” muslimah masa kini (yang di antara mereka
mungkin saja ada anak; ponakan; cucu dan atau saudara perempuan saya), bahwa
mereka tidak lagi merasa malu dan seakan-akan tidak berdosa untuk menyingkap
dan membuka aurat. Bahkan ada yang merasa bangga dengan memamerkan auratnya,
entah itu dalam keadaan terbungkus ataupun tidak sama sekali. Semoga tulisan ini bermanfaat untuk kita
semua.
Wallahua’lam.
Jakarta, 21 Rajab 1434 H / 31 Mei
2013.
KH.BACHTIAR AHMAD
No comments:
Post a Comment