oleh: KH.Bachtiar Ahmad
=====================
Anakku, dalam riwayat
Ibnu Jabir yang bersumber dari Ikrimah r.a diceritakan; Bahwa ; sekelompok
orang-orang Yahudi yang telah masuk Islam yang dipimpin oleh Abdullah bin Salam
datang menghadap Rasulullah SAW. Kepada Rasulullah SAW mereka meminta agar diberikan keringanan untuk
membaca kitab TAURAT setiap malam sebagai amalan tambahan. Mereka juga meminta
di-izinkan untuk merayakan hari Sabtu
yang pada mulanya memang telah ditetapkan oleh Allah SWT sebagai hari besarnya
orang Yahudi. Akan tetapi permintaan para Yahudi tersebut ditolak secara tegas
oleh Rasulullah SAW dengan turunnya wahyu Allah Ta’ala:
” Hai
orang-orang yang beriman masuklah kamu kedalam Islam secara “kaffah” (secara menyeluruh) dan janganlah kamu
turuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang
sangat nyata bagi mu. (Q.S. Al-Baqarah: 208)
Anakku, memang pada sebabnya perintah Allah Ta’ala tersebut “diwahyukan” karena
adanya permintaan orang-orang Yahudi tersebut. Akan tetapi pada hakikatnya
perintah itu adalah ditujukan semata-mata kepada setiap orang yang mengaku
beriman kepada Allah dan Hari Kemudian, agar mereka tidak mencampur adukkan
perbuatan yang hak atau amal kebajikannya dengan perkara yang batil, yang jelasd-jelas
dilarang oleh Allah Ta’ala sebagaimana firman-Nya:
“Dan
janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang batil dan janganlah kamu
sembunyikan yang hak itu, sedangkan kamu mengetahui. ” (Q.S. Al-Baqarah: 42)
Hal ini kusampaikan kepadamu, sebab pada
kenyataannya di zaman sekarang ini banyak sekali orang-orang (yang mengaku)
beriman, yang telah mencampur adukkan perbuatan yang hak dan yang batil
tersebut tanpa merasa bersalah sedikitpun. Seakan-akan apa yang mereka lakukan
itu benar adanya.
Anakku, sekarang ini banyak kita lihat banyak orang yang rajin sholat, berzakat, berpuasa, tidak
hanya yang wajib, tapi yang sunnahpun
dia kerjakan; bahkan ada yang berkali-kali
melaksanakan ibadah haji dan umrah. Sementara dari sisi lain orang juga melihat dengan nyata kejahatan yang dia
lakukan dengan menggunakan kekuasaan;
kepintaran dan kedudukan yang Allah anugerahkan kepadanya.
Oleh
sebab itu anakku, hendaklah engkau selalu waspada dengan tipu daya dan
langkah-langkah syaitan. Karena seseorang yang pada lahiriahnya beriman yang
memandang baik perbuatan jahat mereka, pada hakikatnya mereka bukanlah orang
yang beriman sebagaimana yang ditegaskan Allah dengan Firman-Nya:
“Sesungguhnya
orang-orang yang tidak beriman kepada negeri akhirat, Kami jadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan
mereka, maka mereka bergelimang (dalam kesesatan).” (Q.S. An-Naml:
4)
Anakku, memang ada dikatakan orang bahwa “air dan minyak” tidak akan bercampur.
Akan tetapi ketika keduanya sudah berada dan bercampur dalam satu wadah, maka
pastilah kedua-duanya tidak lagi dapat digunakan dengan baik dan sempurna.
Mudah-mudahan Allah Ta’ala senantiasa membimbing kita dengan
hidayah dan inayah-Nya dan menyelamatkan kita dari bujuk rayu syaitan yang
terkutuk. Wallahua’lam.
Jakarta, 2 Rajab 1435
H / 2 Mei 2014.
KH.Bachtiar Ahmad
No comments:
Post a Comment