oleh:
KH.Bachtiar Ahmad
====================
Tadinya
niat hati cuma mau singgah sekejap di kiosnya Bang Arsyad untuk mengisi bensin
motor. Eh disana malah diajak berbual-bual oleh Pak Liyas, pensiunan guru SD
yang sekarang sudah pindah profesi jadi
“petani sawit” di Sungai Nyamuk. Bual punya bual, akhirnya sanpai juga
pada masalah kurikulum pendidikan yang saat ini tengah hangat-hangatnya
dibincangkan orang banyak.
“Sebagai
mantan guru saya selalu bingung menengok ulah para pemimpin sekarang ini pak
Kelipah, nyaris setiap kali ganti kepemimpinan, setiap kali itu pula kurikulum
pendidikan kita selalu diubah-ubah. Kalau begini caranya, bagaimana anak-anak
bisa cepat pandainya. Baru nak lurus jalannya; eh malah disuruh belok atau
balik lagi ke belakang. Belum lagi kalau ditengok dari sisi biaya yang harus
ditanggung para orang tua; ganti kurikulum; ganti pula bukunya. Macam mana pula
pendapat pak Kelipah?”, kata Pak Liyas kepada saya dengan gaya bahasanya yang
khas Indo-Melayunya.
“Biarkan
sajalah Pak, saya malas nak membahasnya. Bagi saya sekarang ini, sehebat atau
secanggih apapun kurikulum pendidikan pemerintah untuk memajukan pendidikan
duniawi bagi anak-anak kita tak ada masalah; silahkan saja dibuat. Yang penting
itu buat kita adalah; bagaimana caranya kita mendidik dan mengajarkan anak-anak
kita dengan “Kurikulum Pokok” yang ada. Bagaimana caranya agar mereka mau
setiap hari mempelajari; menghafal dan sekaligus mengerjakan pe-er (pekerjaan
rutin) dari kurikulum pokok tersebut.”, jawab saya kepada Pak Liyas.
Dengan
nada sedikit heran Pak Liyas balik bertanya kepada saya: “Ha, apa pula
kurikulum pokok tu pak Kelipah. Baru sekarang saya mendengarnya.”
“Ah,
masa bapak tak tahu atau lupa. Kurikulum Pokok yang saya maksudkan itu adalah,
mata pelajaran yang hanya berkaitan dengan 6(enam) soal yang kelak akan
ditanyakan malaikat Munkar dan Nakir kepada kita sesaat setelah kita ditanam
atau dimasukkan orang ke dalam kubur. Sebab setinggi apapun sekolah kita di
dunia ini; sebanyak atau sehebat apapun gelar pendidikan yang kita sandang di
dunia ini; baik untuk yang sekolah maupun untuk yang tidak sekolah; Bahkan
untuk semua bangsa yang ada di dunia ini, maka hanya 6(enam) soal itulah yang
kelak akan ditanyakan Munkar dan Nakir kepada kita. Sebab kata Rasulullah SAW,
kalau lulus menjawab pertanyaan Munkar dan Nakir itu, maka akan mudahlah bagi
kita untuk menempuh jalan-jalan berikutnya. Jika tidak, jangan harap nak lancer
perjalanan berikutnya. Macam mana pak, sudah paham apa yang saya maksudkan
dengan Kurikulum Pokok tersebut.”, tanya saya kepada Pak Liyas usai
menyampaikan “cerpen” alias ceramah pendek kepadanya.
“He..he..he..
pak Kelipah ni bisa-bisa saja nak menceramahi orang. Tapi memang betul apa yang
tuan katakan tadi. Bahkan kalau kurikulum itu tidak hanya berlaku untuk
anak-anak kita, malahan lebih penting dan utama lagi bagi kita yang tua-tua ini
untuk menghapal dan mengerjakan pe-ernya. Sebab kalau dikaji dengan akal,
kita-kita inilah yang lebih dekat ke pintu kubur dan yang paling diintai oleh
Malaikat Maut.”, jawab Pak Liyas dengan sedikit terkekeh-kekeh mendengar cerpen
saya tadi.
“Nah,
itulah pak. Seperti yang sudah kita sering kita dengar setiap kali orang
membaca “talqin” di kuburan, maka Munkar dan Nakir tidak akan bertanya kepada
kita tentang mata pelajaran Geografi; Matematika; Bahasa Inggeris; Komputer;
Geologi atau pelajara apapun namanya di dunia ini. Kita hanya diminta menjawab;
Siapa Tuhan kita; Siapa Nabi kita; Apa Kitab yang jadi pedoman hidup kita;
Kemana Kiblat kita; Apa agama kita dan Siapa yang menjadi saudara-saudara kita.
Kalau ini terjawab dan dapat nilai 10(sepuluh) alamat selamatlah perjalanan
kita selanjutnya. Kalau tidak tanggungkanlah dibadan segala macam azab; bak di
kubur maupun di akhirat nanti. Betul tak pak Liyas?”
“Ha..ha..haa…
macam kata Upin dan Ipin; betul..betul..betul….”, jawab pak Liyas sambil
menyalami saya karena ingin segera pulang ke Sungai Nyamuk. Dan sayapun merasa
agak lega, karena tak perlu berlama-lama melayani bual Pak Liyas. Sebab sajapun
nak pergi ke Pajak Ikan Lama menjemput “bini” tercinta……….
Wallahua’lam
bish-shawab.
Bagansiapiapi, 21 Safar 1436 H / 14 Desember 2014
KH.Bachtiar
Ahmad
No comments:
Post a Comment