oleh: KH.Bachtiar
Ahmad
=====================
Ini
adalah salah satu “cerita” yang masih
tersisa ketika saya berada di RSJPD Harapan Kita Jakarta, di sela-sela waktu
menunggu cucunda #Amzarul_Haqqy# yang
masih dirawat di ruangan ICU. Sebuah pembelajaran yang patut direnungkan, agar
kita tidak terjebak dalam “kemusyrikan” lantaran lupa pada “kehendak dan
kekuasaan” #ALLAH# atas segala makhluk dan ciptaan-NYA sebagaimana yang
tersirat dan tersurat dalam Firman-Nya: “Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit
dan bumi, dan Allah Maha Kuasa
atas segala sesuatu. (Q.S. Ali ‘Imran: 189)”
Sebab terkadang ada di antara kita yang lupa, bahwa
“kitalah” yang mampu melakukan segala sesuatunya lantaran “ilmu dan kepintaran”
yang kita miliki. Kemampuan dan kehebatan kita atas sesuatu hal membuat kita
“sombong” dan lupa diri; Kita lupa bahwa sesungguhnya tidak ada suatu kekuatan
ataupun daya upaya yang mampu kita perbuat tanpa adanya #pertolongan_ALLAH#. Bahkan
untuk berlaku ta’at dan beribadah sekalipun kita perlu pertolongan dan bantuan
Allah. Oleh sebab itulah ketika diserukan azan “hayya ‘alash-sholah” kita
menjawabnya dengan kalimat “hauqolah”: “Laa haula wa la wa laa quwwata illaa
billaahil ‘aliyyil ‘azhiim” (Tiada satupun daya upaya (kita) melaikan dengan
bantuan/pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung)……………………………
………Petang itu beberapa sa’at sebelum masuk waktu Maghrib,
datang seorang laki-laki muda ke tempat kami berkumpul di salah satu sudut
RSJPD Harapan Kita dan langsung menemui saya sembari berkata:
“Pak Kyai, mohon ma’af. Apa bapak bisa menyembuhkan orang
yang kesurupan ?”
“Lho, emang ada apa ?”, saya balik bertanya kepada laki-laki
tersebut.
“Itu pak, di lantai dua ada orang yang sudah sejak satu jam
yang lalu kesurupan. Sudah diusahakan menyembuhkannya, tapi nggak bisa-bisa.
Kalau bapak bisa menyembuhkannya mohon
pertolongannya.”, jawab laki-laki itu menerangkan maksudnya yang kemudian saya
jawab:
“Ma’af nak, saya nggak bisa menyembuhkannya. Saya Cuma bisa
membantu dan berusaha mengatasinya dengan berdo’a memohon pertolongan Allah.
Mudah-mudahan Allah berkenan menyembuhkannya.”
Dengan nada yang sedikit kecewa laki-laki muda itu berkata:
“Oh, iya deh pak, kalau bapak nggak bisa nggak apa-apa.”,
lalu berdiri dan langsung pergi begitu saja meninggalkan saya.
Melihat keadaan itu saya hanya bisa beristighfar memohon
ampunan Allah dan memaklumi kondisi laki-laki tersebut yang memang masih dalam
keadaan panik menghadapi situasi dan kondisi yang sedang dialaminya. Sehingga
ia lupa, bahwa sesungguhnya yang #Maha_Menyembuhkan# itu hanyalah #ALLAH#,
sekalipun pada lahiriahnya yang mengobati itu adalah “dokter; dukun; tukang
obat” dan atau apapun namanya. Karena sesungguhnya hal yang demikian itu sudah
sangat jelas ditegaskan Allah di dalam Kitab-Nya melalui ucapan Nabi Ibrahim
‘alaihissalam:
“Ibrahim berkata:
“Maka apakah kamu telah memperhatikan apa yang selalu kamu sembah // kamu dan
nenek moyang kamu yang dahulu? // karena sesungguhnya apa yang kamu sembah itu
adalah musuhku, // kecuali Tuhan semesta alam, // (yaitu Tuhan) yang telah
menciptakan aku, maka Dia-lah yang menunjuki aku,// dan Tuhanku, Yang Dia memberi makan dan minum
kepadaku, // dan apabila aku sakit, Dia-lah yang menyembuhkan aku, // dan yang
akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali).” (Q.S.
Asy-Syara’: 75-81)
Bahkan kepada Nabi ‘Isa ‘alaihis-salam yang mampu
menyembuhkan orang sakit; orang yang buta;
Allah Ta’ala menegaskan:
“(Ingatlah), ketika Allah mengatakan: “Hai Isa putra Maryam,
ingatlah nikmat-Ku kepadamu dan kepada ibumu di waktu Aku menguatkan kamu
dengan ruhul qudus. Kamu dapat berbicara dengan manusia di waktu masih dalam
buaian dan sesudah dewasa; dan (ingatlah) di waktu Aku mengajar kamu menulis,
hikmah, Taurat dan Injil, dan (ingatlah pula) di waktu kamu membentuk dari
tanah (suatu bentuk) yang berupa burung dengan izin-Ku, kemudian kamu meniup
padanya, lalu bentuk itu menjadi burung (yang sebenarnya) dengan seizin-Ku. Dan
(ingatlah), waktu kamu menyembuhkan
orang yang buta sejak dalam kandungan ibu dan orang yang berpenyakit sopak
dengan se-izin-Ku, dan (ingatlah) di waktu kamu mengeluarkan orang mati dari
kubur (menjadi hidup) dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu Aku menghalangi
Bani Israel (dari keinginan mereka membunuh kamu) di kala kamu mengemukakan
kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, lalu orang-orang kafir di
antara mereka berkata: “Ini tidak lain melainkan sihir yang nyata.” (Q.S.
Al-Maidah: 110)
Begitu juga kepada Rasulullah SAW, Allah menegaskan bahwa
kemenangan yang diperoleh kaum muslimin waktu Perang Badar, bukanlah kemenangan
yang begitu saja mereka peroleh, melainkan #hanya# dengan bantuan dan
pertolongan Allah semata sebagaimana Firman-Nya:
“Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan
tetapi Allah-lah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian
untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang
mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui.” (Q.S. Al-Anfal: 17)
Mudah-mudahan kita akan selalu ingat pada kelemahan yang
kita miliki dan sadar bahwa apa yang kita perbuat hanyalah sebagai #syarat#
belaka, tanda keta’atan dan kepatuhan kita kepada Allah untuk mendapatkan ridho
dan pertolongan-Nya. Wallahua’lam.
Bagansiapiapi, 15 Safar 1436 H / 8 Desember 2014
KH.Bachtiar Ahmad.
No comments:
Post a Comment