oleh: KH.Bachtiar
Ahmad
======================
Saat ini seperti
halnya segala sesuatu yang diciptakan Allah SWT, maka Ramadhan yang dimuliakan telah
usai dan berlalu dari kehidupan kita,
karena tak ada yang kekal selain Allah SWT sebagaimana firman-Nya:
“Janganlah kamu
sembah di samping (menyembah) Allah, Tuhan apapun yang lain; tidak ada Tuhan
(yang berhak disembah) melainkan Dia. Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali
Allah; bagi-Nyalah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu
dikembalikan.” (Q.S. Al-Qashash: 88)
Oleh sebab itu, barangsiapa yang beribadah pada
hari-hari yang lalu hanya karena Ramadhan, sungguh ia akan merugi karena amal
ibadah yang diperbuatnya juga akan sirna seiring perginya Ramadhan tahun ini.
Akan tetapi bagi yang beramal karena melaksanakan keta’atan-nya atas apa yang
diperintahkan Allah SWT kepadanya, maka beruntunglah dirinya. Sebab setelah
Ramadhan berlalu, ia masih punya waktu untuk mengabdi dan beribadah kepada
Allahu Azza Wa Jalla, sambil melakukan muhasabah; melaksanakan evaluasi atas
apa yang telah dikerjakannya selama Ramadhan mengisi hari-hari kehidupannya.
Setelah Ramadhan usai, setiap orang yang beriman akan
terus menapaki jalan keta’atan dengan mengambil hikmah dari apa yang dirasakan
dan yang dialaminya selama Ramadhan. Sebab Ramadhan adalah merupakan salah satu
vitamin dan obat bagi mereka, yang akan menambah energi atau kekuatan
ketaatannya kepada Allah SWT dibulan-bulan berikutnya, agar mereka tetap
mendapat balasan yang sama dari amal dan kebajikan yang mereka lakukan; kendati
nilainya mungkin tidak sebesar balasan Allah di bulan Ramadhan.
Adalah tidak patut bagi kita yang beriman untuk menutup
semua aktifitas ibadah yang dirajut selama Ramadhan, hanya karena telah berakhirnya
bulan yang dimuliakan Allah SWT tersebut.
Adalah satu kesalahan besar, jika selama Ramadhan kita
rajin sholat berjama’ah, lalu ketika Ramadhan usai, dengan berbagai alasan kita
tidak lagi berkumpul dengan saudara-saudara kita di Masjid ataupun di Musholla
yang biasa kita kunjungi. Sebab hal itu tidak hanya mengurangi nilai ibadah
kepada Allah, tapi juga dapat menyebabkan terputusnya silaturahim yang selama
Ramadhan telah dengan susah payah kita ikat dengan kuat. Dan adalah juga satu
kesalahan besar yang kita perbuat, bahwa jika selama Ramadhan kita rajin
tilawah Al-Quran menjelang sahur, sementara ketika Ramadhan usai kita lebih
memilih tidur mendengkur; sampai kadang-kadang sholat shubuh berlalu dengan
begitu saja.
Bagi orang-orang yang beriman, maka Ramadhan hanyalah
merupakan salah satu kesempatan terbaik untuk menambah keta’atan dan meraih
hidayah Allah, agar dalam bulan-bulan lainnya mereka tetap menadapatkan
keteguhan hati sebagaimana do’a yang senantiasa mereka lafazkan ke hadirat
Allah SWT:
“Ya Tuhan kami,
janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri
petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau;
karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” (Q.S. Ali ‘Imran: 8)
Ramadhan sudah pergi dan berlalu, dan sebagai orang
yang beriman kita tak pernah diberitahu; Apakah bisa bertemu lagi atau tidak
lantaran rahasia umur adalah milik Allah semata. Jadi alangkah naifnya, jika
usai Ramadhan tahun ini kita kembali melakukan hal yang sama dengan tahun lalu
setelah ditinggalkan Ramadhan. Maka alangkah baiknya jika kita semaksimal
mungkin bertahan dengan amalan-amalan yang telah diajarkan Ramadhan sambil
menunggu kedatangan bulan yang penuh berkah tersebut di tahun yang akan datang.
Sehingga dengan demikian kita tidak akan rugi besar jika harus kembali kepada
Allah, dan tak sempat lagi bertemu dengan Ramadhan tahun yang akan datang.
Ramadhan tahun ini
akan berlalu dari kehidupan kita dan akan menjadi saksi untuk kita; Apakah
saksi yang memberatkan atau yang meringankan. Semuanya tergantung dari apa yang
telah kita lakukan untuk-Nya sebagaimana yang tersirat dan tersurat dalam sabda
Rasulullah SAW:
“Sesungguhnya puasa dan Al-Quran akan
memintakan syafaat bagi seorang hamba di Hari Kiamat nanti. Puasa berkata:
“Wahai Tuhanku, aku telah mence-gahnya dari makan dan syahwat, maka berilah ia
syafaat karenanya.” Al-Quran juga berkata: “Wahai Tuhanku, aku mencegahnya dari
tidur di malam hari, maka berilah dia syafaat.” Rasulullah SAW berkata: “Lalu
keduanya memintakan syafaat.” ( Hadis riwayat
Thabrani; Imam Ahmad dan al-Hakim r.a)
Ramadhan
telah berlalu dan mati sebelum Allah kembali menghidupkannya pada tahun yang
akan datang. Akan tetapi sebaliknya Allah tak pernah berlalu dan takkan pernah
mati untuk kita. Oleh sebab itu jika kita menggantungkan amal ibadah kita
semata-mata hanya lantaran Ramadhan, maka itu adalah tindakan keliru yang bisa
membuat kita menjadi “syirik”. Sebab segala sesuatu-nya hanya bergantung kepada Allah
sebagaimana yang dinyatakan-Nya:
“Katakanlah:
"Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diper-anakkan, Dan
tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.” (Q.S.Al-Ikhlas: 1-4)
Karenanya
jika kita memang benar-benar beriman
kepada Allah, maka hendaklah menjadi seorang Rabbani dengan pemahaman: “Hidup senantiasa untuk Allah; berbuat hanya
karena Allah dan meminta hanya kepada Allah.” Bukan menjadi seorang Ramadhani
yang bermakna: “Orang yang senantiasa hidup hatinya dan
berbuat kebajikan hanya di bulan Ramadhan.”
Biarlah
Ramadhan berlalu tahun ini dan kita ucapkan selamat jalan untuk bulan yang
penuh berkah Allah tersebut. Akan tetapi
jangan ucapkan selamat jalan pada amal kebajikan yang terus menerus dapat kita
lakukan. Biarlah ia akan berhenti dengan sendirinya ketika Allah telah menutup
kesempatan dan menutup waktu kita untuk berbuat amal kebajikan dengan
kematian.
Mudah-mudahan Allah SWT berkenan
mempertemukan kita dengan Ramadhan tahun yang akan datang. Insya Allah !
Bagansiapiapi, 01 Syawal 1435 H / 28 Juli
2014.
KH. BACHTIAR AHMAD