Friday 29 August 2014

NASIHAT GURUKU (36): Kemuliaan Akhlak 1



oleh: KH.Bachtiar Ahmad
=====================
Anakku, salah satu tanda kemuliaan akhlak itu adalah; Bahwa engkau tidak pernah merasa gusar atau kecewa ketika ada orang yang tidak peduli dengan kebaikan yang telah engkau berikan kepadanya. Bahkan dibalas dengan kejahatan sekalipun, engkau tidak perlu marah. Sebab Allah Ta’ala telah menjelaskan dalam Kitab-Nya:

“Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar tidak berterima kasih kepada Tuhannya.” (Q.S. Al-‘Adiyat: 6)

Oleh sebab itulah dikatakan oleh Syaikh Fathur-rahman: “Orang yang bertakwa kepada Allah tidak perlu heran atau merasa sakit hati ketika kebaikannya  dibalas orang dengan kejahatan ataupun ejekan. Sebab apa yg diperbuat manusia kepada Allah jauh lebih besar kejahatannya; bahwa banyak orang yang bermaksiat dan mendurhakai Allah sebagai balasan untuk rahmat dan nikmat yang telah Allah berikan kepadanya.”

Karenanya janganlah mengharap balasan apapun dari setiap kebaikan yang engkau lakukan kepada sesama. Biarlah Allah Ta’ala yang menilai dan membalasnya; karena sesungguhnya Allah Maha Melihat; Maha Mengetahui dan Maha Membalas apa yang kita kerjakan sebagaimana firman-Nya:

“Dan dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Baqarah: 110)

Anakku, mudah-mudahan nasihatku ini bermanfaat bagimu dan Allah Ta’ala senantiasa membimbing kita dengan hidayah dan inayah-Nya, sehingga kita menjadi orang-orang yang selamat di Hari Kiamat nanti. Wallahua’lam.

Jakarta,  04 Dzulqaidah 1435 H / 29 Agustus 2014.
KH.Bachtiar Ahmad

Friday 22 August 2014

SALAH SATU TANDA BAIKNYA AKHLAK



oleh: KH.Bachtiar Ahmad
=====================
Imam Malik bin Anas r.a berkata: “Salah satu tanda baiknya akhlak adalah “istiqomah” dengan apa yang telah diyakini. Karenanya jika ada pendapat yang bertentangan dengan pendapat dan keyakinanmu; timbanglah dengan Kitabullah dan petunjuk Rasul-Nya; bila perlu bantahlah dengan baik. Jika tidak,hendaklah engkau diam. Sebab selain Allah melarangmu berbantah-bantahan, Rasulullah SAW juga menyebutkan, bahwa salah satu ciri-ciri orang munafik itu adalah orang yang  suka berbantah-bantahan dan merasa benar dengan  pendapatnya sendiri.”  Wallahua’lam.

(dinukil dan diedit dari Risalah Shufiyyah)

Bagansiapiapi, 25 Syawal 1435 H/22 Agustus 2014
KH.Bachtiar Ahmad

Friday 15 August 2014

KETIKA RAMADHAN TELAH USAI



oleh: KH.Bachtiar Ahmad
======================
Saat ini  seperti halnya segala sesuatu yang diciptakan Allah SWT, maka Ramadhan yang dimuliakan telah  usai dan berlalu dari kehidupan kita, karena tak ada yang kekal selain Allah SWT sebagaimana firman-Nya:

“Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, Tuhan apapun yang lain; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah; bagi-Nyalah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.”   (Q.S. Al-Qashash: 88)
Oleh sebab itu, barangsiapa yang beribadah pada hari-hari yang lalu hanya karena Ramadhan, sungguh ia akan merugi karena amal ibadah yang diperbuatnya juga akan sirna seiring perginya Ramadhan tahun ini. Akan tetapi bagi yang beramal karena melaksanakan keta’atan-nya atas apa yang diperintahkan Allah SWT kepadanya, maka beruntunglah dirinya. Sebab setelah Ramadhan berlalu, ia masih punya waktu untuk mengabdi dan beribadah kepada Allahu Azza Wa Jalla, sambil melakukan muhasabah; melaksanakan evaluasi atas apa yang telah dikerjakannya selama Ramadhan mengisi hari-hari kehidupannya.

Setelah Ramadhan usai, setiap orang yang beriman akan terus menapaki jalan keta’atan dengan mengambil hikmah dari apa yang dirasakan dan yang dialaminya selama Ramadhan. Sebab Ramadhan adalah merupakan salah satu vitamin dan obat bagi mereka, yang akan menambah energi atau kekuatan ketaatannya kepada Allah SWT dibulan-bulan berikutnya, agar mereka tetap mendapat balasan yang sama dari amal dan kebajikan yang mereka lakukan; kendati nilainya mungkin tidak sebesar balasan Allah di bulan Ramadhan.

Adalah tidak patut bagi kita yang beriman untuk menutup semua aktifitas ibadah yang dirajut selama Ramadhan, hanya karena telah berakhirnya bulan yang dimuliakan Allah SWT tersebut.

Adalah satu kesalahan besar, jika selama Ramadhan kita rajin sholat berjama’ah, lalu ketika Ramadhan usai, dengan berbagai alasan kita tidak lagi berkumpul dengan saudara-saudara kita di Masjid ataupun di Musholla yang biasa kita kunjungi. Sebab hal itu tidak hanya mengurangi nilai ibadah kepada Allah, tapi juga dapat menyebabkan terputusnya silaturahim yang selama Ramadhan telah dengan susah payah kita ikat dengan kuat. Dan adalah juga satu kesalahan besar yang kita perbuat, bahwa jika selama Ramadhan kita rajin tilawah Al-Quran menjelang sahur, sementara ketika Ramadhan usai kita lebih memilih tidur mendengkur; sampai kadang-kadang sholat shubuh berlalu dengan begitu saja.

Bagi orang-orang yang beriman, maka Ramadhan hanyalah merupakan salah satu kesempatan terbaik untuk menambah keta’atan dan meraih hidayah Allah, agar dalam bulan-bulan lainnya mereka tetap menadapatkan keteguhan hati sebagaimana do’a yang senantiasa mereka lafazkan ke hadirat Allah SWT:

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” (Q.S. Ali ‘Imran: 8)

Ramadhan sudah pergi dan berlalu, dan sebagai orang yang beriman kita tak pernah diberitahu; Apakah bisa bertemu lagi atau tidak lantaran rahasia umur adalah milik Allah semata. Jadi alangkah naifnya, jika usai Ramadhan tahun ini kita kembali melakukan hal yang sama dengan tahun lalu setelah ditinggalkan Ramadhan. Maka alangkah baiknya jika kita semaksimal mungkin bertahan dengan amalan-amalan yang telah diajarkan Ramadhan sambil menunggu kedatangan bulan yang penuh berkah tersebut di tahun yang akan datang. Sehingga dengan demikian kita tidak akan rugi besar jika harus kembali kepada Allah, dan tak sempat lagi bertemu dengan Ramadhan tahun yang akan datang.

Ramadhan tahun ini akan berlalu dari kehidupan kita dan akan menjadi saksi untuk kita; Apakah saksi yang memberatkan atau yang meringankan. Semuanya tergantung dari apa yang telah kita lakukan untuk-Nya sebagaimana yang tersirat dan tersurat dalam sabda Rasulullah SAW:

 “Sesungguhnya puasa dan Al-Quran akan memintakan syafaat bagi seorang hamba di Hari Kiamat nanti. Puasa berkata: “Wahai Tuhanku, aku telah mence-gahnya dari makan dan syahwat, maka berilah ia syafaat karenanya.” Al-Quran juga berkata: “Wahai Tuhanku, aku mencegahnya dari tidur di malam hari, maka berilah dia syafaat.” Rasulullah SAW berkata: “Lalu keduanya memintakan syafaat.” ( Hadis riwayat Thabrani; Imam Ahmad dan al-Hakim r.a)

Ramadhan telah berlalu dan mati sebelum Allah kembali menghidupkannya pada tahun yang akan datang. Akan tetapi sebaliknya Allah tak pernah berlalu dan takkan pernah mati untuk kita. Oleh sebab itu jika kita menggantungkan amal ibadah kita semata-mata hanya lantaran Ramadhan, maka itu adalah tindakan keliru yang bisa membuat kita menjadi “syirik”. Sebab segala sesuatu-nya hanya bergantung kepada Allah sebagaimana yang dinyatakan-Nya:

“Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diper-anakkan, Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.” (Q.S.Al-Ikhlas: 1-4)

Karenanya  jika kita memang benar-benar beriman kepada Allah, maka hendaklah menjadi seorang Rabbani dengan pemahaman: “Hidup senantiasa untuk Allah; berbuat hanya karena Allah dan meminta hanya kepada Allah.” Bukan menjadi seorang Ramadhani yang bermakna: “Orang yang senantiasa hidup hatinya dan berbuat kebajikan hanya di bulan Ramadhan.”

Biarlah Ramadhan berlalu tahun ini dan kita ucapkan selamat jalan untuk bulan yang penuh berkah Allah tersebut.  Akan tetapi jangan ucapkan selamat jalan pada amal kebajikan yang terus menerus dapat kita lakukan. Biarlah ia akan berhenti dengan sendirinya ketika Allah telah menutup kesempatan dan menutup waktu kita untuk berbuat amal kebajikan dengan kematian. 

Mudah-mudahan Allah SWT berkenan mempertemukan kita dengan Ramadhan tahun yang akan datang. Insya Allah !

Bagansiapiapi, 01 Syawal 1435 H / 28 Juli 2014.
KH. BACHTIAR AHMAD

Friday 8 August 2014

MENANGIS KARENA ALLAH



oleh: Hajjah Mardiah
=================

Syaikh Abu Madyan Al-Maghribi r.a berkata “Rasa sedih yang ada di dalam dirimu; bukan diciptakan Allah untuk menangisi musibah atau kemalangan yang diujikan kepadamu; melainkan sebagai salah satu jalan untuk meningkatkan ketakwaanmu kepada Allah. Oleh sebab itu menangislah karena takut kepada  (ancaman) Allah; sebab kata Nabi SAW: tidak akan masuk neraka org yang menangis karena takut kepada (ancaman) Allah.”
( dinukil dan diedit dari Risalah Shuffiyah)

Bagansiapiapi, 09 Syawal 1435 H / 05 Agustus

Friday 1 August 2014

PELAJARAN DARI SEORANG ANAK



oleh: KH.Bachtiar Ahmad
====================
Dalam sebuah riwayat dikisahkan; Suatu ketika Hasan al Bashri berjalan di pinggiran sungai, beliau melihat ada seorang anak kecil yang sedang mengambil wudhu’ sambil menangis bercucuran air mata. Dan melihat keadaan itu Hasan bertanya kepada si anak: “Wahai anak, mengapa engkau menangis sedemikian sedihnya ?”

Maka berkatalah si anak kepadanya: “Wahai tuan, tadi saya membaca Al-Quran dan ketika sampai pada ayat “Yaa ayyuhalladziina aamanu quu anfusakum wa ahliikum naaroo… (Q.S. At-Tahrim ayat 6: “Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…dst); tumbuhlah rasa takutku akan azab yang djanjikan Allah Ta’ala tersebut. Terasa panas dan terbakar seluruh badanku, maka yang demikian itulah yang menyebabkan aku berwudhu’ dan ingin mendirikan sholat sunat memohon ampunan Allah, agar aku tidak dimasukkan ke dalam neraka.”

Mendengar jawaban anak kecil tersebut berkatalah Hasan al Bashri: “Wahai anak, janganlah engkau takuti hal itu; sesungguhnya engkau telah terpelihara dan dipelihara oleh Allah Ta’ala dari azab-Nya dan engkau tidaklah akan dimasukkan Allah ke dalam neraka-Nya.”

Diluar dugaan Hasan al Bashri anak kecil itu lalu berkata dengan bijaknya: “Wahai tuan yang baik hati, sebagai orang yang diberikan akal oleh Allah Ta’ala, apakah tuan tidak pernah melihat bagaimana orang menyalakan api;  pada umumnya sebelum mereka memasukkan batang pohon yang besar,  maka pertama kali yang mereka bakar dan masukkan ke dalam api adalah ranting dan dahan yang kecil-kecil. Jadi jika kelak Allah memasukkan seseorang ke dalam neraka, maka tentulah kami yang kecil-kecil ini lebih dulu dimasukkan dari orang-orang tua dan yang besar seperti tuan.”

Tatkala mendengar jawaban si anak tersebut, maka menangi pulalah Hasan al Bashri dan berkata dalam hatinya: “Sungguh anak ini lebih takut kepada neraka daripada diriku.” Kemudian beliaupun bergegas pulang untuk mengerjakan sholat sunat dan beristighfar memohon ampunan Allah Ta’ala dari kelalaian yang telah dilakukannya. Wallahua’lam.

(dinukil dan diedit dari Kisah-Kisah Sufistik)

Bagansiapiapi, 5 Ramadhan 1435 H / 01 Agustus 2014
KH.Bachtiar Ahmad

Sekapur Sirih

Bagi yang berminat dengan tulisan yang ada, silahkan dicopy agar dapat berbagi dengan yang lain sebagai salah satu upaya kita untuk menunaikan “amar ma’ruf nahi munkar” yang diperintahkan Allah SWT.