Friday 13 November 2015

KEDERMAWANAN



oleh: KH.Bachtiar Ahmad
=====================
Allah dan Rasul-Nya menganjurkan kita untuk berperilaku dermawan dan sangat mencela terhadap orang-orang yang bakhil (kikir). Bahkan kedermawanan itu Allah sebutkan dalam Firman-Nya sebagai salah satu kebajikan yang utama bagi orang taqwa:

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan  (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. Al-Baqarah: 177)

Berkaitan dengan hal itu, dalam salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim  dari Abu Hurairah r.a Rasulullah SAW bercerita:

“Ada seorang lelaki sedang berjalan di Padang Sahara, sebuah tempat di muka bumi. Tiba-tiba ia mendengar suara dari atas awan: “Turunkanlah hujan di kebun milik si Fulan!” Kemudian awan itu pun bergerak dan mencurahkan air hujan di atas tanah harrah (tanah yang berbatu hitam). Seketika salah satu dari parit-parit tanah harrah itu dipenuhi air, dan si  lelaki itu lalu menelusuri jalannya aliran air tersebut. Beberapa saat kemudian  ia melihat seseorang sedang mengatur aliran air dengan cangkulnya. Lelaki itu berkata kepadanya, “Wahai hamba Allah, siapakah namamu?” Si pemilik kebun menjawab, “Nama saya Fulan” (persis seperti nama yang disebutkan di atas awan tadi). Kemudian si pemilik kebun balas bertanya, mengapa dia menanyakan namanya. Lelaki itu pun menceritakan apa yang baru didengarnya dan bertanya kepada si pemilik kebun: “Wahai tuan, apakah yang telah engkau perbuat dengan kebunmu ini?”. Si pemilik kebun menjawab: “Aku selalu menunggu hasil dari kebunku ini. Dari hasilnya, aku selalu menyedekahkan sepertiganya, sedang aku dan keluargaku memakan sepertiganya dan Dia (Allah) sepertiganya (maksudnya membayar zakat)”.

Ternyata apa yang diperoleh si pemilik kebun tersebut adalah merupakan salah satu bukti dari kebenaran firman Allah Ta’ala:

''Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang dapat menumbuhkan menjadi tujuh bulir, dan pada tiap-tiap bulir terdapat seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.'' (Q.S. Al-Baqarah: 261)

Mudah-mudahan kita dengan hidayah dan inayah Allah Ta’ala, kita dapat menjadi pemilik kebun yang dermawan. Wallahua’lam.

Bagansiapiapi, 30 Muharram 1437 H / 13 Nopember 2015.
KH.Bachtiar Ahmad

Friday 6 November 2015

WAKTU DAN KEMATIAN



oleh: KH. Bachtiar Ahmad
=====================
Ada yang mengatakan, bahwa kematian itu berjalan sejajar dengan waktu yang kita tempuhi dalam kehidupan ini. Dan hal ini tercermin dalam perjalanan waktu yang telah kita lewati; Bahwa dalam setiap detik kita bisa melihat atau mendengar kabar tentang kematian yang merenggut saudara-saudara kita atau manusia lainnya; Baik kematian yang terjadi secara perorangan maupun sekaligus mencabut banyak nyawa dalam satu peristiwa atau kejadian yang ada.  Dan sedikitpun tak ada kata “tunggu dulu” ketika maut datang menjemput. Siapa saja dibawanya pergi meninggalkan dunia yang fana ini  tanpa pilih kasih; baik tua maupun  muda; Besar kecil; Kaya miskin; Pejabat atau rakyat; sama saja bagi sang maut. Dan tidaklah mustahil ia akan datang kepada kita dalam waktu-waktu yang kita tempuh dalam kehidupan ini sebagaimana yang Allah Ta’ala tegaskan dengan Firman-Nya:

 “Tiap-tiap umat mempunyai ajal, maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (Q.S.Al-A’raaf: 3)

“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendati pun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” (Q.S. An-Nisaa’: 78)

Dalam hal ini disamping banyak yang merasa takut dan cemas dengan kematian yang akan datang menjemput, banyak juga di antara kita yang acuh tak acuh dengannya. Bahkan kebanyakan dari kita merasa akan hidup “seribu tahun lagi” seperti kata sang penyair “Khairil Anwar”. Padahal secara tegas Al-Quran telah menyatakan, bahwa hal itu adalah sesuatu yang tidak mungkin sebagaimana yang tersirat dalam Firman Allah Ta’ala di dalam Kitab-Nya:

"Dan sungguh kamu akan mendapati mereka seloba-loba manusia kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih loba lagi) dari orang-orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya dari siksa. Dan Allah mengetahui apa yang mereka kerjakan". (QS Al Baqarah : 96 ).

Menyimak fenomena yang demikian ini, maka “Syaikhul Islam” Abu Hamid Al-Ghazali di dalam kitabnya  “Al-Ihyaa’”  membagi manusia dalam beberapa  golongan manusia dalam menghadapi masalah kematian ini:

Yang pertama adalah yang beliau sebut sebagai Al Munhamik; yaitu orang yang tenggelam dalam tipu daya dan hawa nafsu dunia. Ia tidak mengingat kematian dan enggan untuk diingatkan orang tentang kematian. Dan manakala diiingatkan justru ia aka semakin menjauh dari Tuhan dan lupa bahwa dirinya pasti akan mati. Dirinya tak pernah berupaya meniyapkan bekal untuk kematian yang akan ditemuinya. Kelompok ini tak pernah takut mati lantaran mereka terus berusaha melupakan kematian yang akan menjemputnya.

Kedua adalah At-Taib;  yaitu orang yang selalu bertaubat memohon ampunan dari Allah. Iapun banyak mengingat kematian yang mendorongnya beramal dan mempersiapkan bekal. Dan kalaupun mereka tidak suka kematian, hal itu adalah semata-mata adalah karena mereka merasa belum cukup bekal untuk menghadapi kematian yang akan kepada mereka.

Ketiga adalah kelompok; Al 'Arif, yaitu orang yang mengetahui posisi dirinya di hadapan Allah. Mereka senantiasa mengingat kematian, bahkan ia selalu menanti saat kematian itu. Karena baginya kematian adalah momentum perjumpaan dengan Allah, Dzat yang selama ini dicintainya dan dirindukannya dan ia memiliki bekal dan persiapkan penuh untuk menghadapi kematian. Mereka yang masuk dalam kelompok ini benar-benar tahu, bahwa soal mati adalah soal waktu. Artinya adalah, bahwa kematian itu ada dalam setiap detik waktu yang mereka lalui, sehingga ia bisa datang bersamaan dengan bilangan waktu yang akan mereka lalui. Dan hal inilah yang tersirat dalam firman-Nya:

"Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan" (Q.S. Al-Munafiqun: 11).

Mudah-mudahan dengan hidayah dan inayah Allah kita tidak termasuk ke dalam golongan orang-orang yang abai dengan waktu dan kematian yang setiap sa’at datang menjemput. Wallahua’lam.

Bagansiapiapi, 23 Muharram 1437 H / 6 Nopember  2015
KH. Bachtiar Ahmad

Sekapur Sirih

Bagi yang berminat dengan tulisan yang ada, silahkan dicopy agar dapat berbagi dengan yang lain sebagai salah satu upaya kita untuk menunaikan “amar ma’ruf nahi munkar” yang diperintahkan Allah SWT.