Friday 23 October 2015

KUFURKAH KITA?



oleh: KH Bachtiar Ahmad
=====================
Menurut istilah bahasanya “kufur” artinya  adalah “menutupi”, sedangkan menurut istilah hukum (syariat) artinya adalah “ingkar” terhadap Allah Ta’ala. Atau dengan kata lain “tidak beriman” kepada Allah dan Rasul Nya; Baik dengan cara mendustakan-Nya maupun tidak.

Syaikh Abdullah AlGhazali menerangkan, bahwa “kufur” dengan jalan mendustakan ialah; Bahwa seseorang itu tidak hanya sekadar menentang dan menolak perintah dan larangan Allah Ta’ala, tetapi juga tidak mempercayai akan adanya Allah Ta’ala. Sedangkan kufur dengan tidak mendustakan adalah; keadaan dimana seseorang yang hanya sebatas menentang dan menolak perintah serta larangan Allah. Dan yang terakhir inilah yang banyak kita jumpai di kalangan umat Islam.

Selain itu berdasarkan keterangan Al-Quran dan Hadis Nabi SAW, kufur dibagi menjadi 2(dua) bagian, yakni kufur besar dan kufur kecil.

“Kufur besar” adalah perbuatan atau keadaan  yang dapat mengeluarkan pelakunya dari Islam (menjadi kafir); bahwa seseorang yang mendustakan Allah tidak hanya sekadar dengan ucapan (qouly) belaka, akan tetapi juga diaplikasikan dengan perbuatan atau tindakan nyata (fi’ly). Dan hal ini mencakup beberapa hal sebagaimana yang diterangkan Allah SWT di dalam kitab-Nya:

Pertama: Karena mendustakan Allah dan Rasul-Nya:

“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kedustaan terhadap Allah atau mendustakan yang hak (maksudnya kerasulan Nabi Muhammad SAW) tatkala yang hak itu datang kepadanya ? bukankah dalam neraka Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang yang kafir?”      (Q.S.Al-Ankabuut: 68)

Kedua: Kufur lantaran sikap dan sifat sombong sebagaimana yang diperbuat Iblis laknatullah:

“Dan (ingatlah) ketika kami berfirman kepada para Malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.” (Q.S.Al-Baqarah: 34)

Ketiga: Menjadi kufur lantaran mempersekutukan  Allah dengan sesuatu:

“Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan mengadakan gelap dan terang, namun orang-orang yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka.” (Q.S.Al-An’aam: 10)

Ke-empat: Kufur karena berpaling atau murtad dari Allah Ta’ala:

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman kemudian kafir (murtad); kemudian beriman (pula); kemudian kafir lagi; kemudian bertambah kekafirannya, maka sekali-kali Allah tidak akan memberi ampunan kepada mereka dan tidak (pula) menunjuki mereka kepada jalan yang lurus.”  (Q.S.An-Nisaa’: 137)

Adapun “kufur kecil” adalah perbuatan ataupun ucapan yang dilakukan seseorang yang tidak akan mengeluarkannya dari iman dan keislamannya. Hal tersebut dilakukannya adalah hanya semata-mata menentang perintah Allah; Baik apa yang diwajibkan-Nya maupun yang dilarang-Nya. Akan tetapi menurut Syaikh Abdullah Al-Ghazali, jika ucapan dan perbuatan itu terus menerus dilakukan tanpa ada rasa penyesalan dihatinya dan enggan untuk bertaubat memohon ampunan Allah, maka bisa jadi pada akhirnya ia akan digolongkan ke dalam kelompok orang-orang yang melakukan kufur besar. Beberapa indikasi bahwa seseorang itu dapat digolongkan ke dalam kelompok kufur kecil di antaranya adalah:

Kufur Nikmat: Inilah kelompok manusia yang paling banyak di kalangan orang-orang yang beriman. Sesungguhnya mereka mengetahui, bahwa apa yang mereka peroleh adalah berasal dari Allah. Akan tetapi mereka enggan dan bahkan ada yang sama sekali tak mau bersyukur bersyukur kepada Allah atas segala karunia yang telah ia dapatkan dari-Nya. Hal ini banyak disingung Allah di dalam Al-Qur’an:

“Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan kekafiran dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan ?”    (Q.S.Ibrahim: 28)

“Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia memohon (pertolongan) kepada Tuhannya dengan kembali kepada-Nya; Kemudian apabila Tuhan memberikan nikmat-Nya kepadanya lupalah dia akan kemudharatan yang pernah dia berdoa (kepada Allah) untuk (menghilangkannya) sebelum itu, dan dia mengada-adakan sekutu-sekutu bagi Allah untuk menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya. Katakanlah: "Bersenang-senanglah dengan kekafiranmu itu sementara waktu; Sesungguhnya kamu termasuk penghuni neraka".         (Q.S.Az-Zumar: 8)

Bersumpah dengan (nama) selain Allah: Bersumpah dengan sesuatu ada-lah pengangungan atas sesuatu yang diucapkan dalam sumpah itu. Maka yang paling layak dan paling utama untuk diagungkan adalah Allah Ta’ala saja. Oleh sebab itulah Rasululah SAW melarang umat beliau untuk bersumpah dengan menggunakan sesuatu atau nama yang lain. Hal ini  beliau tegaskan: 

“Siapa yang bersumpah, maka hendaklah ia bersumpah dengan nama Allah. Jika tidak hendaklah ia diam.” (HR. Muslim)

Dan siapa yang bersumpah dengan nama selain Allah, maka dia telah kufur atau syirik.”  (HR. At-Tirmidzi)

Selain dari itu, maka perbuatan-perbuatan lainnya yang digolongkan ke dalam kelompok  kufur kecil adalah; Memakai azimat (jimat-jimat) dengan menyakini kesaktian atau kehebatan azimat tersebut; Meramal nasib; main sihir atau guna-guna; berniat atau bernazar bukan kepada Allah; Menembelih tidak menggunakan nama Allah; mendatangi kuburan atau tempat-tempat keramat untuk meminta berkah dan pertolongan; selalu memandang sial segala sesuatu musibah yang ditimpakan Allah dan perbuatan-perbuatan lain yang jelas-jelas menafikan Keagungan dan Kekuasaan Allah Ta’ala sebagai yang Maha Pencipta.

Oleh sebab itu hendaklah kita selalu mewaspadai langkah-langkah yang kita perbuat dalam kehidupan ini, sehingga terbebas dari kekufuran kepada Allah dan Rasul-Nya. Wallahua’lam.

Bagansiapiapi, 10 Muharram 1347 H / 23 Oktober 2015
KH. Bachtiar Ahmad

Friday 9 October 2015

HARAPAN DAN KEMATIAN



oleh: KH.Bachtiar Ahmad
====================
Siapapun manusianya pastilah  memiliki harapan  untuk meraih kenikmatan dunia.  Bahkan orang yang kita anggap gila sekalipun harapan dan angan-angannya berbeda dengan orang yang waras. Sebab adanya “harapan” atau “keinginan” untuk memperoleh segala fasilitas kehidupan dunia dengan segala kenikmatannya yang mempesona dan yang menggoda, memang diciptakan Allah di dalam diri manusia sebagai bagian dari fitrah dirinya. Hal ini tersirat dalam firman Allah Ta’ala:

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang di-ingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (Q.S. Ali ‘Imraan: 14)

Bahkan untuk mendukung manusia dalam hal usaha pencarian kenikmatan dan kebahagiaan duniawi tersebut Allah mengajarkan kita do’a yang berkaitan dengan hal tersebut:

  "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka" (Q.S.Al-Baqarah: 201)

Akan tetapi kendatipun demikian adanya, manusia tentunya tidak boleh lupa bahwa hakikat atau tujuan pokok daripada penciptaan dan pemberian kenikmatan hidup duniawi tersebut  adalah semata-mata sebagai salah satu alat untuk menguji mereka sebagaimana firman-Nya:

“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.” (Q.S.Al-Kahfi: 7)

Sementara Rasulullah SAW telah mengisyaratkannya dalam sebuah hadis:

“Sesunguhnya dunia ini manis dan hijau dan sesungguhnya Allah menjadikan kalian khalifah-Nya di dunia ini; Maka DIA akan melihat apa yang kalian perbuat. Maka takutlah kepada dunia dan takutlah kepada wanita, karena fitnah yang pertama kali pada Bani Israil adalah karena wanita.” (H.R.Muslim; At-Tirmidzi; Ibnu Majahdan Imam Ahmad dari Abu Said Al-Khudri r.a)

Disamping itu ada hal yang patut selalu di-ingat, bahwa manusia memiliki batas waku kehidupan yang singkat. . Atau dengan kata lain mereka pasti akan mati sebagaimana yang diperingatkan Allah Ta’ala:

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”  (Q.S. Ali ‘Imran: 185)

Oleh sebab itu jika manusia memiliki harapan dan usaha untuk memperleh kenikmatan hidup di dunia yang telah dijanjikan Allah untuknya, maka hal tersebut tidak boleh melalaikannya dari kematian yang telah Allah janjikan untuknya. Dan satu hal lagi yang patut di-ingat adalah; Bahwa sebanyak apapun “harapan” itu diwujudkan Allah dalam kehidupan dunia ini, maka semuanya itu akan lenyap sebagaimana Firman-Nya:

“Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. dan Sesungguhnya kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (Q.S.An-Nahl: 96)

Semoga kita tidak terlena dengan harapan hidup yang mengantarkan kita pada “thulul ‘amal” atau “panjangnya angan-angan” yang mendatangkan rasa malas untuk beramal ibadah; menunda-nunda waktu (untuk bertaubat dan berbuat baik); sangat mencintai dunia dan lupa pada kematian yang akan datang menjemput di waktu dan di tempat yang tidak pernah kita duga sebelumnya. Wallahua’lam.

Bagansiapiapi, 25 Dzulhijjah 1436 H / 9 Oktober 2015
KH.Bachtiar Ahmad

Sekapur Sirih

Bagi yang berminat dengan tulisan yang ada, silahkan dicopy agar dapat berbagi dengan yang lain sebagai salah satu upaya kita untuk menunaikan “amar ma’ruf nahi munkar” yang diperintahkan Allah SWT.