0leh:
KH.Bachtiar Ahmad
====================
Anakku, sesungguhnya “lidah dan mulut” bisa mendatangkan malapetaka besar. Sehingga dikatakan
dalam pepatah: “mulutmu harimaumu, yang
akan merekah (membelah) kepalamu.” Sedangkan dalam kalimat yang lain disebutkan orang: “lidah lebih tajam dari pedang” yang
bermakna ucapan yang terlontar dari mulut kita dapat membuat seseorang terluka
yang akan meninggalkan bekas mendalam dalam kehidupannya. Oleh sebab itulah
dalam hadits beliau Rasulullah SAW mengingatkan:
“Sesungguhnya
telah banyak orang yang binasa (mati) lantaran digelincirkan oleh lidahnya.” (HR.
Al-Baihaqi).
Sementara
sahabat Ibnu Mas’ud
radhiyallahu ‘anhu berkata: “Tidak ada
sesuatupun yang lebih patut untuk di-ikat berlama-lama selain lidah.”
Namun demikian anakku, kalau kita hanya “diam saja”, maka perbuatan itu juga bisa mendatangkan dosa bagi diri sendiri. Lebih-lebih lagi dalam
4(empat) keadaan sebagaimana yang dijelaskan Allah dan Rasul-Nya di dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah.
Pertama:
Ketika kita melihat
kemungkaran yang dilakukan secara terang-terangan di hadapan kita, maka bisa-bisa
Allah melaknat kita sama halnya dengan apa yang telah dialami oleh Bani Israil
sebagaimana yang dijelaskan Allah Ta’ala dengan Firman-Nya:
“Telah dilaknati (Allah) orang-orang kafir
dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putra Maryam; yang demikian itu
disebabkan mereka semua durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama
lain selalu tidak melarang kemungkaran
yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka perbuat itu.”
(Q.S.Al-Maa-idah: 78-79)
Kedua: Jika kita sengaja menyembunyikan informasi tentang perkara
penting yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak sebagaimana yang disabdakan
oleh Rasulullah SAW:
“Jika seorang alim (yang mengetahui sesuatu) ditanya tentang sesuatu,
lalu ia diam (tidak mau bicara dan menerangkannya); maka ia akan dibelenggu
dengan belenggu api neraka.” (HR.Imam Ahmad dan An-Nasa’i
r.a)
Ketiga: Apabila kita hanya mau bicara atau membicarakan
kepentingan untuk diri kita sendiri, dan diam terhadap kepentingan orang lain,
maka ia tak ubahnya hanya seperti seekor keledai sebagaimana yang tersirat
dalam Firman Allah Ta’ala:
“Dan sederhanalah kamu dalam
berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya
suara yang paling buruk adalah suara keledai.” (Q.S.Luqman: 19)
Adapun
tentang ayat ini diterangkan oleh Jalaluddin Ar-Rumi, bahwa “Keledai”
adalah satu-satunya hewan yang enggan memuji dan bertasbih kepada Allah. “Keledai” baru bersuara dan berteriak
ketika perutnya merasa lapar. Dan ironisnya sekarang ini, tabi’at “Keledai”
inilah yang paling banyak ditiru oleh sebahagian orang; Bahwa mereka selalu
berteriak keras dan nyaring, tatkala kepentingan dirinya atau kelompoknya
terabaikan atau diabaikan oleh pihak lain.
Ke-empat: Diam
yang mengandung dosa adalah diamnya kita atas kesalahan-kesalahan yang kita
lakukan, tidak mau mengakui kesalahan
yang kita perbuat dan sekaligus meminta ma’af kepada orang lain atas kesalahan
yang telah kita perbuat. Bahkan mungkin saja kepada Allah, untuk memohon ampun
dan bertaubat atas kesalahan kita tersebut. Padahal Allah Ta’ala telah
menjelaskan:
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan
keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan
siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak
meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (Q.S.
Ali ‘Imran: 135)
Oleh
sebab itu anakku, hal yang paling tepat untuk diperbuat adalah; “diam dan
bicaralah” engkau sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah dan Rasul-Nya.
Artinya adalah, jangan gunakan lidahmu untuk bicara yang bathil dan jangan pula
engkau kunci lidahmu untuk menyampaikan yang hak lagi benar.
Anakku,
semoga pengajaran dan nasihatku ini bermanfaat bagimu, dan kepada Allah Ta’ala
jualah kita berserah diri. Wallahua’lam.
Bagansiapiapi, 7
Jumadil Akhir 1439 H / 23 Pebruari 2018
KH.Bachtiar Ahmad
No comments:
Post a Comment