oleh: KH.BACHTIAR AHMAD
========================
Bagaimanapun juga, seorang mukmin
tetap akan mendapatkan cobaan dan ujian kehidupan dari Allah SWT. Dirinya akan
senantiasa diuji dan terus diuji dalam rangka mendapatkan kebenaran yang hakiki
untuk memantapkan keimanan yang dimilikinya sebagaimana yang telah dinyatakan
Allah di dalam firman-Nya:
“Apakah
manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja untuk mengatakan: “Kami telah
beriman.”, sedang mereka tidak diuji lagi ? // Dan sesungguhnya Kami telah menguji
orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang
benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (Q.S.Al-Ankabuut: 2-3)
Oleh sebab itu sebagai orang yang
beriman, maka kita tidak perlu terus menerus berada menerus berada dalam kegundahan dan
kegelisahan hati jika berhadapan dan menghadapi problem kehidupan yang datang
menerpa.
Ketenangan hati dan ketentraman jiwa
hanya bisa diperoleh jika sepenuhnyua
kita menyadari dan mau memahami dengan sungguh-sungguh, bahwa apa yang terjadi atas dirinya adalah
atas kehendak Allah. Tidak ada
sesuatupun yang bisa menimpa diri jika tidak ada izin dan takdir Allah untuk
hal itu. Kita tidak akan jatuh ke jurang yang dalam sekalipun sebelah kaki
sudah terpeleset di bibirnya. Atau kita tak akan mungkin dimangsa oleh singa
yang buas, sekalipun kita sudah berhadapan dengannya. Dan hal inilah yang
ditegaskan Allah dengan firman-Nya:
“Katakanlah:
Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh
Allah bagi kami. Dia-lah pelindung kami dan hanyalah kepada Allah orang-orang
beriman harus bertawakkal.” (Q.S.At-Taubah: 51)
Seorang mukmin yang memiliki “kalimat takwa” di dalam diri dan
hidupnya, adalah ia yang tetap berupaya dengan pikiran tenang dalam setiap
keadaan dan meyerahkan semua hasil usahanya kepada kehendak Allah. Bukan pada
kehendak dirinya atau kehendak sesiapapun.
Seorang mukmin hendaklah kita
senantiasa siap menghadapi realitas kehidupan yang ada, bahwa dalam umur yang akan dijalani, kita akan
banyak menjumpai tantangan dan ujian. Dan ketika ujian itu datang, maka ia tidak
boleh pesimis atau merasa gelisah atas sesuatu yang belum
jelas terjadi. Dan sadar sepenuhnya, bahwa hal itu belum tentu buruk baginya
sebagaimana yang tersirat dan tersurat dalam firman Allah SWT:
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu,
padahal ia amat baik bagimu; dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal
ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
(QS.Al-Baqarah: 216)
(QS.Al-Baqarah: 216)
Oleh hal yang demikian inilah sebagai
mukmin kita tidak boleh ragu-ragu dan takut terhadap sesuatu masalah yang
dihadapi. Sebab salah satu pangkal kegelisahan dan ketidak tenangan diri adalah
disebabkan sifat ragu-ragu yang tumbuh dalam pikiran kita. Dan pada akhirnya
sebagaimana yang kita lihat, banyak orang yang dikalahkan oleh kegelisahan dan
ketidak tenangan jiwa atau dirinya dalam menghadapi sesuatu masalah atau
problematika kehidupan.
Lihatlah yang terjadi di sekitar kita,
banyak orang yang tidak dikalahkan oleh
lawan-lawannya, akan tetapi mereka malah dikalahkan oleh penyakit yang
menggerogoti dirinya, yang bermula dari rasa gelisah yang terus menerus
dirasakan ketika menghadapi persoalan hidup, seperti mereka yang terkena
serangan jantung; stress; stroke dan lain sebagainya.
Jadi kalau kita ingin menjadi mukmin
sejati, maka salah satu caranya adalah dengan tetap menenangkan diri ketika
berhadapan dengan problem hidup; Berupaya dengan cermat untuk mengatasinya dan menyerahkan hasilnya kepada kehendak
Allah. Dan cara yang paling utama adalah dengan selalu bersandar dan ingat pada
kekuasaan dan kehendak Allah SWT sebagaimana firman-Nya:
“Ingatlah, hanya dengan mengingati (kekuasaan dan kehendak) Allah-lah
hati menjadi tenteram.”
(QS.Ar-Ra’d: 28)
Wallahua’lam
(QS.Ar-Ra’d: 28)
Wallahua’lam
Jakarta,
16 Sya’ban 1433 H / 06
Juli 2012
KH.BACHTIAR AHMAD
No comments:
Post a Comment