oleh: KH. BACHTIAR AHMAD
========================
Ramadhan akan segera berakhir,
akan tetapi “kewajiban berpuasa” bagi
orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian tidak akan pernah
berakhir selagi hayat dikandung badan. Sesungguhnya
bagi orang-orang yang beriman kepada
Allah dan Hari Kemudian, kewajiban berpuasa itu tidaklah boleh berhenti untuk ia laksanakan, sekalipun bulan Ramadhan
sudah berlalu dari kehidupannya. As-Syaikh Muhammad Yusron mengatakan,
bahwa “puasa wajib” yang diperintahkan Allah dalam bulan Ramadhan
hanyalah sebagai “latihan total” dari pelaksanaan “perintah puasa” yang diwajibkan Allah bagi orang-orang beriman dalam
bulan-bulan yang lain.
Lebih lanjut Syaikh Muhammad Yusron menjelaskan,
bahwa pada hakikatnya “puasa” adalah salah satu sarana dan
prasarana bagi orang-orang yang beriman untuk
mengendalikan hawa nafsunya.
Sedangkan “pengendalian hawa nafsu itu wajib dilakukan setiap sa’at”;
tidak hanya di bulan Ramadhan saja. Hanya saja banyak yang tidak menyimak dan
memperhatikan hal ini. Sehingga apa yang
terjadi adalah, bahwa selepas Ramadhan banyak orang yang tidak lagi mampu
mengendalikan hawa nafsunya, bahkan untuk hal-hal yang dihalalkan Allah SWT
kepadanya. Berikut ini adalah beberapa penjelasan Syaikh Muhammad Yusron tentang
“puasa seumur hidup” tersebut, baik yang bersifat jasmani maupun
aspek ruhaniyahnya:
PUASA PERUT.
Secara umum puasa yang kita kenal
adalah menahan diri makan dan minum dalam batas waktu yang telah ditetapkan
Allah, yakni sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Akan tetapi
sebenarnya “soal menjaga “perut”
dan membatasi diri dari makan dan minum tidak hanya diperintahkan Allah melalui
puasa Ramadhan yang telah diwajibkan-Nya. Keadaan itu berlaku sepanjang umur yang kita lalui. “Sebab jika selera tidak dijaga”, maka
hal tersebut tidak hanya akan membahayakan diri sendiri, tetapi berbahaya bagi
orang lain. Dan hal inilah yang tersirat dalam firman Allah SWT:
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki)
mesjid, makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Q.S.Al-A’raaf:
31)
Sehubungan dengan hal itu tentulah
dapat kita maklumi, bahwa makan dan minum secara berlebih-lebihan tentu akan
merusak kesehatan dan juga akan mendatangkan mudharat yang lain seperti
pemborosan; sifat rakus; mubazir dan berbagai perilaku buruk lainnya yang
sangat dibenci oleh Allah SWT. Jadi dalam rangka mencegah hal-hal yang demikian
itulah Allah memerintahkan kita untuk berpuasa, agar “selera perut” bisa dikendalikan dengan cara melatih diri “berlapar-lapar dan berhaus-haus” pada waktu yang telah ditentukan Allah selama
bulan Ramadhan dan pada akhirnya dapat pula di aplikasikan di bulan-bulan yang
lain.
PUASA INDRAWI.
Kita tentu juga maklum, bahwa
dalam “puasa” juga diperintahkan untuk mengatur dan mengendalikan
nafsu melalui pemanfaatan indra tubuh yang ada, sebagaimana yang tersirat dan
tersurat dalam sabda Rasulullah SAW:
“Barangsiapa yang tidak
meninggalkan perkataan dusta, dan perbuatan dusta dan jahil/bodoh, maka Allah
tidak butuh akan lapar dan dahaga (puasa) mereka.” (HR. Bukhari; Abu Dawud dari Abu
Hurairah r.a)
Dalam hadis yang lain dinyatakan
oleh Rasulullah SAW: “Jika kamu sedang berpuasa, maka jangan berkata
keji; jangan ribut (marah) dan jika ada orang yang memakimu atau yang
mengajakmu berkelahi, hendaklah dikatakan kepadanya “saya sedang berpuasa”. (HR. Muttafaq ‘alaihi dari Abu Hurairah r.a)
Dan tentu saja pengendalian indrawi
tubuh agar tidak terpengaruh oleh kejahatan nafsu juga berlaku pada hari-hari
yang lain. Tidak hanya hanya di bulan Ramadhan. Dan untuk hal ini secara
ringkas dijelaskan oleh Syaikh Muhammad Yusron menjelaskan
sebagai berikut………………. (insya Allah bersambung) Wallahua’lam.
Jakarta, 25 Ramadhan 1433 H / 14 Agustus
2012
KH.BACHTIAR AHMAD
No comments:
Post a Comment