oleh: KH.BACHTIAR AHMAD
======================
Cobalah perhatikan sekali lagi isi
atau kandungan Al-Qur’an, maka akan kita dapati hampir separuhnya adalah
riwayat atau sejarah kehidupan anak manusia di masa lalu yang diabadikan oleh Allah
SWT. Padahal Al-Quran bukanlah buku sejarah, melainkan kitab yang berisi
petunjuk kehidupan yang utama untuk orang yang bertakwa (hudal lil muttaqiin).
Menurut Syaikh Abdullah al-Ghazali, hal itu memang sengaja disampaikan
Allah kepada kita, agar kita bisa belajar lebih banyak dari apa yang sudah
terjadi. Atau dalam bahasa ilmiah-nya; Belajarlah
dari sejarah. Sebab dalam ke-hidupan
manusia di muka bumi ini ada masalah-masalah yang saling berhubungan, yang
terus turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Lebih lanjut dikatakan oleh Syaikh Abdullah; Dalam hal ini
kita boleh mengatakan bahwa “sejarah tidak akan pernah berulang”, akan
tetapi anda harus yakin bahwa; masalah yang sama bisa
dan akan terus terulang
kejadiannya. Dan inilah salah satu alasan yang dapat dijadikan hujjah; Mengapa
Allah banyak menukilkan dan menyampaikan kejadian-kejadian dalam kehidupan masa
lalu di dalam kitab-Nya yang mulia: Al Qur’an. Yakni agar kita senantiasa
belajar dan menelaah peristiwa-peristiwa tersebut untuk diambil manfaatnya,
terutama untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan. Hal ini secara gamblang
Allah nyatakan dalam beberapa firman-Nya:
“Maka
Fir’aun mempengaruhi kaumnya dengan perkataan itu ,lalu mereka patuh kepadanya.
Karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik. Maka tatkala mereka membuat
Kami murka, Kami menghukum mereka; lalu Kami tenggelamkan mereka semuanya
dilaut. Dan Kami jadikan mereka sebagai pelajaran dan contoh bagi orang-orang
yang kemudian.”
(Q.S.Az-Zukhruf: 54-56)
Juga dalam firman-Nya:
“Katakanlah:
Berjalanlah di muka bumi, kemudian perhatikanlah bagaimana kesudahan
orang-orang yang mendustakan itu.” (Q.S.Al-An’aam: 11)
Selain dari
kondisi-kondisi yang telah dinyatakan di atas, maka belajar dari sesuatu atau
kejadian yang telah lewat juga akan menumbuhkan sifat dan sikap kehati-hatian
kita dalam melangkah dan bertindak. Sebab tak sedikit di antara kita yang
menyesali perbuatan dan tindakan yang telah dilakukannya, terutama jika hasil
atau akibat dari perbuatan dan tindakan itu adalah hal-hal yang sangat
menyakitkan. Padahal tindakan-tindakan serupa telah pernah terjadi. Hanya saja
ia tidak pernah mau belajar dari sejarah dan pengalaman orang lain. Oleh sebab
itu belajarlah dari sejarah kehidupan yang ada; baik yang telah diterangkan
Allah SWT di dalam Kitab-Nya, maupun yang terukir di panggung sejarah yang
lain. Wallahua’lam.
Bagansiapiapi, 28 Syawal
1433 H / 15 September 2012
KH.BACHTIAR AHMAD
No comments:
Post a Comment