oleh: KH.BACHTIAR AHMAD
========================
Usai sholat Shubuh pagi hari ini (Jum’at-30/Des-2011) beberapa orang “anak muda” di antaranya “Ebet; Hendra dan Ricky” yang selalu setia hadir di “musholla Al-Fath” tempat dimana kami melaksanakan sholat berjama’ah yang dikomandani oleh “Haji Udin dan Ongah Yunus” memaksa saya untuk tinggal sesaat, dan meminta saya menjelaskan tentang “boleh atau tidaknya” membuat acara menyambut dan merayakan tahun baru.
Baru saja saya menyandarkan badan ke dinding musholla, Ebet langsung bertanya: “Bah, boleh nggak besok malam kami-kami mengadakan sedikit pesta atau acara menyambut tahun baru 2010. Apalagi besok malam pas jatuhnya hari Sabtu malam Minggu. Sebab kami dengar katanya “haram” bagi kita umat Islam untuk menyambut dan merayakan tahun baru Masehi.”
Setelah berpikir beberapa saat saya pun buka suara: “Begini ya anak-anakku, sebelum abah menjawab boleh atau tidaknya, maka abah akan coba menjelaskan beberapa hal menurut “pendapat” abah sendiri yang abah sandarkan kepada apa yang pernah abah terima dari guru-guru abah dulunya, dan juga berdasarkan beberapa “kitab/pendapat” yang abah dengar dan abah baca selama ini. Mudah-mudahan kalian bisa memahami dan membuat kesimpulan sendiri dengan akal sehat yang dianugerahkan Allah kepada kalian.”
Sambil memandang kepada wajah mereka satu persatu, saya melanjutkan pembicaraan: “Di dalam Al-Qur’an, Allah SWT ada berfirman, yakni dalam surah Yunus ayat 5 yang maknanya begini:
“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan ha]. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.” (QS.Yunus: 5)
Saya berhenti sejenak dengan harapan agar mereka bisa memahami apa yang telah saya sampaikan. Lalu kemudian saya lanjutkan: “Melalui firman Allah yang saya bacakan tadi, secara tersurat dan tersirat dapatlah kita pahami perhitungan tahun yang dimaksudkan Allah adalah dengan adanya rotasi atau perputaran perjalanan bulan sebagaimana lazimnya perhitungan bulan dan tahun yang dilakukan oleh orang-orang Arab, jauh sebelum Muhammad Rasulullah SAW dilahirkan, yang kemudian oleh khalifah Umar bin Khattab r.a ditetapkan sebagai hitungan tahun bagi kaum muslimin. Namun demikian, hal itu bukan berarti hitungan tahun yang dibuat oleh kalangan “non Islam” itu tidak berlaku. Sebab bagaimanapun juga kita juga harus kembali kepada sejarah yang tampak secara lahiriah, bahwa sebelum ditetapkannya “tahun hijriah” atau yang kita sebut sebagai “tahun qomariyah”, bangsa-bangsa yang ada di belahan dunia yang lain telah lebih dulu menetapkan sistim almanak / kalender atau hitungan tahun mereka. Seperti hitungan “tahun Masehi” atau yang kita sebut juga sebagai “tahun syamsiah”, yang perhitungannya mereka sandakan pada rotasi atau perputaran matahari. Dan disamping itu juga kita kenal adanya hitungan tahun Cina; hitungan tahun Jawa; Hindu dan lain-lain sebagainya. Dan satu hal yang patut dicatat adalah, tidak ada satupun keterangan dan atau mungkin saya belum menemukannya; bahwa baik di dalam Al-Quran maupun Hadis Rasulullah SAW yang menyatakan, ada keterangan bahwa hitungan tahun yang dibuat oleh kalangan “non Muslim” itu salah dan tidak boleh dipakai sebagai bilangan waktu kehidupan. Sebaliknya menurut “pendapat saya”; jangan-jangan bilangan “tahun syamsiah” atau “tahun masehi” itu juga “sah-sah” saja kita gunakan, mengingat dalam ayat 5 surah Yunus yang saya bacakan tadi (di atas); Allah juga menyebut “matahari bersinar”; dan sebagaimana yang kita ketahui, bahwa “cahaya bulan” yang kita nikmati selama ini bersumber dari sinarnya matahari.”
Saya sengaja berhenti beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada mereka, bertanya atas apa-apa yang telah saya sampaikan; kalau-kalau ada di antara mereka yang kurang paham. Akan tetapi setelah menunggu beberapa waktu tak ada yang buka mulut, maka saya pun melanjutkan pembicaraan: “Jadi menurut saya, tak ada salahnya atau sah-sah saja; atau boleh-boleh saja kita menyambut dan merayakan datangnya tahun baru 2012. Sebab bagaimanapun juga, selain sebagai bagian dari “umat Islam” kita juga adalah bagian dari “umat atau masyarakat dunia” yang terima atau tidak terima telah menggunakan perhitungan “tahun masehi” sebagai tahun perjalanan kehidupan yang kita lalui.
Menurut saya yang “tidak boleh dan yang diharamkan” itu bukan menyambut pergantian tahunnya, tapi lebih ditekankan pada aspek atau cara-cara menyambutnya seperti yang dilakukan oleh “orang-orang kafir atau non muslim”, yang merayakannya dengan membunyikan trompet; pesta-pesta sampai mabuk-mabukan; kumpul-kumpul anak muda lelaki dan perempuan yang bukan muhrimya sambil berhura-hura; memasang kembang api dan acara-acara lainnya yang dilarang oleh Allah dan Rasul-NYA. Dalam hal ini saya ingin mengingatkan kalian pada pesan Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Hibban dari Abdullah bin Umar r.a, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia dari golongan mereka.”
Artinya adalah, jika kalian berbuat seperti orang-orang kafir itu, maka boleh jadi kalian sudah ikut menjadi kafir lantaran sudah menjadi bagian dari mereka. Na’udzubillahi min dzalik!
Sedangkan di dalam Al-Quran telah pula diterangkan, bahwa Allah SWT mengingatkan kita dengan firman-NYA dalam surah Al-Baqarah ayat 120:
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)”; dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.”(QS. Al-Baqarah: ayat 120)
Akan tetapi kalau kalian sekadar berkumpul “bakar ayam atau ikan” sambil mempererat silaturahim antar sesama, apalagi jika disertai dengan do’a bersama melepas tahun yang lama dan menyambut tahun yang baru sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi kita Muhammad SAW, maka tentulah hal itu sangat baik bagi kalian. Sebab do’a akhir tahun dan awal tahun yang diajarkan Nabi SAW tersebut, menurut saya tidaklah terikat pada hitungan tahun Hijriah saja, lantaran tak ada keterangan khusus untuk itu. Hanya saja lantaran Rasulullah SAW tersebut berasal dari bangsa Arab, maka seakan-akan do’a itu hanya untuk tahun Hijriah saja.
Andai saja saya atau kalian dilahirkan sebagai orang Cina atau orang Jawa yang Muslim (saya dan mereka semuanya berasal dari suku Melayu), maka tentulah suatu keberuntungan bagi kita, sebab kita punya kesempatan berdo’a tiga kali atau kesempatan untuk membaca do’a akhir dan awal tahun sebagai permohonan kepada Allah untuk mendapatkan rahmat dalam perjalanan hidup yang kita lalui. Apalagi jika kita sertai dengan “muhasabah diri”, artinya selalu merenung; menghitung dan menilai apa saja yang telah kita perbuat selama satu tahun perjalan hidup yang kita lalui; baik dalam hitungan hijriah; hitungan masehi ataupun hitungan tahun yang lainnya. Mudah-mudahan dengan banyaknya muhasabah yang kita lakukan, kita terpacu untuk lebih memperbaiki iman dan ketakwaan kita kepada Allah SWT; dan kita harapkan pula Allah SWT akan terus menambah hidayah dan inayah-NYA untuk kita semua.
Satu hal lagi saran saya adalah, bahwa karena tahun baru masehi itu dimulai pada jam 00.00 atau tepat jam 24.00 tengah malam, maka ada baiknya juga setelah kalian membuat acara, sebelum tidur kalian sholat malam dulu minimal sholat hajat 2 raka’at memohon kepada Allah SWT agar hidup kalian lebih baik dan senag di tahuin 2012; ditambahkannya iman dan ketakwaan; bahagia dunia dan akhirat. Jadi sekali lagi pesan saya, silahkan sambut tahun baru 2010 dengan cara yang diridhoi Allah dan rasul-NYA; bukan dengan cara-cara orang kafir dan perbuatan yang dilarang dan yang dilaknat oleh Allah SWT dan rasul-NYA; Muhammad SAW.” Saya ucapkan kepada kalian “HAPPY NEW YEAR”; Selamat tahun baru 2012; semoga Allah menolong kita dan tambahkan hidayah serta inayah-NYA untuk kita di tahun 2012 yang akan datang.”
Karena melihat mereka semuanya diam dan tak ada yang bertanya, saya langsung pamit pulang; sebab bisa jadi segelas teh dan sepiring nasi goreng yang sudah disiapkan isteri tercinta menjadi dingin. Dan cucunda “Thoriq Al-Yassar” sudah pula menunggu di depan pintu. Wallahua’lam
Bgansiapiapi, 4 Safar 1433 H / 30 Desember 2011
KH.BACHTIAR AHMAD
No comments:
Post a Comment