Friday 30 December 2011

TUKANG BOHONG

oleh: KH.BACHTIAR AHMAD
========================
“Tukang Bohong” adalah sebutan lain untuk seorang pembohong. Hal ini hanya mengikuti suatu kelaziman dalam kehidupan orang-orang Melayu. Sebab seseorang akan disebut sebagai “tukang” lantaran keahliannya. Kalau anda pandai membuat roti, maka disebutlah sebagai “tukang roti”; Ahli dalam membuat rumah, maka disebutlah sebagai “tukang rumah”, dan begitulah seterusnya untuk keahlian lainnya. Nah, oleh sebab itulah, jika seseorang pintar dan pandai berbuat bohong, maka disebutlah dirinya “tukang bohong”.

Menurut Imam Al-Ghazali ada beberapa perbuatan yang dapat digolongkan ke dalam perbuatan bohong, antara lain: mengingkari janji; menyembunyikan kebenaran; melakukan sesuatu yang bertentangan dengan perkataannya; mengalihkan perhatian orang lain dari sesuatu perkara buruk yang telah dilakukannya dan lain-lainnya.

Melakukan kebohongan atau menjadi tukang bohong  tidak akan pernah lepas dari perbuatan jahat dan mungkar. Sebab itulah ada pepatah yang mengatakan: “Kejahatan hanya dapat ditutupi dengan kebohongan, dan kebohongan hanya dapat ditutupi dengan kejahatan.”

Apa yang disebutkan dalam pepatah di atas, jelas benar adanya, sebab seseorang yang melakukan kejahatan pasti tidak akan lepas dari perbuatan bohong. Seandainya orang jahat itu jujur, maka tentu dengan mudah kejahatannya dapat terbongkar, karena itulah sering kita dengar ungkapan: “Mana ada pencuri yang mengaku.” Kejahatan dan kebohongan bagaikan saudara kembar, saling membutuhkan, saling berkaitan.

Selain dari itu patut pula kita ketahui, bahwa jika seseorang sudah mulai melakukan kebohongan, maka pastilah kebohongan itu akan berlanjut dengan kebohongannya yang lain. Artinya setelah orang berbuat bohong yang pertama, maka akan berbuat bohong yang kedua untuk menutupi kebohongan yang pertama. Begitu seterusnya, sehingga seluruh perkataannya akan selalu dipenuhi dengan kebohongan-kebohongan, sampai pada akhirnya ia akan kehabisan kata-kata dan cara untuk menutupi kebohongannya.

Kita hendaklah sepenuhnya menyadari, bahwa berbuat bohong adalah suatu perkara yang sangat-sangat tidak disukai oleh Allah SWT, sampai-sampai  menegaskan, bahwa orang yang berbuat bohong  atau tukang bohong adalah orang yang tidak beriman kepada Allah, sebagaimana firman-Nya:

“Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah  orang-orang pendusta.” (Q.S. An-Nahl: 105)

Bahkan dalam sebuah hadis diterangkan, bahwa berbohong dalam senda gurau saja sudah dilarang dan dapat mencelakakan diri, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

“Celakalah orang yang berbicara dusta dengan maksud agar membuat orang-orang tertawa; Celakalah ia dan kemudian celakalah ia.” (H.R. Imam Ahmad; Abu Dawud dan An-Nasa’i dari Abu Hurairah r.a)

Sementara dalam hadis yang lain Rasulullah SAW menyatakan, bahwa salah satu tanda akan dekatnya Hari Kiamat adalah ketika orang telah banyak melakukan kebohongan. Beliau bersabda:

Kiamat hampir saja akan berdiri apabila sudah banyak perbuatan bohong, masa (jarak waktu) akan terasa dekat (cepat) dan pasar-pasar akan (dibangun secara) berdekatan.” (H.R. Ibnu Hibban dari Abu Hurairah r.a)
ïïï
BOHONG DAN KEMUNAFIKAN.
Dalam sebuah hadis yang bersumber dari Abdullah bin Amru bin Ash r.a Rasulullah SAW bersabda:

“Empat sifat, siapa yang lengkap pada dirinya, maka ia betul-betul seorang munafik. Dan barangsiapa yang mempunyai salah satu daripadanya (sifat tersebut), maka berarti ia telah memiliki salah satu sifat munafik, sampai ia meninggalkan (bertaubat) dari sifat tersebut. (Empat sifat tersebut adalah:) Jika dipercaya khianat; Bila bicara ia berdusta; Jika berjanji ia ingkari; dan jika berdebat ia melampaui batas (ingin menang sendiri).” (dalam riwayat Muslim ditambahkan:”Walaupun ia sholat dan berpuasa”)
(H.R. Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Amr bin Ash r.a)

Kalau kita perhatikan hadis di atas, maka perbuatan bohong adalah salah satu bagian dari sifat munafik. Akan tetapi menurut banyak ulama, sekalipun hanya memiliki satu sifat-sifat yang disebutkan dalam hadis Rasulullah SAW tersebut, maka seorang pembohong atau tukang bohong sudah dapat dikategorikan sebagai seorang yang munafik, sampai ia tinggalkan perbuatan bohong tersebut.

Sementara itu Syaikh Abdullah Al-Ghazali menyatakan, bahwa antara bohong dan munafik sebenarnya bedanya sangat tipis, bahkan dapat dikatakan tidak ada bedanya sama sekali. Sebab kenyataannya dalam sifat-sifat yang disebutkan oleh Rasulullah SAW di dalam hadis tersebut, semuanya mengandung unsur “kebohongan”.

Logikanya adalah; Orang yang mengkhianati amanat yang dipercayakan kepadanya, tentunya akan memiliki alasan untuk berbohong, mengapa ia khianat. Begitu juga dengan orang yang mengingkari janji dan Orang yang tak mau kalah dalam berdebat, jelas akan sanggup melakukan banyak kebohongan demi mempertahankan pendapatnya. Jadi kesimpulannya adalah; “tukang bohong adalah seorang yang munafik; sedangkan orang yang munafik jelas adalah seorang tukang bohong.”

Seseorang yang memiliki sifat munafiq adalah seorang yang berpura-pura baik dan jujur. Kata pepatah Melayu: “telunjuk lurus kelingking berkait atau pepat di luar runcing di dalam”. Pandai bicara dan manis kata-katanya,  tapi penuh dengan kebohongan. Jika ia memiliki kepandaian, maka hal itu akan digunakannya untuk menutupi kebohongan dan keburukannya; dan ia “seperti pucuk eru”, selalu berubah arah dan pendirian demi mencapai maksud dan tujuan yang di-inginkannya. Oleh sebab itulah Allah SWT sangat-sangat benci kepada orang yang munafik sebagaimana firman-Nya:

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-orang yang fasik.//  Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya; cukuplah neraka itu bagi mereka, dan Allah melaknati mereka, dan bagi mereka azab yang kekal.” (Q.S. At-Taubah: 67-68)

Sementara dalam ayat yang lain Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka.” (Q.S. An-Nisaa’: 145)

Sedangkan mengenai tukang bohong, selain menyebut mereka sebagai orang-orang yang tidak beriman, maka Allah SWT juga menegaskan:

“Kecelakaan besarlah bagi tiap-tiap orang yang banyak berdusta lagi banyak berdosa. //  Ia mendengar ayat-ayat Allah dibacakan kepadanya kemu-dian ia tetap menyombongkan diri seakan-akan ia tidak mendengarnya, maka beri khabar gembiralah ia dengan azab yang pedih.” (Q.S. Al-Jatsiyah: 7-8)
ïïï
Boleh jadi karena hal-hal yang disebutkan di atas itulah, makanya sebagaimana yang telah diberitakan mass-media beberapa waktu lalu, Presiden SBY merasa gusar ketika beberapa tokoh lintas agama menyebutnya sebagai tukang bohong. Walaupun SBY mengakui, bahwa ada beberapa poin yang disebutkan oleh para tokoh agama tersebut benar adanya.
Sebenarnya kemunafikan sang penguasa atau fenomena penguasa yang  tukang bohong tersebut tidak hanya ada di tingkat atas, tapi menjalar sampai ke bawah, sampai-sampai ke tingkat RT. Makin tinggi dan besar wilayah kekuasaannya, maka makin besar pula tingkat kebohongannya. Akan tetapi anehnya, walaupun sudah jelas kemunafikan dan kebohongan yang dilakukan oleh sang penguasa atau si pejabat, masih banyak di antara kita yang kehilangan akal sehat dan mengabaikan hati nuraninya untuk membela kemunafikan dan kebohongan sang penguasa dan si pejabat tersebut; baik untuk kepentingan pribadi maupun golongannya. Sehingga pada akhirnya mereka pun dapat pula disebut sebagai orang munafik atau tukang bohong, lantaran telah berbohong dan membohongi diri sendiri. Lalu untuk apakah mereka beribadah kepada Allah SWT dan membuat pernyataan; bahwa “hanya Engkau jualah yang kami sembah dan hanya Engkaulah tempat kami memohon pertolongan?”  W a l l a h u a’ l a m.

Bagansiapiapi, 20 Safar 1432 H / 26 Januari 2011
KH. BACHTIAR AHMAD

No comments:

Post a Comment

Sekapur Sirih

Bagi yang berminat dengan tulisan yang ada, silahkan dicopy agar dapat berbagi dengan yang lain sebagai salah satu upaya kita untuk menunaikan “amar ma’ruf nahi munkar” yang diperintahkan Allah SWT.