Thursday 16 February 2012

DAKWAH DAN HAHA… HIHI… (Jawaban Kedua)


oleh: KH.BACHTIAR AHMAD
========================
Ada beberapa komentar yang disampaikan untuk menanggapi tulisan/foto yang saya muat di FB dengan judul “Dakwah dan Haha… Hihi…”. Selanjutnya melalui catatan/tulisan ini, saya ingin berbagi pendapat “sebagai jawaban” atas komentar-komentar tersebut.  Akan tetapi mengingat “keterbatasan” yang ada, maka “jawaban” tersebut saya sajikan dalam 2(dua) buah catatan/tulisan. Dan mohon maa’f jika “jawaban” tersebut kurang lengkap dan sempurna sebagaimana yang di-inginkan.

TENTANG LAWAKAN DAN MELAWAK  DALAM ISLAM.

Islam itu adalah agama yang mudah lagi dimudahkan (insya Allah akan kita bahas kemudian). Oleh sebab itulah tidak ada larangan bagi kita untuk “bercanda” atau “melawak” sebagai bagian dari upaya untuk menghibur hati. Akan tetapi satu hal yang patut diperhatikan adalah, bahwa  “canda ria” atau “lawakan” tersebut hendaklah dilakukan dalam batas-batas yang wajar, sebab canda ria atau lawakan yang dilakukan secara berlebih-lebihan pada akhirnya juga membuat kita akan tertawa berkepanjangan. Suatu hal yang tidak disukai oleh Allah dan Rasul-Nya sebagaimana yang telah dijelaskan dalam “Jawaban Pertama”.

“Bercanda ria” untuk menyegarkan suasana (tentunya dalam batas-batas yang wajar) adalah sesuatu yang lumrah dalam kehidupan manusia, hal ini dapat kita baca/lihat dalam beberapa Hadis Nabi SAW yang telah diriwayatkan kepada kita; Bahwa Rasulullah SAW pernah bersenda gurau dengan para sahabat yang membuat beliau tersenyum lebar, sehingga para sahabat bisa melihat gigi-gigi geraham beliau.  “Abdullah bin Abbas r.a” berkata; “Bagaimana pun juga yang menjadikan manusia tertawa dan menangis adalah Allah SWT.” (Insya Allah akan saya petikkan beberapa Hadis Nabi SAW yang berkaitan dengan “canda ria atau senda gurau”  Rasulullah SAW pada kesempatan berikutnya)

Selama “canda ria; senda gurau atau melawak” itu dilakukan dalam batas-batas kewajaran, tidak menghilangkan wibawa atau merendahkan martabat seseorang dan tidak pula menjadikan dirinya “tertawa” terbahak-bahak atau berlebihan, maka hal itu adalah dibolehkan dalam agama (Islam).

As-Syaikh DR. Yusuf Qardhawi; salah seorang ulama dan pakar Islam masa kini menjelaskan, bahwa paling tidak ada 5(lima) adab atau etika yang perlu dipatuhi dalam “melawak atau bercanda”

Pertama:  Tidak berbohong atau berdusta atau mengarang-ngarang cerita dalam melawak atau bercanda. Hal ini disebdakan oleh Rasulullah SAW: “Celakalah bagi orang yang berbicara lalu berdusta supaya dengannya (pembicaraannya tersebut) orang banyak akan jadi tertawa. Celakalah baginya dan celakalah”. (HR. Ahmad dan dinilai hasan oleh Al-Albani).

Sedang dalam riwayat lain dijelaskan bahwa ketika para sahabat bertanya kepada beliau: “Ya Rasulullah, sesungguhnya engkau bersenda gurau dengan kami.” Maka Rasulullah SAW bersabda: “Ya aku bergurau tetapi aku tidak berkata melainkan perkara yang benar. (HR. At- Tirmidzi Dan Ahmad r.a)

Kedua: Senda gurau atau canda ria tidak boleh bersifat hinaan atau cacian  terhadap orang lain, kecuali jika di-izinkan oleh orang tersebut. Akan tetapi menghindari keadaan yang demikian adalah lebih wajib dan lebih layak untuk dilakukan karena Allah SWT telah menegaskan:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan; seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”  (Q.S. Al-Hujuraat: 11)

Termasuk dalam kategori menghina dan mengejek adalah dengan cara meniru perbuatan orang lain, sebagaimana yang ditegaskan oleh Rasulullah SAW: “Sungguh aku tidak suka meniru perbuatan orang lain.” (HR. Ahmad dan Al-Baihaqi r.a)

Ketiga:  Canda ria atau lawakan tidak boleh menakutkan atau menakut-nakuti orang lain. lain. Dalam hal ini telah diriwayatkan dari Nukman bin Basyir r.a: “Sesungguhnya kami bersama Rasulullah SAW dalam satu perjalanan.  Seorang lelaki mengantuk di atas tunggangannya. Seorang lelaki yang lain mengambil anak panah dari busurnya (dengan maksud bercanda) hingga lelaki yang mengantuk itupun terkejut dan terperanjat. Rasulullah SAW lalu bersabda: “Haram bagi seorang lelaki menakutkan orang Islam.” (HR. At-Thabrani)

Sedangkan dalam riwayat Imam Ahmad r.a dijelaskan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah kamu mengambil barang kepunyaan saudaramu baik dengan niat bercanda atau pun dengan niat sungguh-sungguh untuk mengambilnya.” (HR. Imam Ahmad r.a)

Keempat: Jangan bercanda atau bersenda gurau dan melawak ditempat yang di dalamnya hanya dibicarakan hal-hal yang serius dan benar seperti di dalam Masjid atau di dalam Majelis-Majelis yang di dalamnya orang banyak melakukan dzikrullah (mengingat Allah); baik dalam bentuk pembacaan Al-Qur’an atau kalimat-kalimat thoyyibah maupun majelis belajar dan mengajar. Dalam hal inilah Allah sangat mencela orang-orang musyrik yang tertawa ketika mendengar dakwah yang disampaikan oleh Rasulullah SAW. Hal ini secara tersirat dan tersurat Allah SWT berfirman:

“Ini (Muhammad) adalah seorang pemberi peringatan di antara pemberi-pemberi peringatan yang terdahulu.// Telah dekat terjadinya hari kiamat.// Tidak ada yang akan menyatakan terjadinya hari itu selain Allah.//  Maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini?// Dan kamu mentertawakan dan tidak menangis?// Sedang kamu melengahkan(nya)?// Maka bersujudlah kepada Allah dan sembahlah (Dia). (Q.S. An-Najm: 56-62)

Kelima:  Senda gurau; canda ria atau lawakan yang dilakukan harus dalam batas-batas yang wajar; tidak berlebihan-lebihan hingga menimbulkan gelak tawa yang berkepanjangan. Sebab sebagaimana yang telah dijelaskan dalam “Jawaban Pertama” Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah kamu banyak tertawa. Sesungguhnya banyak tertawa bisa mematikan hati.” (HR. Imam Ahmad dan Ibnu Majah r.a)

Apa yang diucapkan oleh Rasulullah SAW tersebut bukanlah sesuatu yang “musykil”, sebab dengan akal sehat kita sendiri bisa merasakan dan mengalaminya; Bahwa ketika kita merasa senang dan tertawa terbahak-bahak, maka di sa’at itulah kita “lupa” pada banyak hal,  dan yang paling utama adalah lupanya kita pada  Allah SWT. Na’udzubillaahi min dzalik !

Kata Ali bin Abi Thalib r.a: “Bersenda guraulah kalian, dan masukkanlah senda gurau tersebut di dalam kata-kata kalian sebagaimana kalian memasukkan sekadar garam ke dalam setiap masakan dan makanan kalian.”

Mudah-mudahan penjelasan singkat ini bermanfaat untuk menambah dan meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT.  Wallahua’lam.

Bagansiapiapi, 22 Rabi’ul Awwal 1433 H / 15  Pebruari  2012
KH.BACHTIAR AHMAD


No comments:

Post a Comment

Sekapur Sirih

Bagi yang berminat dengan tulisan yang ada, silahkan dicopy agar dapat berbagi dengan yang lain sebagai salah satu upaya kita untuk menunaikan “amar ma’ruf nahi munkar” yang diperintahkan Allah SWT.