oleh:
KH.BACHTIAR AHMAD
========================
Ada beberapa komentar yang
disampaikan untuk menanggapi tulisan/foto yang saya muat di FB dengan judul “Dakwah
dan Haha… Hihi…”. Selanjutnya melalui catatan/tulisan ini, saya ingin
berbagi pendapat “sebagai jawaban” atas komentar-komentar tersebut. Akan tetapi mengingat “keterbatasan” yang ada,
maka “jawaban” tersebut saya sajikan dalam 2(dua) buah catatan/tulisan. Dan
mohon maa’f jika “jawaban” tersebut kurang lengkap dan sempurna sebagaimana
yang di-inginkan.
TENTANG
LAWAKAN DAN MELAWAK DALAM ISLAM.
Islam
itu adalah agama yang mudah lagi dimudahkan (insya Allah akan kita bahas
kemudian). Oleh sebab itulah tidak ada larangan bagi kita untuk “bercanda”
atau “melawak” sebagai bagian dari upaya untuk menghibur hati. Akan
tetapi satu hal yang patut diperhatikan adalah, bahwa “canda ria” atau “lawakan”
tersebut hendaklah dilakukan dalam batas-batas yang wajar, sebab canda ria atau
lawakan yang dilakukan secara berlebih-lebihan pada akhirnya juga membuat kita
akan tertawa berkepanjangan. Suatu hal yang tidak disukai oleh Allah dan
Rasul-Nya sebagaimana yang telah dijelaskan dalam “Jawaban Pertama”.
“Bercanda ria” untuk
menyegarkan suasana (tentunya dalam batas-batas yang wajar) adalah sesuatu yang
lumrah dalam kehidupan manusia, hal ini dapat kita baca/lihat dalam beberapa
Hadis Nabi SAW yang telah diriwayatkan kepada kita; Bahwa Rasulullah SAW pernah
bersenda gurau dengan para sahabat yang membuat beliau tersenyum lebar, sehingga
para sahabat bisa melihat gigi-gigi geraham beliau. “Abdullah bin Abbas r.a” berkata; “Bagaimana
pun juga yang menjadikan manusia tertawa dan menangis adalah Allah SWT.”
(Insya Allah akan saya petikkan beberapa Hadis Nabi SAW yang berkaitan dengan “canda
ria atau senda gurau” Rasulullah SAW
pada kesempatan berikutnya)
Selama
“canda ria; senda gurau atau melawak” itu dilakukan dalam batas-batas
kewajaran, tidak menghilangkan wibawa atau merendahkan martabat seseorang dan
tidak pula menjadikan dirinya “tertawa” terbahak-bahak atau berlebihan,
maka hal itu adalah dibolehkan dalam agama (Islam).
As-Syaikh DR. Yusuf Qardhawi; salah seorang ulama dan pakar Islam masa kini menjelaskan, bahwa
paling tidak ada 5(lima)
adab atau etika yang perlu dipatuhi dalam “melawak atau bercanda””
Pertama: Tidak
berbohong atau berdusta atau mengarang-ngarang cerita dalam melawak atau
bercanda. Hal ini disebdakan oleh Rasulullah SAW: “Celakalah bagi orang yang
berbicara lalu berdusta supaya dengannya (pembicaraannya tersebut) orang banyak
akan jadi tertawa. Celakalah baginya dan celakalah”. (HR. Ahmad dan dinilai
hasan oleh Al-Albani).
Sedang
dalam riwayat lain dijelaskan bahwa ketika para sahabat bertanya kepada beliau:
“Ya Rasulullah, sesungguhnya engkau bersenda gurau dengan kami.” Maka
Rasulullah SAW bersabda: “Ya aku bergurau tetapi aku tidak berkata melainkan
perkara yang benar. (HR. At- Tirmidzi Dan Ahmad r.a)
Kedua: Senda gurau atau canda ria tidak boleh bersifat
hinaan atau cacian terhadap orang lain, kecuali jika di-izinkan oleh
orang tersebut. Akan tetapi menghindari keadaan yang demikian adalah lebih
wajib dan lebih layak untuk dilakukan karena Allah SWT telah menegaskan:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki
merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik
dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya,
boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu
sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan;
seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa
yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (Q.S.
Al-Hujuraat: 11)
Termasuk
dalam kategori menghina dan mengejek adalah dengan cara meniru perbuatan orang
lain, sebagaimana yang ditegaskan oleh Rasulullah SAW: “Sungguh aku tidak
suka meniru perbuatan orang lain.” (HR. Ahmad dan Al-Baihaqi r.a)
Ketiga:
Canda ria atau lawakan tidak boleh menakutkan atau menakut-nakuti orang
lain. lain. Dalam hal ini telah diriwayatkan dari Nukman bin Basyir r.a: “Sesungguhnya
kami bersama Rasulullah SAW dalam satu perjalanan. Seorang lelaki
mengantuk di atas tunggangannya. Seorang lelaki yang lain mengambil anak panah
dari busurnya (dengan maksud bercanda) hingga lelaki yang mengantuk itupun
terkejut dan terperanjat. Rasulullah SAW lalu bersabda: “Haram bagi seorang
lelaki menakutkan orang Islam.” (HR. At-Thabrani)
Sedangkan
dalam riwayat Imam Ahmad r.a dijelaskan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah
kamu mengambil barang kepunyaan saudaramu baik dengan niat bercanda atau pun dengan
niat sungguh-sungguh untuk mengambilnya.” (HR. Imam Ahmad r.a)
Keempat:
Jangan bercanda atau bersenda gurau dan melawak ditempat yang di dalamnya hanya
dibicarakan hal-hal yang serius dan benar seperti di dalam Masjid atau di dalam
Majelis-Majelis yang di dalamnya orang banyak melakukan dzikrullah (mengingat
Allah); baik dalam bentuk pembacaan Al-Qur’an atau kalimat-kalimat thoyyibah
maupun majelis belajar dan mengajar. Dalam hal inilah Allah sangat mencela
orang-orang musyrik yang tertawa ketika mendengar dakwah yang disampaikan oleh
Rasulullah SAW. Hal ini secara tersirat dan tersurat Allah SWT berfirman:
“Ini (Muhammad) adalah seorang pemberi peringatan di antara
pemberi-pemberi peringatan yang terdahulu.// Telah dekat terjadinya hari
kiamat.// Tidak ada yang akan menyatakan terjadinya hari itu selain Allah.// Maka apakah kamu merasa heran terhadap
pemberitaan ini?// Dan kamu mentertawakan dan tidak menangis?// Sedang kamu
melengahkan(nya)?// Maka bersujudlah kepada Allah dan sembahlah (Dia). (Q.S. An-Najm: 56-62)
Kelima:
Senda gurau; canda ria atau lawakan yang dilakukan harus dalam
batas-batas yang wajar; tidak berlebihan-lebihan hingga menimbulkan gelak tawa
yang berkepanjangan. Sebab sebagaimana yang telah dijelaskan dalam “Jawaban
Pertama” Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah kamu banyak tertawa.
Sesungguhnya banyak tertawa bisa mematikan hati.” (HR. Imam Ahmad dan Ibnu
Majah r.a)
Apa
yang diucapkan oleh Rasulullah SAW tersebut bukanlah sesuatu yang “musykil”,
sebab dengan akal sehat kita sendiri bisa merasakan dan mengalaminya; Bahwa
ketika kita merasa senang dan tertawa terbahak-bahak, maka di sa’at itulah kita
“lupa” pada banyak hal, dan yang
paling utama adalah lupanya kita pada
Allah SWT. Na’udzubillaahi min dzalik !
Kata
Ali bin Abi Thalib r.a: “Bersenda guraulah kalian, dan masukkanlah senda
gurau tersebut di dalam kata-kata kalian sebagaimana kalian memasukkan sekadar
garam ke dalam setiap masakan dan makanan kalian.”
Mudah-mudahan
penjelasan singkat ini bermanfaat untuk menambah dan meningkatkan ketakwaan
kita kepada Allah SWT. Wallahua’lam.
Bagansiapiapi, 22 Rabi’ul Awwal 1433 H
/ 15 Pebruari 2012
KH.BACHTIAR
AHMAD
No comments:
Post a Comment