Wednesday, 22 February 2012

JANGAN MENYERAH KEPADA TAKDIR


oleh: KH.BACHTIAR AHMAD
=======================
                           “(jawaban ringkas untuk seorang sahabat)”
Secara umum makna kata takdir yang berakar dari kata qadar adalah ketetapan atau ketentuan yang telah ditetapkan Allah.” Artinya, segala sesuatu yang ada telah ditetapkan Allah dengan ketentuan-Nya. Baik ukuran; bentuk; masa; aturan-aturan yang berlaku dan lain-lain sebagainya yang berhubungan dengan keadaan sesuatu (makhluk) yang diciptakan Allah.  Jadi  apa saja yang terjadi di alam semesta ini, semuanya berjalan sesuai dengan kehendak Allah sebagai “Penguasa Tunggal” yang memiliki kekuasaan dan kehendak yang tidak terbatas. DIA-lah yang mengatur ada dan tiada; hidup dan mati; susah dan senang; tinggi dan rendah; serta keadaan-keadaan lainnya dari semua makhluk yang di-ciptakan-Nya, yang secara tersurat dan tersirat dinyatakan Allah dengan firman-NYA:

“Katakanlah: "Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.  Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup, dan Engkau beri rezki kepada siapa saja yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas)."
(Q.S. Ali 'Imraan: 26-27)

Pada dasarnya ada (2) dua macam takdir atau ketentuan Allah yang harus kita hadapi: Pertama adalah takdir yang sudah nyata keadaannya seperti terjadinya malam dan siang; kematian yang sudah pasti datang; rasa lapar dan kenyang serta hal-hal lainnya yang kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan yang kedua adalah sesuatu yang ghaib bagi kita, misalnya saat datangnya kematian (masalah umur) dan kelahiran; masalah rezeki; jodoh dan lain sebagainya.

Sebagai orang yang beriman tentunya kita wajib yakin dengan masalah takdir ini, sebab ia merupakan bagian dari 6(enam) rukun iman.  Akan tetapi walaupun demikian keadaannya, kita tentu saja tak  boleh tunduk begitu saja kepada takdir yang telah ditentukan Allah sebagaimana yang diajarkan oleh kaum “jabariah” yang menyatakan bahwa kita (manusia) adalah musayyar” (hanya tunduk pada perintah dan melakukan apa saja yang telah ditakdirkan Tuhan).  Padahal di sisi lain kita tak tahu apa sebenarnya yang telah dituliskan atau yang ditakdirkan Allah untuk kita. Namun demikian patut pula diingat, bahwa walaupun manusia diciptakan dengan sebaik-baiknya oleh Allah dan dibekali dengan kekuatan; akal; ilmu; bakat dan lain sebagainya untuk berusaha dan berkarya, maka tidak pula itu berarti dirinya mampu dan berkuasa merubah takdir yang telah ditetapkan untuknya. Karenanya tepatlah apa yang dikatakan dalam pepatah kehidupan kita: “manusia hanya berusaha dan  Tuhan jualah yang menentukannya.”

Sebenarnya upaya-upaya yang kita lakukan dalam kehidupan yang kita lalui ini hanyalah semacam usaha untuk pindah atau lari dari satu takdir ke takdir yang lain; khususnya terhadap sesuatu yang ghaib yang telah ditetapkan Alllah untuk kita. Sebab adakalanya seseorang berusaha untuk melakukan kebajikan, tapi pada akhirnya ia terjerembab dalam keburukan. Begitu pula sebaliknya ada orang yang bergelimang dengan keburukan, tapi pada akhirnya ia menjadi orang yang  penuh dengan kebajikan. 

Salah satu contoh yang sering dikemukakan dalam hal ini adalah riwayat bagaimana Umar bin Khattab r.a  dan rombongannya menghindar dari sebuah kampung yang sedang diserang wabah penyakit. Ketika ditanyakan kepada beliau mengapa harus menghindar dari suatu hal yang sudah ditakdirkan Allah, Umar menjawab bahwa ia tidak lari dari takdir Allah, melainkan pindah dari sesuatu yang ditakdirkan Allah kepada takdir Allah yang lain. Artinya adalah, bahwa dirinya berupaya menghindar dari segala sesuatu yang sudah jelas buruk kepada sesuatu yang nyatanya masih baik. Kalau usaha semacam itu sudah dilakukan, berlaku juga sesuatu yang buruk ke atas dirinya, maka jelaslah sudah bahwa yang berlaku adalah kehendak Allah SWT. Sebaliknya jika ia berada dalam keadaan baik sebagaimana yang dipilihnya, maka hal ini juga merupakan pertolongan dan kehendak Allah SWT sebagaimana yang tersirat di dalam firman-Nya:                  

“Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”  (Q.S.Ar-Ra’d: 11)

Jadi dalam hal ini Umar tidaklah menyerah begitu saja sebagaimana  yang diperbuat oleh orang-orang yang bodoh, yang menyerah begitu saja pada keadaan yang ada.

Contoh lain adalah rasa lapar yang dirasakan oleh orang yang  belum makan. Dalam hal ini  rasa lapar adalah merupakan salah satu ketentuan yang juga sudah ditetapkan (ditakdirkan) oleh Allah. Lalu apakah rasa lapar itu bisa hilang begitu saja jika kita tidak berusaha mendapatkan makanan dan kemudian menyantapnya? Nah demikianlah keadaannya, bahwa kita lari takdir lapar kepada takdir kenyang dengan suatu usaha yang dilakukan.  Dalam hal ini jika terjadi sesuatu yang berada di luar jangkauan akal sehat kita, misalnya seseorang yang sudah makan banyak tapi tetap saja lapar, maka hal itu adalah juga salah satu hal yang telah ditakdirkan Allah kepadanya. Sebab pada kondisi tertentu ada hal-hal yang berlawanan dengan jalan pikiran kita, yang kesemuanya itu ada dalam pengetahuan Allah Yang Maha Berkuasa atas makhluk-Nya, sebagaimana yang tersirat pula dalam firman-Nya:

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”(Q.S.Al-Baqarah: 216)

Oleh sebab itu janganlah menyerah begitu saja dengan apa yang telah diberikan oleh Allah kepada kita saat ini. Kita harus terus berusaha selagi nyawa masih dikandung badan. Kata orang: “Nasib sabut pastilah timbul, nasib batu pasti tenggelam.” Akan tetapi kalau Allah berkehendak, batu bisa jadi timbul dan terapung seperti sabut dan juga sebaliknya sabut bisa tenggelam seperti halnya  sebongkah batu. Wallahua’lam.

Bagansiapiapi,    29  Rabi’ul Awwal  1433 H /   22 Pebruari   2012
KH.BACHTIAR AHMAD

No comments:

Post a Comment

Sekapur Sirih

Bagi yang berminat dengan tulisan yang ada, silahkan dicopy agar dapat berbagi dengan yang lain sebagai salah satu upaya kita untuk menunaikan “amar ma’ruf nahi munkar” yang diperintahkan Allah SWT.