Sunday, 5 February 2012

USWATUN HASANAH (3)


oleh: KH.BACHTIAR AHMAD
=======================
TENTANG AKHLAK NABI YANG KITA CINTAI.
Ya nabii salaamun ‘alaika;  Ya rosuul salaamun ‘alaika
Ya habiib salaamun ‘alaika; Sholawaatullaahi ‘alaika

(Wahai Nabi salam kami kepadamu;   Wahai Rasul salam kami kepadamu
Wahai kekasih Allah salam kami kepadamu; Rahmat Allah semoga melimpah terus untukmu)
Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak (berzikir) menyebut Allah.” (Q.S. Al-Ahzab: 21)

Syaikh Abdullah Al-Ghazali dalam Risalah Tafsir menjelaskan, bahwa melalui ayat 21 surah Al-Ahzab di atas, sebenarnya langsung atau tidak langsung Allah telah memerintahkan orang-orang yang beriman untuk meneladani dan mengikuti gerak hidup atau akhlaqul kariimah Rasulullah SAW dan mengaplikasikannya dalam kehidupan mereka; Baik dalam hal ibadah kepada Allah maupun dalam hal muamalah dengan sesama manusia.

Dikatakan; Bahwa dengan meneladani atau mencontohi budi pekerti Rasulullah SAW dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, adalah sekaligus merupakan cerminan dari  pengamalan nilai-nilai Al-Quran. Hal ini tentunya sangat beralasan sekali, sebab dalam sebuah riwayat diterangkan; Bahwa tatkala kepada Siti ‘Aisyah r.a ditanyakan oleh para sahabat tentang akhlak atau budi pekerti Rasulullah SAW, maka beliau menjawab bahwa; akhlak atau budi pekerti Rasulullah SAW adalah Al-Quran. Artinya adalah, bahwa semua gerak hidup Rasulullah SAW; baik perbuatan; tindakan; perkataan bahkan duduk serta diamnya Rasulullah SAW adalah sesuai dan selaras dengan apa yang telah ditetapkan Allah di dalam Al-Quran. Dan oleh hal yang demikian itulah Allah SWT memuji Rasulullah SAW dengan firman-Nya:

“Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis; Berkat nikmat Tuhanmu kamu (Muhammad) sekali-kali bukan orang gila; Dan sesungguhnya bagi kamu benar-benar pahala yang besar yang tidak putus-putusnya:; Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”  (Q.S. Al-Qalam: 1-4)

“Kemuliaan akhlak” atau keindahan budi pekerti Muhammad SAW tidak hanya nampak dan ada setelah beliau diutus menjadi Nabi dan Rasul Allah, akan tetapi  sebelumnya sudah ada sejak beliau dilahirkan. Hal ini telah dicatat dalam sejarah, bahwa pada masa remajanya Muhammad sudah diberi dan dipanggil dengan gelar  “Al-Amin” oleh orang-orang yang ada di sekitar beliau. “Al-Amin” sebuah gelar yang menunjukkan pada sifat jujur orang yang menyandangnya; seseorang yang sangat dipercaya kata-kata dan janjinya.

“Para ulama”  sepakat untuk mengelompokkan sifat diri  atau akhlak Rasulullah SAW menjadi 3(tiga) bagian, yakni sifat yang: “wajib; mustahil dan harus”.

Sifat Wajib bagi Rasulullah SAW dan yang wajib” pula untuk diteladani dan dilakoni oleh orang-orang yang beriman kepada beliau meliputi 4(empat) hal yakni:

Pertama: “Shiddiq” yang artinya adalah bahwa beliau selalu  benar. Benar dalam ucapan dan sekaligus dalam setiap perbuatan dan tindakan yang beliau lakukan.

Kedua: “Amanah” atau “yang sangat dipercaya”. Sifat ini menunjukkan bahwa Muhammad Rasulullah SAW adalah orang sangat dipercaya dalam hal menjaga kemashlahatan agama; Baik yang berhubungan dengan kepentingan Allah maupun kepentingan sesama manusia.

Yang ketiga: “Tabligh” atau “yang selalu menyampaikan kebenaran”; Baik dalam hal  menyampaikan kebenaran yang diwahyukan Allah kepada beliau, atau mendudukkan setiap persoalan yang ada (ibadah ataupun muamalah) dengan keadaan yang sebenar-benarnya.

Yang ke-empat: “Fathanaah” yang secara umum bermakna orang yang memiliki ilmu; cerdik dan bijaksana sebagai modal dalam mempertahankan kebenaran yang sesungguhnya. Sehingga dengan demikian mampu menolak semua kesesatan dan kebohongan.

Adapun “sifat yang Mustahil”  bagi Rasulullah SAW pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berlawanan dengan yang wajib bagi diri beliau. Yakni:

Yang pertama: “Kadzib” dalam artian dusta  atau  bohong pada setiap ucapan beliau dan tidak pula bersikap munafik dengan pengertian: lain bicara lain pula yang dibuat.
Yang kedua: “Khiyanaat”   yang bermakna;  Tidak melanggar   apa  yang  telah  dilarang  Allah  dan merusak perjanjian yang telah disepakati dengan sesama manusia.

Yang ketiga: “Kitmaan”   yang  berarti suka menyembunyikan  segala  kebenaran  yang  diwahyukan Allah yang harus disampaikan kepada  seluruh  manusia. Atau menyembunyikan kebenaran lainnya untuk kepentingan diri sendiri.

Yang keempat: “Balaadah”   yang bermakna; Bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW bukanlah orang yang bodoh, melainkan beliau adalah seorang pandai dan berilmu dan mampu  menguasai setiap permasalahan.

Sedangkan sifat “Harus”  yang dimiliki oleh Muhammad SAW adalah sifat-sifat yang pada umumnya dimiliki oleh setiap manusia seperti; kenyang, lapar, sehat, sakit, menikah (berkeluarga) dan lain sebagainya. Akan tetapi sebagai “panutan” manusia,  maka  Muhammad  SAW  terhindar  dan dihindarkan  Allah SWT dari sifat takut (penakut), rakus, sombong,  rendah diri dan lain sebagainya  yang dapat merendahkan  martabat beliau.

Inilah sifat diri atau budi pekerti mulia yang harus diteladani dan dilakoni oleh setiap “umat Muhammad SAW” semaksimal mungkin yang bisa mereka lakukan di dalam setiap gerak kehidupannya. Sebab bagaimanapun juga adalah suatu hal yang sangat “mustahil dan tidak mungkin” untuk mencapai kesempurnaan akhlak sebagaimana halnya akhlak Rasulullah SAW, kecuali Allah berkehendak lain. Dan atas dasar sifat-sifat  yang telah diterangkan dalam catatan inilah, insya Allah pada “bagian berikutnya” akan kita bahas serba sedikit; Bagaimana Rasulullah SAW menjalani hidup dan kesehariannya. Wallahua’lam.

Bagansiapiapi,  12  Rabi’ul Awwal  1433 H  /  5  Pebruari  2012.
KH.BACHTIAR  AHMAD

1 comment:

Sekapur Sirih

Bagi yang berminat dengan tulisan yang ada, silahkan dicopy agar dapat berbagi dengan yang lain sebagai salah satu upaya kita untuk menunaikan “amar ma’ruf nahi munkar” yang diperintahkan Allah SWT.