Monday, 6 February 2012

USWATUN HASANAH (4)


oleh: KH.BACHTIAR AHMAD
=======================
TENTANG “KESEHARIAN” NABI YANG KITA CINTAI (1).
Ya nabii salaamun ‘alaika;  Ya rosuul salaamun ‘alaika
Ya habiib salaamun ‘alaika; Sholawaatullaahi ‘alaika

(Wahai Nabi salam kami kepadamu;   Wahai Rasul salam kami kepadamu
Wahai kekasih Allah salam kami kepadamu; Rahmat Allah semoga melimpah terus untukmu)
Kita sudah membahas serba sedikit tentang sifat atau “akhlaqul kariimah” Nabi dan Rasul Allah yang sangat-sangat kita cintai; Muhammad SAW. Dan dalam catatan selanjutnya kita akan lihat serba sedikit; bagaimana Muhammad SAW mengaplikasikan semua sifat-sifat baik tersebut dalam kesehariannya. Mudah-mudahan “sajian ringkas” berikut dapat kita jadikan sebagai “tolok ukur” atau “pembanding” dengan apa yang sudah kita lakukan di dalam kehidupan yang kita jalani. Dan tentu saja berharap kepada Allah SWT, agar kita diberikan kemampuan untuk meneladani atau mencontohi “budi pekerti yang agung” Rasulullah SAW dan sekaligus mengamalkannya di dalam kehidupan kita, sebagai bagian dari kecintaan kita kepada beliau dan sekaligus meningkatkan nilai-nilai keimanan serta ketakwaan kita kepada Allah SWT.
Muhammad SAW adalah manusia biasa:
Walaupun beliau terplih sebagai “Rasul dan Nabi Allah”, akan tetapi Muhammad bin Abdullah tetap memposisikan dirinya sebagai manusia biasa yang tidak melupakan dan melalaikan sisi kehidupan manusiawinya. Baik sebagai seorang laki-laki; seorang ayah; seorang suami; kakek; kerabat; tetangga; sahabat; pemimpin; panglima perang; dan lain sebagainya, yang kesemuanya itu memiliki beban dan tanggung jawab tersendiri. Dan oleh sebab itulah sebagaimana yang kita  baca di dalam berbagai riwayat kehidupan beliau, Muhammad SAW berlaku sebagaimana manusia lainnya yang adakalanya suka tertawa; bercanda; sedih dan menangis; sakit; ridha (suka) pada sesuatu dan berbagai hal lainnya yang lazim dalam kehidupan manusia.

Namun demikian,  jika beliau menyenangi atau menyukai sesuatu, maka hal itu tidaklah  menjadikan beliau fanatik pada yang beliau sukai, sehingga lupa pada kebenaran yang hakiki. Sebab bagaimanapun jika di dalam apa yang beliau sukai itu, jika kelak ditemukan hal-hal yang bathil atau sesuatu yang bersubhat dengan kebathilan, maka hal itu pasti beliau tinggalkan. Sebaliknya juga begitu, jika beliau tidak menyukai sesuatu atau dalam keadaan marah, maka ketidak sukaan atau kemarahan itu tidaklah menghilangkan akal sehat beliau, sehingga dalam keadaan yang demikian itu, beliau tetap mendahulukan dan mengutamakan   
kebenaran yang ada di dalam hal-hal yang tidak beliau sukai atau senangi tersebut.

Dalam keadaan sedih dan berduka atau ditimpa musibah, maka beliau adalah orang paling sabar dan tak akan pernah sedikitpun menyimpang dari apa yang telah dituntun Allah dengan tuntunan Al-Quran.

Sebagai manusia biasa; Muhammad SAW adalah seorang sahabat yang baik, yang memahami sifat; kebiasaan dan kehendak para sahabatnya. Beliau sangat pandai membuat senang hati para sahabat tanpa harus meninggalkan kebenaran yang hakiki, dan kewibawaan beliau sebagai seorang pemimpin dan utusan Allah. Salah satu contoh adalah; Bahwa beliau pernah mengizinkan orang-orang Habsyi menabuh dan bermain rebana di halaman depan Masjid beliau, dan memberikan kesempatan kepada kalangan Anshar untuk mengadakan hiburan tatkala mereka menyelenggarakan acara pernikahan. Bahkan dalam satu riwayat disebutkan; Bahwa beliau pernah memberi izin kepada dua orang budak untuk menyanyi di rumah beliau pada waktu perayaan Idul Fitri. Dan hal ini tersirat dalam sabda beliau:

“Apakah tak ada hiburan bagi mereka ? Sesungguhnya orang-orang Anshar (penduduk Madinah) sangatlah menyukai hiburan.”  (HR. Muttafaq ‘alaihi dari Abu Hurairah r.a)
Muhammad SAW sebagai seorang suami.
Walaupun (dengan izin Allah) beliau memiliki  11(sebelas) orang isteri yang 10(sepuluh) orang di antaranya hidup dalam masa yang sama setelah wafatnya isteri pertama beliau “Khadijah binti Khuwailid r.a”. Akan tetapi semuanya beliau perlakukan dengan baik; berbuat adil kepada semuanya dalam batas kesanggupan yang beliau miliki. Bahkan sebagaimana yang dikisahkan oleh “Ibnul Qayyim” dalam “Zadul Ma’ad”, Rasulullah SAW pernah menggilir (memberi nafkah bathin) kepada  9(sembilan) orang isteri dalam satu malam (kecuali “Saudah binti Zum’ah” yang pada masa  itu telah masuk dalam tahapan menopause).

Kondisi yang demikian ini bukanlah seperti apa yang disangkakan oleh “orang-orang kafir” bahwa beliau adalah seseorang yang “gila sex dan doyan perempuan”, beliau melakukan itu adalah semata-mata karena beliau tahu betul bagaimana seharusnya menjalankan kewajiban seorang suami  sebagaimana yang diperintahkan Allah untuk berlaku adil, dan sekaligus memahami kebutuhan seorang isteri. Dan tentu saja karena Allah telah melebihkan beliau dari manusia biasa lainnya, yang di dalam riwayat disebutkan, bahwa sebagai laki-laki keperkasaan yang setara dengan 40 orang laki-laki.

Sebagai suami, Rasulullah SAW sangat pandai menyenangkan hati isteri-isterinya; Beliau sanggup berlama-lama mendengar cerita dan keluh kesah sang isteri; Beliau senang bermain-main dengan sang isteri seperti yang pernah dilakukan beliau dengan Aisyah, yakni berlomba lari, dimana dalam perlombaan itu beliau sengaja mengalah dan memberikan kemenangan untuk Aisyah. Sementara di sisi lain walaupun beliau seorang suami dan kepala rumah tangga, tapi beliau tak segan-segan turun tangan untuk memasak; menambal baju; menjahit sandal yang putus; belanja ke pasar dan berbagai aktifitas rumah tangga lainnya.

Nah, keteladanan semacam inilah yang wajib menjadi pelajaran bagi setiap “suami”. Tidak seperti kebanyakan “suami”  (mungkin termasuk saya dan anda) yang hanya mau senang dan enaknya saja. Apalagi jika memiliki pangkat dan jabatan tinggi, yang terkadang hal itu membuat kita tidak mau tahu urusan dapur dan urusan rumah tangga yang lainnya. Bahkan adakalanya jika “berpoligami”, lebih cenderung hanya lantaran ingin memenuhi selera “seksualitas” belaka, yang pada akhirnya lebih memilih dan lebih suka untuk “berlama-lama” pada isteri yang lebih muda. 
Insya Allah berbagai aspek kehidupan Rasulullah SAW yang wajib kita teladani akan berlanjut dalam catatan berikutnya..... Wallahua’lam.

Bagansiapiapi,  13  Rabi’ul Awwal  1433 H  /  6  Pebruari  2012.
KH.BACHTIAR  AHMAD

No comments:

Post a Comment

Sekapur Sirih

Bagi yang berminat dengan tulisan yang ada, silahkan dicopy agar dapat berbagi dengan yang lain sebagai salah satu upaya kita untuk menunaikan “amar ma’ruf nahi munkar” yang diperintahkan Allah SWT.