TENTANG “KESEHARIAN” NABI
YANG KITA CINTAI (2).
Ya nabii
salaamun ‘alaika; Ya rosuul salaamun
‘alaika
Ya habiib
salaamun ‘alaika; Sholawaatullaahi ‘alaika
(Wahai Nabi
salam kami kepadamu; Wahai Rasul salam
kami kepadamu
Wahai kekasih Allah salam kami kepadamu; Rahmat
Allah semoga melimpah terus untukmu)
Muhammad SAW sebagai
seorang ayah.
Sebagai seorang ayah beliau sangatlah mencintai
anak-anaknya, dan senantiasa menghendaki kebaikan bagi sang anak. Baik kebaikan
dunia terlebih lagi kebaikan akhirat. Dan hal ini tercermin pada sikap beliau
ketika putra beliau “Ibrahim” meninggal dunia sewaktu masih bayi. Pada
saat itu beliau menitikkan air mata sedih, dan para sahabat bertanya mengapa
beliau sedih dan menangis, beliau lalu bersabda:
“Mata boleh mengucurkan airmata dan hati boleh
bersedih, namun kami tidak mengatakan sesuatu kecuali yang diridhai Allah.” (HR.
As-Syaikhani; Ahmad dan Abu Dawud)
Selanjutnya pada saat Ali bin Abu Thalib bermaksud
hendak menikah lagi; berpoligami dan memadu puteri beliau: “Fatimah
Az-Zahra” dengan putri Abu Jahal yang dilaknat Allah, maka beliau
merasa gusar dan berkata kepada Ali r.a:
“Sesungguhnya dia (Fatimah) adalah bagian dari
diriku dan aku khawatir ada cobaan dalam agamanya. Aku tidak mengharamkan yang
halal dan menghalalkan yang haram, tetapi demi Allah; Sekali-kali putri Rasul
Allah tidaklah akan berkumpul dengan putrid musuh Allah di bawah satu atap.” (HR.
As-Syaikhani; Ahmad; Ibnu Majah dan Abu Dawud)
Muhammad SAW sebagai
kakek.
Walaupun kedudukan beliau amat mulia sebagai Nabi dan Rasul Allah;
Muhammad SAW tidak melupakan kodratnya sebagai seorang kakek dari cucu-cucu
yang sangat dicintainya; Terutama Hasan dan Husin, putra dari
puteri tersayangnya Fatimah Az-Zahra dan menantunya Ali bin Abi
Thalib.
Banyak riwayat yang menyebutkan, bahwa dengan penuh
kasih dan sayang Muhammad SAW sering bermain dan bergurau senda dengan
cucu-cucunya. Dan untuk menyenangkan hati Hasan dan Husin, Rasulullah
SAW sering membungkukkan badannya, agar kedua cucunya bisa naik ke pungung
(bagian belakang badan) dan bermain kuda-kudaan dengan mereka. Bahkan pernah
suatu ketika Hasan dan Husin naik
ke punggung Rasulullah SAW pada saat beliau sedang sholat, beliau lalu
memanjangkan sujud agar cucu-cucunya tidak jatuh dan menganggu kesenangan
mereka sebagai anak-anak. Dan keadaan ini telah menimbulkan bermacam-macam
praduga di kalangan sahabat yang pada waktu itu sholat bersama beliau. Sehingga
ketika hal itu ditanyakan, beliau menjawab:
“Sesunguhnya kedua
anakku (cucuku) menjadikan aku sebagai tunggangan mereka, sehingga aku enggan
untuk menghentikannya sebelum mereka puas dan turun dari atas badanku.”
(HR. Ahmad dan
At-Tirmidzy r.a)
Dalam hadis yang lain
juga diriwayatkan, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya kedua
(anakku) ini adalah raihan (tetumbuhan yang harum)ku dari dunia.”
(HR. Bukhari; Ahmad
dan At-Tirmidzy r.a)
Bukan hanya itu saja,
Rasulullah SAW juga sangat menyayangi anak-anak lainnya, sehingga setiap kali
beliau berjumpa dengan anak-anak, maka beliau selalu mengusap kepala sang anak.
Dan yang istimewa adalah perhatian beliau terhadap anak-anak yatim sebagaimana
yang tersirat dalam sebuah hadis:
“Antara saya dan orang
yang memelihara anak yatim dengan baik, maka kelak di sorga berdekatan bagaikan
dekatnya jari telunjuk pada jari tengah.”
(HR. Muslim dari Sahl bin Sa’ad r.a)
Sebagai sahabat dan tetangga.
Kedudukan Muhammad SAW
sebagai Nabi dan Rasul Allah tidaklah membuat dirinya lupa untuk memenuhi
hak-hak saudara; kerabat; dan para tetangga beliau. Sekalipun mereka adalah orang-orang kafir dan
musyrik. Bahkan dalam sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadis, beliau
bersabda:
“Sesungguhnya kalian mempunyai kaum kerabat, maka
yang paling basah adalah yang selalu membuatnya basah.” (HR. Ahmad dan At-Tirmidzy r.a)
Artinya
adalah, bahwa yang paling dekat di antara kerabat
tetangga tersebut adalah mereka yang paling sering berhubungan dan saling
tolong menolong, sekalipun dinilai dari pertalian darah terbilang jauh atau
bahkan sama sekali tak ada hubungan darah. Dan hal ini semakin dipertegas
beliau dengan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim r.a:
“Sesungguhnya Jibril
senantiasa menasehatiku tetntang tetangga, sehingga aku menduga bahwa dia akan
menjadikan para tetangga sebagai ahli waris. (HR. Muttafaq ‘alaihi)
Sebagai seorang
sahabat dari para sahabat beliau, maka Rasululah SAW selalu berusaha untuk
menyenangkan hati dan memenuhi serta menghormati hak para sahabat beliau. Dan
tak akan pernah membedakan antara sahabat yang satu dengan yang lainnya,
kecuali jika mereka melanggar ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.
Insya Allah masih ada “keseharian”
Rasulullah SAW yang menjadi pelajaran untuk kita teladani dan amalkan dalam
lanjutan catatan berikutnya. Wallahua’lam.
Bagansiapiapi, 14 Rabi’ul Awwal 1433 H
/ 7 Pebruari
2012.
KH.BACHTIAR
AHMAD
No comments:
Post a Comment