Tuesday, 7 February 2012

USWATUN HASANAH (5)


TENTANG “KESEHARIAN” NABI YANG KITA CINTAI (2).
Ya nabii salaamun ‘alaika;  Ya rosuul salaamun ‘alaika
Ya habiib salaamun ‘alaika; Sholawaatullaahi ‘alaika

(Wahai Nabi salam kami kepadamu;   Wahai Rasul salam kami kepadamu
Wahai kekasih Allah salam kami kepadamu; Rahmat Allah semoga melimpah terus untukmu)

Muhammad SAW sebagai seorang ayah.
Sebagai seorang ayah beliau sangatlah mencintai anak-anaknya, dan senantiasa menghendaki kebaikan bagi sang anak. Baik kebaikan dunia terlebih lagi kebaikan akhirat. Dan hal ini tercermin pada sikap beliau ketika putra beliau “Ibrahim” meninggal dunia sewaktu masih bayi. Pada saat itu beliau menitikkan air mata sedih, dan para sahabat bertanya mengapa beliau sedih dan menangis, beliau lalu bersabda:

“Mata boleh mengucurkan airmata dan hati boleh bersedih, namun kami tidak mengatakan sesuatu kecuali yang diridhai Allah.”    (HR. As-Syaikhani; Ahmad dan Abu Dawud)

Selanjutnya pada saat Ali bin Abu Thalib bermaksud hendak menikah lagi; berpoligami dan memadu puteri beliau: “Fatimah Az-Zahra” dengan putri Abu Jahal yang dilaknat Allah, maka beliau merasa gusar dan berkata kepada Ali r.a:

“Sesungguhnya dia (Fatimah) adalah bagian dari diriku dan aku khawatir ada cobaan dalam agamanya. Aku tidak mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram, tetapi demi Allah; Sekali-kali putri Rasul Allah tidaklah akan berkumpul dengan putrid musuh Allah di bawah satu atap.”   (HR. As-Syaikhani; Ahmad; Ibnu Majah dan Abu Dawud)
Muhammad SAW sebagai kakek.
Walaupun kedudukan beliau  amat mulia sebagai Nabi dan Rasul Allah; Muhammad SAW tidak melupakan kodratnya sebagai seorang kakek dari cucu-cucu yang sangat dicintainya; Terutama Hasan dan Husin, putra dari puteri tersayangnya Fatimah Az-Zahra dan menantunya Ali bin Abi Thalib.

Banyak riwayat yang menyebutkan, bahwa dengan penuh kasih dan sayang Muhammad SAW sering bermain dan bergurau senda dengan cucu-cucunya. Dan untuk menyenangkan hati Hasan dan Husin, Rasulullah SAW sering membungkukkan badannya, agar kedua cucunya bisa naik ke pungung (bagian belakang badan) dan bermain kuda-kudaan dengan mereka. Bahkan pernah suatu ketika Hasan dan Husin  naik ke punggung Rasulullah SAW pada saat beliau sedang sholat, beliau lalu memanjangkan sujud agar cucu-cucunya tidak jatuh dan menganggu kesenangan mereka sebagai anak-anak. Dan keadaan ini telah menimbulkan bermacam-macam praduga di kalangan sahabat yang pada waktu itu sholat bersama beliau. Sehingga ketika hal itu ditanyakan, beliau menjawab:

“Sesunguhnya kedua anakku (cucuku) menjadikan aku sebagai tunggangan mereka, sehingga aku enggan untuk menghentikannya sebelum mereka puas dan turun dari atas badanku.”
(HR. Ahmad dan At-Tirmidzy r.a)
           
Dalam hadis yang lain juga diriwayatkan, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya kedua (anakku) ini adalah raihan (tetumbuhan yang harum)ku dari dunia.”
(HR. Bukhari; Ahmad dan At-Tirmidzy r.a)

Bukan hanya itu saja, Rasulullah SAW juga sangat menyayangi anak-anak lainnya, sehingga setiap kali beliau berjumpa dengan anak-anak, maka beliau selalu mengusap kepala sang anak. Dan yang istimewa adalah perhatian beliau terhadap anak-anak yatim sebagaimana yang tersirat dalam sebuah hadis:

“Antara saya dan orang yang memelihara anak yatim dengan baik, maka kelak di sorga berdekatan bagaikan dekatnya jari telunjuk pada jari tengah.”  (HR. Muslim dari Sahl bin Sa’ad r.a)
Sebagai sahabat dan tetangga.
Kedudukan Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul Allah tidaklah membuat dirinya lupa untuk memenuhi hak-hak saudara; kerabat; dan para tetangga beliau. Sekalipun mereka adalah orang-orang kafir dan musyrik. Bahkan dalam sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadis, beliau bersabda:

“Sesungguhnya kalian mempunyai kaum kerabat, maka yang paling basah adalah yang selalu membuatnya basah.” (HR. Ahmad dan At-Tirmidzy r.a)

Artinya adalah, bahwa yang paling dekat  di antara kerabat tetangga tersebut adalah mereka yang paling sering berhubungan dan saling tolong menolong, sekalipun dinilai dari pertalian darah terbilang jauh atau bahkan sama sekali tak ada hubungan darah. Dan hal ini semakin dipertegas beliau dengan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim r.a:
           
“Sesungguhnya Jibril senantiasa menasehatiku tetntang tetangga, sehingga aku menduga bahwa dia akan menjadikan para tetangga sebagai ahli waris. (HR. Muttafaq ‘alaihi)

Sebagai seorang sahabat dari para sahabat beliau, maka Rasululah SAW selalu berusaha untuk menyenangkan hati dan memenuhi serta menghormati hak para sahabat beliau. Dan tak akan pernah membedakan antara sahabat yang satu dengan yang lainnya, kecuali jika mereka melanggar ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.
Insya Allah masih ada “keseharian” Rasulullah SAW yang menjadi pelajaran untuk kita teladani dan amalkan dalam lanjutan catatan berikutnya.   Wallahua’lam.

Bagansiapiapi,  14 Rabi’ul Awwal  1433 H  /  7   Pebruari  2012.
KH.BACHTIAR  AHMAD

No comments:

Post a Comment

Sekapur Sirih

Bagi yang berminat dengan tulisan yang ada, silahkan dicopy agar dapat berbagi dengan yang lain sebagai salah satu upaya kita untuk menunaikan “amar ma’ruf nahi munkar” yang diperintahkan Allah SWT.