Friday, 9 March 2012

HAKIKAT KESEJATIAN CINTA


oleh: KH. BACHTIAR AHMAD
=======================
“Rasa cinta pasti ada pada makhluk yang bernyawa; Sejak lama sampai kini tetap suci dan abadi; Takkan hilang selamanya sampai datang akhir masa; Perasaan insan  sama; ingin cinta dan dicinta; Bukan ciptaan manusia; tapi takdir Yang Kuasa…”

Anda; saya dan kita semua tentu sudah  banyak yang mengenal, bahkan hafal  bait-bait  kalimat di atas, yakni penggalan lagu “Renungkanlah” yang dinyanyikan sendiri oleh penciptanya; almarhum Mashabi” yang sejak awal 1960 hingga sekarang tetap populer di tengah-tengah kehidupan kita.  Dan tentu saja “curhat” yang terkandung dalam lagu tersebut adalah sesuatu yang benar. Sebab secara tersirat dan tersurat hal itu telah ditegaskan Allah SWT dalam firman-Nya:

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang di-ingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).”  (Q.S.Ali ‘Imraan: 14)

Walaupun ada yang memandangnya dengan “sinis” dan menganggapnya “negatif”, maka sesungguhnya  “hakikat” cinta adalah sesuatu yang “positif”, karena cinta  bisa menumbuhkan semangat kehidupan serta kreatifitas pelaku cinta. Apalagi bagi orang dan kalangan tertentu yang memandang cinta sebagai sesuatu yang suci dan tidak memaknai cinta dengan kata “harus memiliki” sebagaimana yang dikatakan oleh As-Syaikh Abdullah Al-Ghazali:

“Hakikat cinta yang sesungguhnya bukanlah memiliki apa yang dicintai; akan tetapi bagaimana selalu merasa bersama dan tetap ingin bersama yang dicintai; dan selalu menghadirkan yang dicintai di dalam jiwa; melaksanakan semua yang di-inginkan sang kekasih dan menolak semua yang dibenci olehnya.”

Selanjutnya dengan mengutip apa yang ditulis oleh “Erich Fomm”  seorang psikolog Jerman dalam bukunya The Art of Love”, maka cinta yang tulus dan benar itu sekurang-kurangnya  harus memiliki empat (4) unsur sebagai “hakikat kesejatian cinta”. Jika unsur cinta yang ada kurang dari 4(empat) hal tersebut, maka cinta yang dimiliki oleh seseorang tidaklah dapat disebut sebagai “cinta sejati”.

Yang pertama adalah “knowledge” atau pengetahuan tentang apa yang dicintanya.
Dalam hal ini jika kita mecintai seseorang, maka kita harus mengenal betul apa dan siapa yang kita cintai. Tujuannya adalah, agar tidak pernah merasa menyesal dikemudian hari atas segala sesuatu  yang  datang  dari “ kekasih hati.” Baik berupa permintaannya maupun penolakannya terhadap sesuatu. Dalam istilah agama (Tauhid) keadaan ini disebutkan dengan istilah “awaluddin ma’rifatullah” yang secara umum bermakna: “hal yang pertama sekali dalam agama adalah mengenal Allah”.

Yang kedua  adalah “care”. Yaitu tumbuhnya perhatian kepada yang kita cintai. Sebab bagaimanapun juga seseorang haruslah memberikan perhatian yang lebih kepada yang dicintainya, sehingga dengan perhatian yang lebih tersebut akan lebih mudah baginya untuk menolong yang dicintainya dalam berbagai hal. Dalam hal ini “care” kepada Allah dan Rasul-Nya (Muhammad SAW) adalah dengan cara memperhatikan dan memahami  hal-hal apa saja yang diridhai dan yang dimurkai oleh Allah dan Rasul-Nya, dengan tujuan untuk menumbuhkan semangat dan keinginan  melaksanakan apa-apa yang telah ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya secara terus menerus (istiqomah) sesuai aturan yang telah ditetapkan untuk itu.

Yang ketiga adalah  “respect”. Yakni adanya rasa hormat kepada yang dicintai. Artinya adalah, mencintai haruslah disertai dengan rasa hormat kepada yang dicintai, sebab rasa hormat inilah yang akan menumbuhkan sifat kehati-hatian dalam berbuat, agar tidak mengecewakan  kekasih yang dicintai.  

Yang ke-empat adalah “responbility”; Yakni merespon apa yang dikatakan “sang kekasih” untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab sebagai bukti cinta dan kasihnya pada yang dicintai. Dan jika hal ini dikaitkan dengan “cinta kepada Allah dan Rasul”; maka seseorang yang mengaku beriman  harus benar-benar melaksanakan apa yang diperintahkan sesuai dengan kapasitas atau kemampuan yang ia miliki dengan prinsip    “lillaahi ta’ala” dengan pengertian; apa yang dilakukan adalah semata-mata karena cinta dan tidak berharap pada pamrih-NYA.  
 
Mudah-mudahan catatan singkat ini membuka wawasan kita dan akan memberikan pemahaman yang lebih baik agar cinta kita kepada Allah dan Rasul-NYA benar-benar merupakan cinta yang utuh dan sejati; tidak berbagi sebagaimana yang tersirat dan tersurat dalam firman-NYA:

“Katakanlah: “Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.”  (Q.S. At-Taubah: 24)  Wallahua’lam.

Bagansiapiapi,   14 Rabi’ul Akhir  1433  H /  8  Maret  2012
KH. BACHTIAR AHMAD

No comments:

Post a Comment

Sekapur Sirih

Bagi yang berminat dengan tulisan yang ada, silahkan dicopy agar dapat berbagi dengan yang lain sebagai salah satu upaya kita untuk menunaikan “amar ma’ruf nahi munkar” yang diperintahkan Allah SWT.