oleh:
KH.Bachtiar Ahmad
=====================
Syaikh Abdullah Al-Ghazali menjelaskan, bahwa “ibadah” di dalam kehidupan manusia bukanlah
sesuatu “yang diperintahkan”, melainkan adalah bagian dari “fitrah” manusia
itu sendiri, sekalipun dalam realitasnya Allah SWT telah menyatakan bahwa
manusia memang diperintahkan untuk beribadah dan diciptakan untuk beribadah
sebagaimana firman-Nya:
“Wahai sekalian manusia,
sembahlah Tuhan-mu yang telah menciptakan-mu dan orang-orang yang sebelum kamu,
agar kamu bertakwa” ( Q.
S. Al-Baqarah : 21 )
Syaikhul
Islam “Ibnul Qayyim” mengatakan,
bahwa kata “Ya ayyuhannaas” yang berarti “Wahai sekalian manusia” yang Allah jadikan sebagai awal dari ayat
21 surah Al-Baqarah di atas adalah merupakan sebuah prinsip “ibadah”
yang berlaku umum untuk seluruh manusia sebagai penjabaran lebih lanjut dari
firman Allah SWT:
“dan Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka (beribadah) menyembah-KU.” (Q.S. Adz-Dzariyaat: 56)
Jadi
masalah beribadah kepada Allah SWT
adalah sesuatu yang universal atau bersifat umum bagi seluruh manusia dari
bangsa manapun ia dilahirkan. Dan inilah hakikat ibadah yang sesungguhnya dalam
kehidupan manusia. Artinya ialah bahwa “ibadah adalah bagian dari fitrah
manusia” itu sendiri, yang ada dan dibawa oleh manusia sejak mula pertama
diciptakan dan dilahirkan. Bukan sesuatu yang datang kemudian, yang diajarkan
dalam proses pertumbuhannya. Dan inilah penjabaran dari hakikat “kenalnya”
manusia dengan “Sang Pencipta” sebelum mereka dikeluarkan dari “rahim”
sang bunda ke dunia yang fana ini sebagaimana yang dinyatakan Allah SWT dengan
firman-Nya:
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam
dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): “Bukankah aku ini Tuhanmu?”; mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan
kami), kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari
kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang
yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).” (Q.S. Al-A’raaf: 172)
Adapun
dengan diutusnya para Nabi dan Rasul oleh Allah SWT kepada manusia untuk
mengajak dan mengajarkan manusia beribadah atau menyembah Allah, hanyalah
dimaksudkan untuk menata pelaksanaan ibadah tersebut dalam suatu aturan yang jelas dan terarah,
memiliki pola keseragaman, agar tidak timbul kerancuan bagaimana beribadah dan
menyembah Allah antara satu dengan yang lain. Sedangkan hakikat atau tujuan
utama ibadah itu sendiri adalah; untuk mengantarkan manusia ke arah keselamatan
hidup dunia dan akhirat. Sebab “inti dari ibadah” yang wajib dilakukan
oleh seluruh manusia adalah keselamatan bagi manusia itu sendiri.
Salah satu bukti yang
menunjukkan bahwa ibadah itu adalah bagian dari fitrah manusia tersebut, adalah
sebagaimana yang kita lihat dalam sejarah perkembangan manusia itu sendiri,
yang dala hal ini sebelum sampai kepada
mereka para Nabi dan Rasul yang diutus Allah SWT atau ajaran yang dibawa oleh
para Nabi dan Rasul tersebut sampai kepada mereka, maka manusia selalu
beribadah atau menyembah “Tuhan” yang mereka yakini keberadaan-NYA
dengan interpretasi masing-masing. Ada yang menyembah batu; pohon kayu; berhala atau
patung yang mereka buat sendiri dan lain sebagainya.
Bertentangan dengan fitrah
itu sendiri, manusia boleh-boleh saja berupaya untuk meniadakan atau mengingkari keberadaan “Tuhan”
yang menciptakan dirinya. Akan tetapi lantaran adanya fitrah ibadah di dalam
dirinya, maka sejauh manapun ia berusaha
untuk tidak mengakui eksistensi Tuhan dalam kehidupannya, maka suatu ketika;
Baik secara sadar atau tidak, manusia pasti membutuhkan pertolongan Tuhan, yang
antara lain keadaan ini ditegaskan Allah di dalam Al-Qur’an:
“Dan apabila kamu
ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia
(Allah), maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. dan
manusia itu adalah selalu tidak berterima kasih.” (Q.S. Al-Isra’: 67)
Ibadah dalam pengertian
khusus memang memiliki suatu bentuk atau tata cara penyembahan kepada Allah SWT. Akan tetapi dalam pengertian umum
ibadah adalah suatu kewajiban bagi manusia untuk tunduk dan mematuhi perintah
Tuhan untuk keselamatan manusia itu sendiri. Oleh sebab itulah dengan menyimak dan memperhatikan beberapa
keterangan di atas, maka sudah selayaknyalah sebagai seorang mukmin atau
muslim, kita berkewajiban untuk memelihara “fitrah diri” tersebut dengan
sebai-baiknya dengan cara melaksanakan apa-apa yang telah diperintahkan dan
meninggalkan apa yang telah dilarang oleh Allah SWT dan Rasul-Nya untuk dan
demi keselamatan diri sendiri.
Satu hal yang patut dikethui dan kita yakini adalah,
bahwa ketika Allah memerintahkan kita
untuk beribadah dan menyembah-NYA, maka hal itu tidak akan membuat Allah Azza
Wa Jalla akan semakin Agung dan Mulia.
Atau sebaliknya, ketika kita enggan menyembah dan beribadah kepada-NYA; tidaklah
akan membuat Allah SWT menjadi kecil dan terhina. Sebab sejak awal ALLAH memang sudah Maha
Agung dan Maha Mulia; tidak ada sesuatupun yang dapat mengecilkan atau
membesarkan Allah Yang Maha Besar selain dari Allah sendiri. Karenanya ibadah
yang engkau lakukan hanyalah untuk membesarkan dan memuliakan dirimu sendiri. Wallahua’lam.
Bagansiapiapi, 7
Rabi’ul Akhir 1433 H / 01 Maret 2012
KH.BACHTIAR AHMAD
No comments:
Post a Comment