oleh:
KH.BACHTIAR AHMAD
========================
Suatu
hari Khalifah Harun Al-Rasyid mengundang Syaikh Abu As-Sammak ke istana dan
meminta ulama ternama tersebut menasihatinya. Ketika sang ulama akan memulai
pembicaraannya, masuklah salah seorang pelayan istana menghidangkan dua gelas
air minum untuk mereka berdua. Tatkala minuman sudah terhidang dan Khalifah
bersiap ingin meminumnya, berkatalah Abu Sammak: “Tunggu sebentar wahai
khalifah. Demi Allah, aku ingin tuan menjawab pertanyaan yang kuajukan dengan
sejujur-jujurnya.”
Mendengar
perkataan sang ulama tersebut, Khalifah Harun Al-Rasyid menunda keinginannya
untuk minum dan berkata kepada Abu Sammak: “Apakah yang ingin tuan tanyakan
hai Abu?”
“Wahai khalifah, seandainya anda haus, tapi segelas air yang sudah
berada ditangan anda itu, tak bisa anda minum dengan begitu saja. Kira-kira
berapakah harga yang ingin anda bayarkan, agar air itu bisa anda minum?”, tanya Abu Sammak kepada Harun Al-Rasyid.
Khalifah
pun menjawab: “Wahai tuan guru, kalau keadaannya sudah sedemikian berat dan
pentingnya, maka aku sanggup membayarnya dengan setengah dari kerajaan dan
kekuasaan yang kumiliki.”
Lalu
Abu Sammak bertanya lagi: “Selanjutnya setelah air yang anda minum tersebut
masuk kedalam tubuh anda, tapi ia tak lagi bisa dikeluarkan dan pada akhirnya
akan mengganggu kesehatan anda, bahkan dapat mendatangkan kematian; berapakah
harga yang sanggup anda bayar, agar air tersebut bisa dikeluarkan ?”
Sang
Khalifah kemvbali menjawab: “Wahai Abu Sammak, jika hal itu terjadi, maka
aku akan bayar dengan setengah dari
kerajaan dan kekuasaan yang masih kumiliki.”
Mendengar
jawaban itu, sang ulama yang bijak itu lalu berkata kepada Harun Al-Rasyid: “Wahai
khalifah, kalau sudah demikian keadaannya, tentulah seluruh kekayaan dan
kekuasaan harganya tidaklah lebih besar dari
harga dari segelas air; maka sesungguhnya tak ada yang lebih berharga di
sisi Allah selain dari keimanan dan ketakwaan yang kita miliki.”
Harun
Al-Rasyid, sang Khalifah yang kekuasaannya meliputi beberapa Negara yang amat
luas, serta memiliki kekayaan yang tak ternilai banyaknya itu, hanya mengangguk
penuh arti membenarkan pelajaran yang diterimanya hari itu.
Wallahua’lam
(dikutip dan diedit dari KISAH-KISAH SUFISTIK)
Bagansiapiapi,
9 Jumadil Akhir 1433 H / 1 Mei 2012
KH. BACHTIAR AHMAD
No comments:
Post a Comment