Friday 8 June 2012

BALANS DUNIA DAN AKHIRAT

oleh: KH.Bachtiar Ahmad
=====================
Sering kita mendengar orang berkata, bahkan ada di antaranya yang berpredikat sebagai “da’i” atau “muballigh” yang menyatakan; agar kita melakukan segala sesuatunya secara berimbang antara kepentingan hidup di dunia dan di akhirat kelak. Dan atas dasar inilah ada beberapa teman yang bertanya kepada saya:  “Bagaimana caranya kita berbuat agar kehidupan yang kita jalani ini dapat seimbang antara kepentingan dunia dan kepentingan akhirat.”  

Tak dapat disangkal, bahwa pendapat untuk menyeimbangkan hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan dunia dan akhirat adalah “sesuatu yang baik”.    Bahkan “hujjatul Islam”  Abu Hamid bin Muhammad Al-Ghazali  dalam “Al-Ihya’” menyarankan, agar waktu kehidupan yang kita lalui di dunia ini dibagi dalam tiga bagian, masing-masing sepertiga untuk penghidupan dunia; untuk beramal ibadah dan untuk beristirahat. Akan tetapi dalam “prakteknya” hal ini tentulah sangat sulit untuk dilakukan. Sehingga dengan demikian “balans”  atau keseimbangan hidup untuk kepentingan dunia dan akhirat tersebut adalah sesuatu yang sangat “musykil”; atau hal yang sangat sulit untuk dilakukan oleh seseorang. Bahkan saya berpendapat, “tidak akan pernah ada keseimbangan amaliah untuk kepentingan hidup di dunia dan akhirat.” Artinya adalah; Jika kita menginginkan dunia, maka akhirat pasti akan kalah.

Ketidak seimbangan itu terjadi lantaran di dalam diri manusia (nafsunya) telah Allah tanamkan kecenderungan yang  besar pada kecintaan mereka terhadap  dunia sebagaimana yang tersirat dalam firman-Nya:

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).”  (Q.S. Ali Imran: 14)

Dan “kecenderungan” yang demikian itulah yang menyebabkan Nabi Sulaiman a.s  pernah lalai dari mengingat Allah lantaran tergoda kesenangan dunia (kecintaan kepada kuda), sehingga untuk menebus kesalahannya itu Nabi Sulaiman a.s lalu menyembelih kudanya. Hal ini dijelaskan Allah SWT dengan firman-Nya:

“dan Kami karuniakan kepada Daud, Sulaiman; dia adalah sebaik- baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya). // (ingatlah) ketika dipertunjukkan kepadanya kuda-kuda yang tenang di waktu berhenti dan cepat waktu berlari pada waktu sore. // Maka ia (Sulaiman) berkata: “Sesungguhnya aku menyukai kesenangan terhadap barang yang baik (kuda) sehingga aku lalai mengingat Tuhanku sampai kuda itu hilang dari pandangan. // Bawalah kuda-kuda itu kembali kepadaku.”; lalu ia (Sulaiman) memotong kaki dan (menyembelih) leher kuda itu.”  (Q.S. Shaad: 30-33)

Dari fenomena yang ada di sekitar kita, bisa kita lihat bahwa seseorang lebih suka berlama-lama di depan TV; atau ngobrol bareng teman ketimbang duduk agak lama untuk “dzikrullah” seusai sholat. Bahkan dilihat dari tata cara yang dilakukan, ada yang menjadikan sholat-nya hanya sekadar untuk melepaskan kewajibannya kepada Allah, bukan sebagai sarana dan prasarana untuk lebih mendekatkan dirinya kepada Allah.  Begitu juga dengan kasus-kasus lainnya yang semisal dengan hal itu. Lalu kalau sudah demikian adanya, apa mungkin diperoleh keseimbangan antara usaha duniawi dan amaliah untuk akhirat?

Jika kita memang menginginkan kehidupan akhirat yang baik, maka suka atau tidak suka; kepentingan diri terhadap dunia haruslah dikalahkan sebagaimana yang tersirat dalam “Kisah Nabi Sulaiman a.s”  di atas; atau sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dalam kehidupan beliau, yang kemudian di-ikuti pula oleh para sahabat-sahabat beliau dan para ulama-ulama terdahulu.

Dan oleh sebab tidak mungkin adanya keseimbangan usaha duniawi dan amaliah untuk kehidupan ukhrawi itulah, Allah SWT memberikan penekanan yang lebih pada pentingnya kehidupan akhirat di dalam beberapa firman-Nya yang berkaitan dengan dunia dan akhirat, yang di antaranya adalah:

“Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit.” (Q.S. At-Taubah: 38)

“Allah meluaskan rezki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. mereka bergembira dengan kehidupan di dunia,  padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit). (Q.S. Ar-Ra’d: 26)

Semoga Allah SWT senantiasa merahmati kita dengan kehidupan dunia dan kehidupan akhirat yang menyenangkan, walau saat ini waktu yang kita gunakan lebih banyak terfokus pada urusan duniawi. Wallahua’lam.

Jakarta, 18 Rajab 1433 H / 8  Juni  2012
KH.BACHTIAR AHMAD

No comments:

Post a Comment

Sekapur Sirih

Bagi yang berminat dengan tulisan yang ada, silahkan dicopy agar dapat berbagi dengan yang lain sebagai salah satu upaya kita untuk menunaikan “amar ma’ruf nahi munkar” yang diperintahkan Allah SWT.