Friday 30 November 2012

JANGAN DI-IKUT BUAYA MENYELAM



oleh: KH.BACHTIAR  AHMAD
========================

Dalam pepatah Melayu ada dikatakan: “Jangan diikut buaya menyelam”. Artinya, sebagai manusia biasa kita pasti akan mati lemas lantaran kemampuan kita bertahan di dalam air sangatlah terbatas dibandingkan dengan buaya. Sebab “buaya”  memang diciptakan dan dilahirkan  untuk hidup di dalam air. Sedangkan manusia, walau diciptakan dari “setetes air hina”  tidaklah demikian halnya.

“Jangan di-ikut buaya menyelam” adalah kata kiasan yang sering digunakan sebagai nasihat untuk orang atau seseorang yang hidup dalam serba kekurangan (miskin), tapi lagak lagunya  selalu bergaya bagaikan orang yang hidup dalam kondisi berkecukupan (kaya). Dan jika sudah demikian keadaannya, maka suatu sa’at pastilah ia akan susah sendiri. Bahkan bisa “mati lemas” karena “ikut buaya menyelam”. Namun demikian sebagaimana yang pernah saya katakan dalam tulisan terdahulu, bahwa jika kita mengacu pada “falsafah” kehidupan orang Melayu yang menyatakan “Adat bersendikan syari’at; Syari’at bersendikan Kitabullah dan As-Sunnah”, maka pepatah “Jangan di-ikut buaya menyelam” maka pepatah atau peribahasa tersebut juga merupakan nasihat yang erat kaitannya dengan firman Allah SWT:

“Hai orang-orang yang  beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari (cara hidup dan perbuatan) orang-orang yang diberi Al-Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi kafir sesudah kamu beriman.” (Q.S.Ali ‘Imran: 100)

Sebab bagaimanapun juga, saat ini di sekitar kita  banyak kaum muslimin  yang tidak hanya terjebak dalam sebahagian cara hidup dan tingkah laku orang-orang kafir, tetapi ada yang seratus persen hidup dengan lagak dan cara berfikir orang-orang kafir tersebut, sekalipun mereka tetap memakai dan menggunakan “identitas Islam” dalam situasi dan kondisi tertentu.

Contoh yang paling sederhana yang paling banyak kita jumpai sekarang ini adalah; Bagaimana kondisi kehidupan sebagian besar generasi muda Islam saat ini. Misalnya kecenderungan  kaum wanitanya menanggalkan busana muslim dan menggantinya dengan busana modern (barat). Juga para pemuda yang cenderung berdandan dengan segala aksesoris yang seharusnya dipakai oleh kaum wanita. Anak-anak muda kita (baca: Islam) lebih suka menjadikan “artis-artis kafir” daripada menjadikan Rasulullah SAW sebagai “uswatun hasanah” yang wajib diteladani.  Banyak “kaum  muslimin” yang dengan sadar mencampakkan identitas keislaman mereka dan menggantinya dengan identitas yang diciptakan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani; baik di bidang pemerintahan; sosial; politik serta seni dan budaya denga alasan; agar selaras dengan kemajuan teknologi duniawi.

Sebagai umat Islam kita memang tidak dilarang untuk mengikuti dan memanfaatkan kemajuan teknologi dunia, akan tetapi haruslah yang sesuai dengan kaidah Islam dan untuk kepentingan duniawi yang tidak merusak agamanya; khususnya sebagai sarana dan prasarana syiar Islam serta sebagai alat untuk  yang dapat digunakan untuk  kemudahan beribadah.

Oleh sebab itulah kita harus pandai memilih dan memilah, agar tidak terjebak dalam perilaku yang mengantarkan kita kepada kekufuran, yang pada akhirnya dapat menjerumuskan kita ke dalam neraka jahannam sebagaimana yang telah ditegaskan Allah melalui peringatan-Nya:

“Janganlah sekali-kali kamu terpedaya oleh kebebasan orang-orang kafir yang bergerak di dalam negeri (dunia) ini. Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka adalah Jahannam dan Jahannam itu adalah tempat yang seburuk-buruknya.”  (Q.S. Ali ‘Imran: 196-197)

Semoga tulisan yang ringkas ini bermanfaat untuk meningkatkan nilai keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT. Wallahua’lam.

Bagansiapiapi, 16 Muharram 1434 H / 30 Nopember 2012.
KH.BACHTIAR AHMAD

No comments:

Post a Comment

Sekapur Sirih

Bagi yang berminat dengan tulisan yang ada, silahkan dicopy agar dapat berbagi dengan yang lain sebagai salah satu upaya kita untuk menunaikan “amar ma’ruf nahi munkar” yang diperintahkan Allah SWT.