oleh: KH.Bachtiar Ahmad
Ketika Salahuddin Al-Ayyubi sedang
asyik-asyiknya memberikan wejangan kepada anggota pasukannya, tiba-tiba saja
seorang perempuan kafir masuk dan berteriak-terian dengan lantangnya di pintu
kemah tempat di mana Salahuddin berkumpul dengan pasukannya. Sehingga suasana
yang tertib dab khidmat itu berubah menjadi gaduh. Dan melihat keadaan itu,
beberapa anggota pasukan Salahuddin berdiri dan dengan sigapnya menangkap si
perempuan dan berusaha menariknya keluar dan menjauh dari perkemahan, tapi
Salahuddin mecegah mereka dan memberi isyarat, agar si perempuan dihadapkan
kepadanya.
Setelah perempuan itu berada di
hadapannya, Salahudin lalu bertanya apa maksud si perempuan berteriak-teriak
dan membuat gaduh di tempatnya. Dengan nada marah dan ketus perempuan tersebut
berkata kepada Salahuddin: “Wahai tuan yang terhormat, anakku sudah diculik
oleh pasukan tuan, sedangkan suamiku, sebagai satu-satunya orang yang
bertanggung jawab untuk menafkahi aku dan anak-anak kami, telah tuan tahan
sebagai tawanan perang. Padahal keikut sertaan suamiku dalam perang hanyalah
karena terpaksa, demi membela dan mempertahankan tanah kelahirannya. Selanjutnya setelah mendengar perkataan
perempuan itu, Salahuddin lalu memerintahkan prajuritnya untuk membebaskan
suami dan mencari anak yang diculik serta mengembalikan mereka kepada perempuan kafir
tersebut. Dan kepada perempuan tersebut Salahuddin berkata: “Wahai ibu yang
baik, kami datang dan memerangi negeri anda bukan untuk menjajah, melainkan
untuk menegakkan hukum Allah sebagaimana yang Allah perintahkan kepada kami.
Islam tidak mengajarkan kejahatan melainkan akhlak yang mulia dan sangat menghormati serta bertoleransi
penuh kepada siapa saja, selama ia tidak memusuhi dan menyerang kemuliaan
Islam. Islam bukanlah agama perusak, melainkan agama yang memberikan rahmat
untuk alam semesta ini.” Lalu Salahuddin membacakan firman Allah SWT:
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah
kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu
maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam
urusan (dunia) itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.” (Q.S. Ali ‘Imran: 159)
Salahuddin juga berujar kepada
perempuan tersebut: “Kami juga tidak memaksa seseorang untuk memeluk agama (Islam)
yang kami yakini sebagaimana yang Allah dan Rasul-Nya ajarkan kepada kami melalui
firman Allah SWT:
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas
jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar
kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang
kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah: 256)
Mendengar penjelasan Salahuddin itu, si
perempuan kafir tersebut lalu berkata: “Alangkah indahnya agama tuan dan itu
telah tuan buktikan sendiri dengan kemuliaan akhlak yang tuan miliki. Saya
mohon ma’af atas kekasaran yang telah saya lakukan tadi, sekarang di hadapan
tuan; saya, suami dan anak-anak kami, dengan sukarela ingin masuk dan menjadi
pemeluk agama tuan, tuntunlah kami semuanya untuk keinginan kami tersebut.”
Akhirnya dengan tuntunan Salahudin
Al-Ayyubi, perempuan kafir itu beserta suami dan anak-anak mereka,
“bersyahadat” dan menyatakan keislaman mereka. Wallahua’lam.
(dinukil dan diedit dari Kisah-Kisah
Sufistik)
Jakarta, 29 Jumadil Akhir 1434 H / 10
Mei 2013
KH.BACHTIAR AHMAD
No comments:
Post a Comment