Friday 1 November 2013

HIDAYAH DAN TAUFIQ



oleh: KH.Bachtiar Ahmad
====================
Entah itu dituliskan dalam satu akhir surat (undangan dan lainnya) atau disebutkan dalam satu kesempatan (pidato dan lainnya), sering kita jumpai /dengarkan kalimat: “Semoga Allah SWT melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya bagi kita semua”; maka sebenarnya dalam hal ini mungkin banyak di antara kita yang belum mengetahuinya atau menyadarinya, bahwa ternyata penggunaan kalimat yang menggabungkan kata “taufiq wal hidayah”  tersebut adalah merupakan suatu kesalahan / kekeliruan yang cukup mendasar.

As-Syaikh Muhammad ibnul Qayyim Al-Jauziah rahimahullah menyatakan  bahwa; “taufiq”  itu artinya adalah “pertolongan”  yang merupakan bagian dari “iradat (kehendak)” Allah SWT terhadap hamba-Nya untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik yang diridhai-Nya lantaran kecintaan hamba kepada-Nya. Sedangkan kata  hidayah”  yang berasal dari kata “al-huda” memiliki “ta’rif” atau makna petunjuk atau bimbingan yang di-ilhamkan Allah kepada hamba-Nya untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik. Jadi sebenarnya menurut hakikatnya ucapan atau tulisan benar adalah “hidayah wat-taufiq”. Sebab menurut “Ibnul Qayyim”;   yang pertama  diberikan Allah SWT kepada seorang hamba adalah “hidayah” baru menyusul “taufiq”, yang dalam hal ini  agar si hamba mampu melakukan kebaikan-kebaikan sesuai dengan petunjuk yang telah Allah berikan kepada hamba-NYA tersebut. Hal ini  tersirat dan tersurat dalam Firman Allah SWT  yang berkaitan dengan ucapan Nabi Syua’ib a.s yang berkata:

“Taka ada pertolongan bagiku (taufiqii) melainkan (pertolongan dari) Allah; Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nyalah aku kembali” ( Q.S.Hud: 88 )

Keadaan ini juga tercermin dalam do’a Rasulullah SAW yang diriwayatkan dari Abu Nu’aim r.a: Ya Allah, ya Tuhanku, aku memohon diberi pertolongan (taufiq)  untuk melakukan amal yang Engkau cintai, berbaik sangka dan tawakkal yang sebenar-benarnya kepada Engkau.”

Selanjutnya Imam Al-Ghazali  dan As-Syaikh Raghib Asfahany (semoga rahmat Allah tercurah untuk keduanya) menyatakan; Bahwa taufiq Allah hanya berlaku untuk hamba Allah yang benar-benar baik luar dalam, atau dengan kata lain bagi mereka yang benar-benar ikhlas berbuat karena Allah Ta’ala semata. Sebab banyak sekali orang yang kelihatannya baik dan selalu mengajak pada kebaikan, akan tetapi sebenarnya ia memiliki kepentingan lain atau hanya ingin mendapatkan popularitas atau keuntungan lainnya. Menurut Al-Ghazali, orang-orang semacam ini sesungguhnya adalah orang-orang yang tertipu oleh perbuatan mereka sendiri, yang menyangka bahwa mereka mendapatkan bimbingan dan pertolongan Allah SWT. Padahal mereka tak l;ebih dari orang-orang yang menggunakan akal dan ilmunya untuk menipu Allah dan orang lain yang ada disekitar mereka. Na’udzubillahi min dzalik !

Semoga tulisan ringkas ini bermanfaat bagi kita semua. Wallahua’lam.

Bagansiapiapi, 27 Dzulhijjah 1434 H / 01 Nopember 2013
KH.Bachtiar Ahmad

3 comments:

  1. Jazakallahu khairan ustadz atas pencerahannya , barakallahufiyk...........

    ReplyDelete
  2. Semoga apa yang disampaikan berkah, memang banyak kesalahan yang dilestarikan karena sering mengunakan kata kebanyakan. Semoga Allah mengampuni kita semua. Amin

    ReplyDelete
  3. Mohon postingan tentang amalan yg ada di kegiatan Suluk. Maksudnya secara garis besar saja. Wassalam.

    ReplyDelete

Sekapur Sirih

Bagi yang berminat dengan tulisan yang ada, silahkan dicopy agar dapat berbagi dengan yang lain sebagai salah satu upaya kita untuk menunaikan “amar ma’ruf nahi munkar” yang diperintahkan Allah SWT.