oleh:
KH.Bachtiar Ahmad
====================
Entah
itu dituliskan dalam satu akhir surat (undangan dan lainnya) atau disebutkan dalam
satu kesempatan (pidato dan lainnya), sering kita jumpai /dengarkan kalimat: “Semoga
Allah SWT melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya bagi kita semua”; maka sebenarnya dalam hal ini mungkin banyak
di antara kita yang belum mengetahuinya atau menyadarinya, bahwa ternyata
penggunaan kalimat yang menggabungkan kata “taufiq wal hidayah” tersebut adalah merupakan suatu kesalahan /
kekeliruan yang cukup mendasar.
As-Syaikh Muhammad ibnul Qayyim Al-Jauziah
rahimahullah menyatakan bahwa; “taufiq” itu artinya adalah “pertolongan” yang
merupakan bagian dari “iradat (kehendak)”
Allah SWT terhadap hamba-Nya untuk
melakukan perbuatan-perbuatan baik yang diridhai-Nya lantaran kecintaan hamba kepada-Nya.
Sedangkan kata “hidayah” yang
berasal dari kata “al-huda” memiliki “ta’rif” atau makna petunjuk atau bimbingan yang di-ilhamkan
Allah kepada hamba-Nya untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik. Jadi sebenarnya
menurut hakikatnya ucapan atau tulisan benar adalah “hidayah wat-taufiq”. Sebab menurut “Ibnul Qayyim”; yang
pertama diberikan Allah SWT kepada
seorang hamba adalah “hidayah” baru menyusul “taufiq”, yang dalam
hal ini agar si hamba mampu melakukan
kebaikan-kebaikan sesuai dengan petunjuk yang telah Allah berikan kepada
hamba-NYA tersebut. Hal ini tersirat dan
tersurat dalam Firman Allah SWT yang berkaitan
dengan ucapan Nabi Syua’ib a.s yang berkata:
“Taka
ada pertolongan bagiku (taufiqii) melainkan (pertolongan dari) Allah; Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan
hanya kepada-Nyalah aku kembali” ( Q.S.Hud: 88 )
Keadaan ini juga tercermin dalam do’a Rasulullah
SAW yang diriwayatkan dari Abu Nu’aim r.a: “Ya
Allah, ya Tuhanku, aku memohon diberi pertolongan (taufiq) untuk melakukan amal yang Engkau cintai,
berbaik sangka dan tawakkal yang sebenar-benarnya kepada Engkau.”
Selanjutnya
Imam Al-Ghazali dan As-Syaikh Raghib Asfahany (semoga
rahmat Allah tercurah untuk keduanya) menyatakan; Bahwa taufiq Allah hanya
berlaku untuk hamba Allah yang benar-benar baik luar dalam, atau dengan kata
lain bagi mereka yang benar-benar ikhlas berbuat karena Allah Ta’ala semata.
Sebab banyak sekali orang yang kelihatannya baik dan selalu mengajak pada
kebaikan, akan tetapi sebenarnya ia memiliki kepentingan lain atau hanya ingin
mendapatkan popularitas atau keuntungan lainnya. Menurut Al-Ghazali, orang-orang
semacam ini sesungguhnya adalah orang-orang yang tertipu oleh perbuatan mereka
sendiri, yang menyangka bahwa mereka mendapatkan bimbingan dan pertolongan
Allah SWT. Padahal mereka tak l;ebih dari orang-orang yang menggunakan akal dan
ilmunya untuk menipu Allah dan orang lain yang ada disekitar mereka. Na’udzubillahi min dzalik !
Semoga
tulisan ringkas ini bermanfaat bagi kita semua. Wallahua’lam.
Bagansiapiapi,
27 Dzulhijjah 1434 H / 01 Nopember 2013
KH.Bachtiar Ahmad
Jazakallahu khairan ustadz atas pencerahannya , barakallahufiyk...........
ReplyDeleteSemoga apa yang disampaikan berkah, memang banyak kesalahan yang dilestarikan karena sering mengunakan kata kebanyakan. Semoga Allah mengampuni kita semua. Amin
ReplyDeleteMohon postingan tentang amalan yg ada di kegiatan Suluk. Maksudnya secara garis besar saja. Wassalam.
ReplyDelete