Monday 29 April 2013

FENOMENA MACAM APA INI ?



oleh: KH.Bachtiar Ahmad
====================
Banyak orang yang datang ke tempat terjadinya kecelakaan “UJE”; mereka tidak hanya sekadar melihat, tapi juga berdo’a di tempat itu; ada bunga yang ditaburkan; mengambil foto dan berbagai aktifitas lainnya untuk memberikan penghormatan kepada almarhum. Na’udzubillahi min dzalik !

Saudaraku, kita semua memang kehilangan “UJE”; tapi jangan lakukan sesuatu yang tidak pada tempatnya untuk menghormati dan mendo’akan almarhum. Jika memang anda mampu, berziarahlah  ke kuburan almarhum untuk mendo’akannya dan sekaligus mengingatkan kita; bahwa kita juga akan mati dan kematian itu tak pernah pandang usia; kapan “sang maut” menjemput kita ? Jika tidak lakukan sholat ghaib atau berdo’alah dari tempat di mana anda sekarang berada; mudah-mudahan Allah memberikan tempat yang terbaik untuk almarhum. Jangan contohi kelakuan dan perbuatan orang-orang kafir, sehingga langsung atau tidak anda akan menjadi bagian dari orang-orang kafir tersebut. Sebab Rasulullah SAW sudah mengingatkan, bahwa siapa yang mencontohi perbuatan sesuatu kaum, maka ia telah menjadi bangian dari kaum tersebut.
Wallahua’lam.

Bagansiapiapi, 17 Jumadil Akhir 1434 H / 28 April 2013
KH.Bachtiar Ahmad

Friday 26 April 2013

PEREMPUAN MEMANG HARUS LEBIH DIHORMATI, TAPI......



(Tulisan ini sudah pernah saya sajikan sebagai catatan
untuk menyambut Peringatan Hari Kartini 2010 yang lalu.
oleh: KH.BACHTIAR AHMAD)
========================
Saya mohon maaf, bahwa tulisan ini bukanlah bermaksud : “diskriminatif” terhadap kaum perempuan. Akan tetapi hanya sekadar berbagi pendapat, tentang bagaimana sebenarnya kedudukan kaum perempuan dan kaum laki-laki menurut pandangan agama, agar tidak terjadi salah paham dalam bersikap dan saling menghormati antara satu dengan yang lain, hanya lantaran berpegang pada satu “dalil” yang ada.

Dengan “istighfar” saya juga mohon ampun lahir bathin; dunia dan akhirat kepada Allah SWT; dan mohon maaf yang setulus-tulusnya kepada semua saudara-saudaraku; jika ada hal-hal yang salah dan tidak menyenangkan dalam catatan ini. Semoga Allah SWT berkenan memberi dan menambah hidayah-Nya kepada saya, agar dapat berbuat lebih baik lagi dalam ber-amar ma’ruf nahi mungkar.

*****
Mungkin karena kurang informasi; atau boleh jadi karena lahir di Indonesia dan ter-obsesi oleh perjuangan R.A. Kartini; maka banyak perempuan “muslimah” di negeri ini yang beranggapan; Bahwa Kartini-lah yang telah memperjuangkan kesetaraan gender atau “emansipasi”  atau persamaaan hak dan kewajiban antara  laki-laki dan perempuan. Sebab memang kenyataannya sejak berabad-abad lampau perempuan di negeri ini “terkungkung dan terhimpit” dalam situasi yang sangat menyedihkan; hanya sebagai “alat dan pelengkap” dalam kehidupan laki-laki.

Saya tidak bermaksud untuk  membuat kecil arti perjuangan “Kartini”, akan tetapi ingin mendudukkan permasalahan yang sesungguhnya dari kacamata “Islam”. Lebih-lebih lagi dalam hal ini  R.A. Kartini dilahirkan sebagai seorang “muslimah”.

Kalau mau jujur membaca sejarah; maka sesungguhnya “ibu”  Kartini hanya ingin mendapatkan kebebasan dari kungkungan penjara adat istiadat dan diskriminasi gender yang diciptakan oleh “penjajahan” yang saat itu telah membelengu dirinya dan perempuan-perempuan lainnya di negeri ini. Sebab kalau bicara soal kesetaraan gender dan persamaan hak, maka kurang lebih 13 abad sebelum Kartini lahir, Islam yang disampaikan oleh Muhammad Rasulullah SAW telah memberikan apa yang diinginkan oleh KARTINI, yakni kebebasan kaum perempuan untuk mendapatkan  hak yang setara dengan kaum laki-laki. Karena Muhammad SAW tidak diutus hanya untuk orang-orang (baca; perempuan Arab) tapi adalah sebagai “rahmatan lil ‘alamiin”; untuk semua manusia dan makhluk Allah yang ada di dunia fana ini. Dan persamaan hak atau  kesetaraan gender  yang  diberikan Islam  tercermin dan tergambar dalam banyak ketetapan hukum yang pasti, yang telah ditetapkan Allah SWT di dalam kitab-Nya (Al-Qur’an) dan juga Hadis-Hadis Nabi SAW.

Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa ketika pada masa-masa Al-Quran diwahyukan Allah kepada Muhammad SAW, datanglah sekelompok kaum perempuan kepada beliau dan dengan nada protes berkata: “Ya Rasulullah, mengapa hanya laki-laki saja yang disebut-sebut dalam segala hal, sedangkan kami kaum perempuan tidak ?.”  Maka sehubungan dengan pernyataan perempuan-perempuan tersebut turunlah wahyu Allah kepada Rasulullah SAW:

“Sesungguhnya laki-laki atau perempuan yang muslim; laki-laki dan perempuan yang  mukmin; laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta’atannya; laki-laki dan perempuan yang yang benar; laki-laki dan perempuan yang sabar; laki-laki dan perempuan yang khusyu’ (dalam shalatnya); laki-laki dan perempuan yang bersedekah; laki-laki dan  perempuan  yang  berpuasa;  laki-laki  dan  perempuan  yang   memelihara kehormatannya; laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (asma) Allah; Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Q.S. Al-Ahzab: 35)

Sementara dalam ayat yang lain tersirat adanya kewajiban yang sama-sama harus dilakukan dan ditegakkan oleh setiap orang; Baik oleh laki-laki maupun oleh perempuan yang beriman. Perhatikanlah apa yang difirmankan oleh Allah SWT berikut ini:

“dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (Q.S. Al-Maidah: 2)

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ali ‘Imran: 104)

“Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Q.S. Al-Ashr: 3)

Oleh sebab itulah, jauh sebelum KARTINI dilahirkan; di negeri ini; dimana hokum Islam dipenuhi dan ditaati sepenuhnya, maka sudah bermunculan “KARTINI-KARTINI” yang berjuang bersama kaum laki-laki untuk membela diri dan tanah air yang mereka cintai. Salah satu contohnya adalah: CUT NYA’ DHIEN dan MALAHAYATI di Aceh.

Akan tetapi walaupun demikian; walaupun Allah telah memberikan persamaan hak dan tanggung jawab (dalam sebahagian urusan) antara laki-laki dan perempuan; hal itu bukanlah berarti kedudukan atau derajat mereka sama dalam “urusan yang lain”. Khususnya dalam kehidupan “bermasyarakat dan berumah tangga”

Memang dalam sebuah hadis Rasulullah SAW ada menyebutkan; bahwa yang paling utama dan yang pertama harus dihormati adalah kaum perempuan (sehingga beliau menyebut kata “ibumu” sebanyak tiga kali) Sehingga dengan demikian, dengan memperhatikan “perjuangan” seorang ibu; kaum perempuan memang layak dan wajib diberikan penghormatan lebih oleh “anaknya”.

Akan tetapi kembali pada “kedudukan dan derajat” antara laki-laki dan perempuan, maka diakui atau tidak; diterima atau tidak oleh “kaum perempuan”; Laki-laki setingkat lebih tinggi dari kaum perempuan. Hal ini bisa disimak dari beberapa keterangan Al-Qur’an, bahwa Allah SWT berfirman (untuk beberapa kasus dan keadaan):

“dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan.”.(Q.S.Ali ‘Imraan: 36)

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka… (dst)” (Q.S.An-Nisaa’: 34)

Dalam sebuah hadis lain yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim r.a rasulullah juga bersabda; bahwa andai saja dibolehkan seseorang bersujud kepada seseorang lainnya; maka yang pertama disuruh bersujud adalah seorang perempuan kepada seorang laki-laki (suaminya).Jadi dengan beberapa keterangan ringkas ini, marilah kita (laki-laki dan perempuan) saling menghargai dan menghormati sesuai dengan aturan dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. Wallahua’lam

Bagansiapiapi, 09 Jumadil Akhir 1434 H / 20 April 2013
KH.BACHTIAR AHMAD








Friday 19 April 2013

JANGAN TUNGGU SAMPAI TUA



oleh: KH.BACHTIAR AHMAD
========================
Terus terang saja, sa’at ini baru disadari akan  benarnya pesan Rasulullah SAW; Bahwa hendaknya setiap orang segera menggunakan masa mudanya sebelum tiba masa tuanya. Sebab sekarang ini baru terasa, bahwa di usia yang sudah lanjut ini phisik tidak lagi kuat untuk beribadah sebanyak yang di-inginkan. Bahkan kadang-kadang untuk menunaikan yang wajib saja terasa berat, apalagi jika tubuh yang rapuh ini sudah diserang penyakit.

Benarlah apa yang disampaikan Rasulullah SAW, bahwa agar orang-orang muda jangan menunggu umurnya bertambah untuk bertaubat dan bertakwa kepada Allah, sebagaimana yang banyak kita lihat di zaman sekarang ini; Bahwa ketika usia sudah beranjak senja, baru sholat; baru tergerak hati untuk berhaji (bagi yang mampu) dan lain-lain sebagainya. Sebab bagaimanapun juga, orang muda tidak hanya diuntungkan secara phisik untuk beramal ibadah, melainkan juga akan beroleh “untung” yang lebih  baik dari orang  yang ta’at setelah tiba masa tuanya. Salah satu di antaranya adalah  sebagaimana yang disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari; bahwa Rasulullah SAW menyatakan di Hari Kiamat nanti dari 7(tujuh) golongan yang mendapat naungan khusus dari  Allah SWT, adalah orang yang sejak masa mudanya ta’at beribadah

Sejarah memang mencatat, bahwa baru di usia 40 tahun dan sudah beranak-pinak Rasulullah SAW menerima wahyu Allah dan diangkat sebagai Nabi dan Rasul-Nya yang terakhir. Akan tetapi kita jangan lupa, bahwa sebelum menjadi Nabi dan Rasul Allah; Muhammad SAW sejak mudanya sudah memiliki akhlak dan budi pekerti yang sangat mulia; menghindar dari pergaulan orang-orang kafir dan musyrik yang ada di sekitar beliau; gemar menyendiri “bertahanuts” di Goa Hira’ merenung dan memikirkan alam semesta dan “Sang Maha Pencipta”. Padahal ketika itu beliau  sedikitpun tak pernah mendengar dakwah tentang agama Allah. Suatu kondisi yang sangat jauh berbeda dan bertolak belakang dengan keadaan masa kini; dimana ketika di mana-mana banyak orang muda yang telah mendengar dan menerima pengajaran tentang “agama”, tapi   malah sebaliknya mereka memiliki budi pekerti yang tercela dan durhaka kepada Allah SWT.

Kata orang “masa muda adalah masa yang sangat menyenangkan”; dan tentunya akan lebih menyenangkan lagi jika dimanfaatkan untuk menjabarkan keimanan dengan berlaku ta’at kepada Allah.  Sehingga pada akhirnya mendapatkan tempat dan pujian tersendiri dari Allah SWT sebagaimana yang tersirat dan tersurat dalam firman-Nya:

“Maka tidak ada yang beriman kepada Musa, melainkan pemuda-pemuda dari kaumnya (Musa) dalam keadaan takut bahwa Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya akan menyiksa mereka. Sesungguhnya Fir'aun itu berbuat sewenang-wenang di muka bumi; Dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang melampaui batas.” (Q.S. Yunus: 83)

Begitu juga dengan “Ashabul-kahfi” para pemuda yang diabadikan Allah dalam Kitab-Nya yang mulia:
 “Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk.”  (Q.S. Al-Kahfi: 13)

Allah memang memberian pujian dan penghargaan yang sangat istimewa kepada orang yang ta’at dan bertakwa di masa mudanya, sebab pada masa itulah “syahwat” seseorang berada pada titik yang tertinggi, dan mereka sanggup melawan serta mengendalikan kecenderungan “nafsu” yang senantiasa menyuruh dan mengajak seseorang pada keburukan dan kejahatan. Dan disatu sisi orang yang ta’at mulai dari masa mudanya adalah orang-orang yang mengikuti jejak langkah dan meneladani dari sebahagian sifat para Nabi dan Rasul Allah; karena pada kenyataannya para Nabi dan Rasul Allah adalah hamba-hamba yang telah dipilih untuk melaksanakan tugas yang telah diamanahkan Allah kepada mereka.

Oleh sebab hal-hal yang demikian inilah, jika sa’at ini anda masih dalam tahapan usia muda; masih belum melewati ambang batas 40 tahun yang secara umum telah disepakati sebagai batas akhir usia muda; bergegaslah untuk ta’at dan bertakwa kepada Allah untuk meraih keuntungan yang lebih banyak; baik lahiriah maupun bathiniah di dunia maupun di akhirat kelak. Jangan tunggu sampai tua !
Wallahua’lam.

Bagansiapiapi, 8 Jumadil Akhir 1434 H / 19 April 2013
KH. BACHTIAR AHMAD

Friday 12 April 2013

MENJAGA AMAL SALEH




Sementara dalam ayat yang lain Allah berfirman: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya; kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka); kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.” (Q.S. At-Tiin: 4-6)

Secara umum “amal saleh” itu adalah penjabaran dari “iman kepada Allah Ta’ala” dalam bentuk perbuatan; tindakan maupun ucapan yang dilakukan seseorang; baik dalam hal melaksanakan apa-apa yang telah ditetapkan dan diwajibkan Allah dan Sunnah Rasulullah SAW maupun hal-hal lainnya yang tidak dijelaskan secara rinci dan tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dan semuanya itu dilakukan demi melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya, serta semata-mata mencari dan mengharapkan ridho Allah SWT. Dan oleh hal yang demikian inilah, maka “sekecil” apapun amal saleh yang dilakukan wajib dijaga dan dipelihara, agar apa yang dilakukan itu tidak sia-sia belaka dan malah balik merugikan diri sendiri.

Sehubungan dengan hal itu pula, maka dalam sebuah riwayat Rasulullah SAW menjelaskan tentang 6(enam) perbuatan atau sikap yang patut diwaspadai dan dijauhkan dari diri, agar amal saleh tidak menjadi rusak. Sebab 1(satu) saja di antara yang enam itu dimiliki oleh seseorang,  maka semua kebajikan dan amal saleh yang dilakukan dapat menjadi rusak dan sia-sia.

Yang pertama adalah “berprasangka buruk dan sibuk mengurusi orang lain” yang dalam hal ini secara tersirat diperingatkan Allah SWT dengan firman-Nya: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain.  Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah.  Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Al-Hujuraat: 12)

Yang kedua adalah “keras hati” yang menyebabkan tumbuhnya “penyakit hati” seperti riya’; ujub; takabbur dan hasad yang sangat berbahaya bagi kehidupan seseorang; baik di dunia maupun di akhirat kelak. Tentang hal ini Allah SWT mengingatkan: “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (Q.S. An-Nisaa’: 36)

Allah SWT  juga menegaskan:

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk salat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya’ (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (Q.S. An-Nisaa’: 142)

“Adapun orang-orang yang beriman dan berbuat amal saleh, maka Allah akan menyempurnakan pahala mereka dan menambah untuk mereka sebagian dari karunia-Nya. Adapun orang-orang yang enggan dan menyombongkan diri, maka Allah akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih, dan mereka tidak akan memperoleh bagi diri mereka, pelindung dan penolong selain daripada Allah.” (Q.S. An-Nisaa’: 173)

Yang ketiga adalah “cinta dunia”, suatu perkara yang tidak layak dimiliki oleh orang-orang yang beriman. Sebab “cinta dunia” pada hakikatnya adalah sesuatu yang telah Allah khususkan bagi orang-orang kafir sebagaimana firman-Nya: “Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka di hari kiamat. Dan Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas.” (Q.S. Al-Baqarah: 212)

Yang ke-empat adalah “panjang angan-angan” yang bersumber dari bisikan syaitan yang dilaknat Allah sebagaimana yang dijelaskan Allah dengan firman-Nya: “Syaitan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal setan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka.” (Q.S. An-Nisaa’: 120)

Yang kelima adalah “berbuat zalim” kepada sesama. Orang yang zalim adalah orang yang selalu merugi sebagaimana pernyataan Allah SWT: “Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung.” (Q.S. Yusuf: 23)

Kezaliman tidak hanya dapat dirasakan oleh seseorang secara phisik dan material, tapi juga  secara bathiniah akibat tindakan dan ucapan buruk yang dilakukan seseorang kepada orang lain.  Orang yang zalim sangatlah dibenci oleh Allah, dalam hal ini jangankan bersahabat dan melakukan kerja sama dengan mereka, bahkan untuk merasa cenderung dan senang kepada si zalim pun, Allah melarangnya secara tegas:  “Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolong pun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.” (Q.S. Huud: 113)

Yang ke-enam adalah “tidak punya rasa malu”.
Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW bersabda: “Iman memiliki lebih dari tujuh puluh atau enam puluh cabang. Cabang tertinggi adalah kalimat “Laa ilaha illallaah”; dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri (gangguan) dari jalan. Dan rasa malu itu adalah salah satu dari cabang iman.” (HR. Mutafaq ‘alaihi dari Abu Hurairah r.a)

Sedangkan dalam hadis yang lain diriwayatkan, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Rasa malu dan iman itu terikat menjadi satu; jika yang satu sudah hilang, maka yang lainnya juga akan ikut hilang.” (HR.Al-Hakim dari Ibnu Umar r.a)

Inilah beberapa perkara atau perbuatan yang dapat merusak amal saleh kita, yang merubah keberuntungan menjadi kerugian; baik di dunia maupun di akhirat. Mudah-mudahan Allah SWT tetap memberikan pertolongan-Nya kepada kita, sehingga dengan demikian amal saleh yang kita lakukan senantiasa terjaga dan terpelihara. Wallahua’lam.

Bagansiapiapi, 01 Jumadil Akhir 1434 H / 12 April 2013.
KH.Bachtiar Ahmad.

Sekapur Sirih

Bagi yang berminat dengan tulisan yang ada, silahkan dicopy agar dapat berbagi dengan yang lain sebagai salah satu upaya kita untuk menunaikan “amar ma’ruf nahi munkar” yang diperintahkan Allah SWT.