Friday 29 November 2013

NASIHAT GURUKU 17: Jangan sombong dan bersyukurlah


oleh: KH.BACHTIAR AHMAD
=======================

Anakku, sebagaimana yang telah pernah kusampaikan kepadamu; bahwa kaya dan miskin; senang dan susah yang kita alami dalam kehidupan ini, adalah semata-mata berkaitan dengan takdir dan kehendak Allah Ta’ala semata. Walaupun pada lahirnya berkaitan dengan ilmu; pangkat ataupun usaha yang dilakukan orang tersebut. Dan semuanya itu adalah merupakan ujian belaka dari Allah Ta’ala kepada makhluk-NYA yang bernama manusia. Oleh sebab itulah seseorang tidak boleh sombong atau menyombongkan diri ketika dirinya dianugerahi kesenangan hidup, dan sebaliknya juga tidak boleh bersedih atau merasa hina ketika hidup dalam kekurangan. Dan hal inilah yang tersirat dan tersurat dalam firman Allah Ta’ala:

“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul-mahfudz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. // (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Q.S. Al-Hadiid: 22-23)

Anakku, sebagai perumpamaan kusampaikan padamu; Bahwa seseorang yang masih muda; berkuasa; kaya dan berharta, tidaklah boleh memandang rendah dan hina kepada yang tua, miskin dan papa. Sebab bagaimanapun juga, tentulah orang tua tersebut telah melewati masa yang panjang dalam hidupnya; telah menyelesaikan sebahagian tugas kehidupannya yang belum tentu dapat diselesaikan oleh yang muda, karena rahasia umur ada dalam pengetahuan Allah Ta’ala.

Begitu juga seseorang yang sudah tua; berkuasa; kaya dan berharta, tidaklah dia boleh memandang rendah dan hina kepada yang muda, yang belum memiliki apa-apa. Sebab bagaimanapun juga, dalam kajian akal tentulah dia memiliki kesempatan yang lebih banyak dari yang tua. Sehingga tidaklah mustahil di masa hadapan dengan takdir dan kehendak Allah,  keadaan orang muda tersebut akan jauh lebih baik dan sempurna dari si orang tua.

Anakku, oleh karena keadaan yang semacam itulah setiap orang wajib bersyukur kepada Allah. Karena dalam pada hakikatnya tiadalah seseorang itu memiliki kesempurnaan hidup. Seseorang yang kaya lagi berkuasa pasti memiliki kekurangan, dan begitu pula orang yang miskin yang dipandang hina, dalam serba kekurangannya pastilah ada kelebihan diri yang telah dianugerahkan Allah kepadanya.

Anakku, bersyukur kepada Allah adalah suatu kewajiban; baik bagi yang kaya maupun bagi yang miskin. Sebab pada hakikatnya Allah telah menciptakan mereka dalam keadaan yang sama sebagaimana yang tersirat dan tersurat dalam firman-NYA:

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (Q.S. An-Nahl: 78)

Semoga nasihatku ini bermanfaat untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaanmu kepada Allah Ta’ala.

Jakarta, 25 Muharram 1435 H / 29 Nopember 2013
KH. Bachtiar Ahmad.

Friday 22 November 2013

NASIHAT GURUKU 16: Tentang menyikapi keadaan hidup



oleh: KH.BACHTIAR AHMAD
=======================


Anakku, sesungguhnya Allah Ta’ala telah memerintahkan kita untuk selalu membaca dan menadaburkan Al-Qur’an dan sekaligus mengamalkannya, agar kita bisa menjadi hamba yang berakhlak mulia di dalam kehidupan yang kita jalani ini. Adapun salah satu di antara Firman-Nya yang wajib engkau pahami dan tadaburi adalah sebagaimana firman-Nya:

“Katakanlah: “Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Q.S. Ali ‘Imraan: 26)

Anakku, firman Allah di atas mengingatkan kita, bahwa walaupun secara lahiriah kita memiliki kemampuan dalam berbagai hal untuk mendapatkan kemuliaan hidup sebagai orang yang berkedudukan; orang yang berharta benda; orang yang berilmu dan lain sebagainya. Akan tetapi pada hakikatnya, segala sesuatunya itu adalah anugerah Allah yang bertujuan untuk menguji kita. Begitu pula sebaliknya, segala kekurangan yang ada pada diri seorang hamba, maka hal itu semata-mata adalah “kehendak Allah” yang bertujuan untk menguji keimanan dan ketakwaan kita kepada-NYA. Oleh sebab itu jangan engkau menjadi sombong dengan segala apa yang dilebihkan Allah kepadamu, dan tidak pula merasa hina dengan segala kekurangan yang engkau miliki. Ingatlah selalu akan pernyataan Allah Ta’ala:

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.  Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami lah kamu dikembalikan.” (Q.S.Al-Anbiya: 35)

Anakku, mudah-mudahan nasihatku yang ringkas ini dapat engkau pahami dan diamalkan dengan hati yang lapang di sepanjang hidupmu. Wallahua’lam

Bagansiapiapi, 18 Muharram 1435 H / 22 Nopember 2013
KH. BACHTIAR AHMAD

Friday 15 November 2013

PESAN ABAH (foto)

oleh: KH.Bachtiar Ahmad
=====================


Jakarta, 11 Muharram 1435 H / 15 Nopember 2013
KH.Bachtiar Ahmad

Friday 8 November 2013

PESAN ANDUNGKU

oleh: KH.Bachtiar Ahmad
=====================



kelambu jarang sudah terbentang
pembatas sejuk pemagar nyamuk

di lengan kiri andung yang kisut
kulepas letih main sehari
kupejam mata mencari mimpi

sebelum lelap masih tertangkap
sambil selisik andung bercakap
senandungkan aku dengan nasihat
bak puisi sajak terikat

"ng..Allah, cucu yang gagah
sebelum tidur dengarkan petuah
dari andung yang sudah lemah
penambah ilmu dari sekolah
biar cucu diberkahi Allah.

kalau nanti sudahlah besar
hidup harus banyak bersabar
karena kita tak tahu kodrat dan kadar
yang penting adalah ikhtiar

kalau mau berpangkat tinggi
rajin belajar rajin mengaji
ikut aturan nasehat nabi
ta'at perintah Allahu Rabbi

bila ingin jadi pemuka
jangan banyak berkata dusta
amanah orang harus dijaga
biar orang hormat dan suka

jika hendak berpangkat tinggi
pemimpin perlu disanjung puji
pandai bermain mengambil hati
sebatas leluasa yang Tuhan beri

kalau menjadi abdinya raja
kemauannya harus dijaga
jangan dicela bila tak suka
nanti engkau masuk penjara

jika terpaksa mengambil muka
memberi makan sanak keluarga
kepada Allah tetap bertakwa
supaya tidak mendapat murka-NYA....."

sekarang andungku semakin renta  
namun tetap lincah tuturnya
acapbertanya bila berjumpa
mengapa aku tak kaya-kaya
mengapa aku tak jadi orang ternama.

Bagansiapiapi, 27 Juni 1977.
KH.Bachtiar Ahmad.

Tuesday 5 November 2013

Renungan awal tahun: “WAKTU DAN MAUT”



oleh: KH.Bachtiar Ahmad.
=====================
Tahun 1434 Hijriah baru saja berlalu, mudah-mudahan Allah mencatatkan banyak kebajikan dan amal shalih yang telah kita lakukan di dalamnya. Dan tentu saja mengampuni dosa-dosa yang telah kita perbuat. Sementara di sisi yang lain dengan kedatangan tahun 1435 Hijriah ini, tentunya sungguh besar harapan kita, bahwa Allah Ta’ala akan mewujudkan “banyak” cita-cita dan harapan sesuai dengan apa yang menjadi impian kita selama ini.

Namun demikian, sama halnya dengan orang-orang yang arif dengan segala ciptaan dan perubahan yang dilakukan Sang Maha Pencipta; Allah SWT; Maka hendaklah kita sadari, bahwa hidup ini sebenarnya sangatlah singkat. Bertambahnya waktu kehidupan dengan silih bergantinya tahun demi tahun yang kita lalui adalah merupakan pertanda semakin sedikitnya kesempatan kita untuk berbuat dan sekaligus mendekatkan kita pada sesuatu yang sangat ditakuti banyak orang, yakni “al-maut” atau “kematian”.

Selama ini mungkin kita hanya membicarakan, bahwa “waktu adalah uang” atau “waktu adalah emas” sebagaimana yang diungkapkan banyak orang.. Dan lupa pada satu ungkapan, bahwa sesunguhnya “waktu itu adalah pedang” yang dalam seketika dapat menebas dan sekaligus memutuskan kehidupan yang tengah kita jalani. Atau dengan kata lain kitapun akan mati tatkala “pedang waktu” menebas dan memutuskan roda waktu kehidupan dunia yang kita miliki.

Dalam perjalanan waktu yang telah kita lewati tentu telah kita dengar dan kita lihat sendiri, bahwa banyak kematian yang datang merenggut manusia dalam berbagai peristiwa dan kejadian; Baik orang per orang maupun sekaligus dalam jumlah yang banyak melalui musibah alam yang terjadi. Dan sedikitpun tak ada kata “tunggu dulu” ketika maut datang menjemput. Siapa saja dibawanya pergi meninggalkan dunia yang fana ini  tanpa pilih kasih; baik Tua maupun  Muda; Besar Kecil; Kaya Miskin; Pejabat atau Rakyat; sama saja bagi sang maut. Dan tidaklah mustahil ia akan datang kepada kita dalam waktu-waktu yang akan kita jalani. Baik di dahului oleh serangan penyakit ataupun tatkala kita berada dalam keadan sehat walafiat. Akan tetapi acapkali kita lalai dan melupakan hal ini, yang sesungguhnya telah diperingatkan Allah SWT dengan firman-NYA:

 “Tiap-tiap umat mempunyai ajal, maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (Q.S.Al-A’raaf: 34)

Jadi  oleh sebab itu, tatkala kita baru saja menapaki tahu 1435 Hijriah ini, maka sudah  seyogianya-lah kita berpikir dan merenungkan, mungkinkah tahun ini dapat kita jalani sampai pada akhirnya dan kita bertemu lagi dengan tahun berikutnya?  Apakah yang harus kita lakukan pada tahun yang baru ini; Apakah masih sama saja dengan tahun yang terdahulu; Bisakah kita lebih maju dan sukses; terutama dalam meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT atau malah sebaliknya; makin mundur dan makin durhaka kepada Tuhan kita; Allah SWT. Nah, jawabannya ada pada diri anda sendiri. Semoga Allah berkenan meringankan semua beban berat yang kita pikul di tahun yang lalu dan menambahkan hidayah-NYA, sehingga kita semua makin ta’at dan bertakwa. Wallahua’lam.

Bagansiapiapi, 01 Muharram 1435 H / 5 Nopember 2013
KH.BACHTIAR AHMAD

Friday 1 November 2013

HIDAYAH DAN TAUFIQ



oleh: KH.Bachtiar Ahmad
====================
Entah itu dituliskan dalam satu akhir surat (undangan dan lainnya) atau disebutkan dalam satu kesempatan (pidato dan lainnya), sering kita jumpai /dengarkan kalimat: “Semoga Allah SWT melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya bagi kita semua”; maka sebenarnya dalam hal ini mungkin banyak di antara kita yang belum mengetahuinya atau menyadarinya, bahwa ternyata penggunaan kalimat yang menggabungkan kata “taufiq wal hidayah”  tersebut adalah merupakan suatu kesalahan / kekeliruan yang cukup mendasar.

As-Syaikh Muhammad ibnul Qayyim Al-Jauziah rahimahullah menyatakan  bahwa; “taufiq”  itu artinya adalah “pertolongan”  yang merupakan bagian dari “iradat (kehendak)” Allah SWT terhadap hamba-Nya untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik yang diridhai-Nya lantaran kecintaan hamba kepada-Nya. Sedangkan kata  hidayah”  yang berasal dari kata “al-huda” memiliki “ta’rif” atau makna petunjuk atau bimbingan yang di-ilhamkan Allah kepada hamba-Nya untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik. Jadi sebenarnya menurut hakikatnya ucapan atau tulisan benar adalah “hidayah wat-taufiq”. Sebab menurut “Ibnul Qayyim”;   yang pertama  diberikan Allah SWT kepada seorang hamba adalah “hidayah” baru menyusul “taufiq”, yang dalam hal ini  agar si hamba mampu melakukan kebaikan-kebaikan sesuai dengan petunjuk yang telah Allah berikan kepada hamba-NYA tersebut. Hal ini  tersirat dan tersurat dalam Firman Allah SWT  yang berkaitan dengan ucapan Nabi Syua’ib a.s yang berkata:

“Taka ada pertolongan bagiku (taufiqii) melainkan (pertolongan dari) Allah; Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nyalah aku kembali” ( Q.S.Hud: 88 )

Keadaan ini juga tercermin dalam do’a Rasulullah SAW yang diriwayatkan dari Abu Nu’aim r.a: Ya Allah, ya Tuhanku, aku memohon diberi pertolongan (taufiq)  untuk melakukan amal yang Engkau cintai, berbaik sangka dan tawakkal yang sebenar-benarnya kepada Engkau.”

Selanjutnya Imam Al-Ghazali  dan As-Syaikh Raghib Asfahany (semoga rahmat Allah tercurah untuk keduanya) menyatakan; Bahwa taufiq Allah hanya berlaku untuk hamba Allah yang benar-benar baik luar dalam, atau dengan kata lain bagi mereka yang benar-benar ikhlas berbuat karena Allah Ta’ala semata. Sebab banyak sekali orang yang kelihatannya baik dan selalu mengajak pada kebaikan, akan tetapi sebenarnya ia memiliki kepentingan lain atau hanya ingin mendapatkan popularitas atau keuntungan lainnya. Menurut Al-Ghazali, orang-orang semacam ini sesungguhnya adalah orang-orang yang tertipu oleh perbuatan mereka sendiri, yang menyangka bahwa mereka mendapatkan bimbingan dan pertolongan Allah SWT. Padahal mereka tak l;ebih dari orang-orang yang menggunakan akal dan ilmunya untuk menipu Allah dan orang lain yang ada disekitar mereka. Na’udzubillahi min dzalik !

Semoga tulisan ringkas ini bermanfaat bagi kita semua. Wallahua’lam.

Bagansiapiapi, 27 Dzulhijjah 1434 H / 01 Nopember 2013
KH.Bachtiar Ahmad

Sekapur Sirih

Bagi yang berminat dengan tulisan yang ada, silahkan dicopy agar dapat berbagi dengan yang lain sebagai salah satu upaya kita untuk menunaikan “amar ma’ruf nahi munkar” yang diperintahkan Allah SWT.