Friday 13 June 2014

KETIKA SAID BIN AMIR r.a JADI PEMIMPIN (2)



(Pelajaran untuk: Isteri; Anak Perempuan-ku dan para Muslimah)
===================================================
Ketika akan berangkat meninggalkan Madinah, Umar bin Khattab memberikan sejumlah uang kepada Said bin Amir untuk bekal perjalanan dan belanja keluarganya sementara ia belum  menerima gajinya sebagai Gubernur. Kemudian beberapa  waktu setelah tiba di kota  Homs, maka “isterinya” meminta uang tersebut kepada Said bin Amir untuk membeli pakaian; peralatan rumah tangga dan keperluan lainnya. Akan tetapi Said bin Amir menolak permintaan isterinya seraya mengatakan:

“Isteriku, maukah engkau kutunjukkan hal yang lebih baik dari rencanamu itu; Bahwa adalah lebih baik uang itu kita serahkan kepada seseorang  sebagai modal berniaga, yang kelak dapat kita ambil keuntungan yang berlipat ganda….”

“Bagaimana jika usahanya itu mengalami kerugian ?” kata isterinya memotong pembicaraan Said.

“In syaa’ Allah tidak akan merugi dan kalaupun demikian aku akan menyediakan jaminannya untuk hal itu.” Jawab Said bin Amir atas pertanyaan isterinya itu.

Kemudian setelah isterinya memberikan persetujuannya, maka Said bin Amir lalu bergegas ke pasar untuk membeli beberapa barang keperluan rumah tangganya. Sedangkan sisa uang yang ada di tangannya dibagi-bagikannya sebagai sedekah kepada fakir miskin yang ia jumpai.

Beberapa waktu berlalu, isterinya menanyakan perihal perniagaan yang dilakukan Said tersebut dan berharap agar suaminya memberinya sedikit uang dari keuntungan perniagaan tersebut. Said bin Amir menjelaskan, bahwa perniagaan itu berkembang pesat dan untungnya kian bertambah, tapi belum sa’atnya untuk mengambil keuntungan tersebut. Begitu juga pada hari-hari lainnya, isteri Said selalu bertanya masalah itu kepada suaminya. Sehingga sampailah pada suatu hari sang isteri menanyakan hal itu lagi di hadapan anak-anak dan anggota keluarganya yang lain. Dan karenanya Said bin Amir mau tidak mau harus menjelaskan hal yang sebenarnya dari apa yang telah dilakukannya. Said bin Amir berkata:

“Isteriku, anak-anak dan semua ahli keluargaku. Sesungguhnya perniagaan yang kalian tanyakan itu adalah perniagaanku dengan Allah Ta’ala, dalam kata lain; sisa uang yang diberikan “Amirul Mukminin” Umar bin Khattab r.a beberapa waktu yang lalu telah kubagi-bagikan atau kusedekahkan kepada fakir miskin yang membutuhkannya; oleh sebab itulah kukatakan kepada kalian, bahwa keuntungannya belum bisa kita ambil sa’at ini. Kemudian Said bin Amir membacakan Firman Allah Ta’ala (yang artinya):

“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? // (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya.” (Q.S. Ash-Shaf: 10-11)

Mendengar penjelasan Said itu, isteri dan anggota keluarganya yang lain hanya terdiam. Namun ketika pada malam harinya, isterinya berkata kepada  Said bin Amir:

“Wahai suamimu, sungguh aku merasa sedh dan menyesal, karena engkau sedikitpun tak mau memenuhi permintaanku. Bahkan ada kalany sebagai Gubernur, engkau selalu menolak hadiah-hadaiah yang diberikan kepadamu; padahal semuanya itu bisa dimanfaatkan untuk keperluanku dan juga keluarga kita yang lain.”

Said bin Amir menatap isterinya dalam-dalam, sementara air mata sang isteri dalam pandangan Said semakin menambah kecantikan dan kemolekan isteri yang sangat dicintainya itu. Namun sebelum pandangan itu dapat menggugah nafsu dan mempengaruhi hatinya, Said bin Amir berbalik dan melepaskan pandangan bathinnya jauh ke surga yang tinggi, dan ia seakan-akan melihat para sahabat yang telah mendahuluinya dan berkata kepada diri dan isterinya:

“Isteriku, sungguh aku memiliki sahabat-sahabat yang telah lebih dulu pergi berjumpa dengan Allah; mereka sa’at ini sudah hidup dengan tenang dan senang di sisi Tuhan. Oleh sebab itulah aku berjanji tidak pernah ingin menyimpang dari jalan yang mereka tempuh, walaupun ditebus dengan dunia dan segala isinya.”

Dan ketika ia masih mendengar isterinya terisak-isak dengan tangisnya, Said melanjutkan ucapannya:

“Isteriku, bukankah engkau tahu; Bahwa sebagaimana yang telah dijanjikan Allah Ta’ala, di dalam surga itu banyak gadis-gadis bermata jeli dengan kulit yang bercahaya. Sehingga andai saja seorang dari mereka turun dan menampakkan wajahnya di muka buni ini, maka akan terang benderanglah alam semesta ini dan cahaya mereka akan mengalahkan kemilaunya cahanya matahari dan rembulan…. Maka hendaklah engkau tahu isteriku, mengorbankan dirimu untuk medapatkan mereka tentunya jauh lebih baik kulakukan, daripada harus kehilangan dan mengorbankan mereka hanya lantaran mengikuti keinginan hawa nafsumu. Isteriku hendaklah engkau pahami, bahwa mengorbankan dirimu jauh lebih baik dan utama untuk kulakukan daripada harus kehilangan kesempatan memiliki 7 orang bidadari yang dijanjikan Allah, hanya karena dirimu yang seorang.”

Mendengar perkataan ucapan itu, isterinya segera berbalik memeluk “suaminya” Said bin Amir. Ia memohon ma’af kepada sang suami dan berjanji untuk mengikuti jalan yang dipilih Amir bin Said; hidup zuhud dengan ketakwaan yang penuh kepada Allah Ta’ala. Wallahua’lam.

(dinukil dan diedit dari Kisah-Kisah Sufistik/Kisah Para Sahabat Rasulullah SAW)

Bagansiapiapi, 4 Sya’ban 1435 H / 3 Juni 2014.
KH.Bachtiar Ahmad

No comments:

Post a Comment

Sekapur Sirih

Bagi yang berminat dengan tulisan yang ada, silahkan dicopy agar dapat berbagi dengan yang lain sebagai salah satu upaya kita untuk menunaikan “amar ma’ruf nahi munkar” yang diperintahkan Allah SWT.