Friday 23 January 2015

NASIHAT GURUKU (37): Bersyukur itu hidayah Allah

oleh: KH.Bachtiar Ahmad
=====================
Anakku, semua yang kita peroleh dan rasakan di dalam kehidupan dunia ini adalah semata-mata anugerah dan pemberian Allah Ta’ala, walau terkadang ada yang terasa pahit dan menyakitkan yang diujikan Allah Ta’ala kepada kita. Namun semuanya itu patut disyukuri, sebab bersyukur kepada Allah atau mensyukuri nikmat Allah itu adalah wajib hukumnya sebagaimana yang Allah Ta’ala perintahkan kepada kita dengan Firman-Nya:

“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (Q.S. Al-Baqarah: 152)

Dan patutlah engkau ketahui, bahwa syukur yang paling utama kepada Allah Ta’ala itu adalah; Bahwa engkau telah diberikannya pertolongan berupa hidayah atau petunjuk untuk menjadi hamba-Nya yang pandai bersyukur atau mensyukuri nikmat-Nya. Sekalipun secara lahiriah engkau tidak memiliki harta duniawi dan pangkat ataupun jabatan yang tinggi. 

Anakku, lihatlah yang ada di sekitar kita. Banyak yang diberi harta kekayaan; pangkat dan jabatan, tapi hanya sedikit yang mau bersyukur kepada Allah sebagaimana yang ditegaskan Allah Ta’ala dalam Firman-Nya:

“Dan Dialah yang telah menciptakan bagi kamu sekalian, pendengaran, penglihatan dan hati. Amat sedikitlah kamu bersyukur.” (Q.S. Al-Mukminun: 78)

“Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mempunyai karunia yang besar (yang diberikan-Nya) kepada manusia, tetapi kebanyakan mereka tidak mensyukuri (nya).” (Q.S. An-Naml: 73)

Anakku, wajib engkau ketahui dan sadari, bahwa sedikitnya orang yang mau bersyukur atau pandai mensyukuri nikmat Allah adalah karena sesungguhnya tumbuhnya niat; semangat dan perbuatan untuk bersyukur kepada Allah di dalam diri seseorang tidaklah datang begitu saja, melainkan Allah Ta’ala jualah yang mengilhamkan atau memberikan hidayah dan inayah-Nya kepada seseorang. Sehingga ia menjadi hamba yang pandai bersyukur dan mensyukuri nikmat dan rahmat yang Allah anugerahkan kepadanya. Jadi dalam keadaan apapun; dalam keadaan senang atau susah; sehat ataupun sakit; kaya ataupun miskin, maka hendaklah engkau senantiasa memohon pertolongan Allah, agar dijadikan-Nya sebagai salah seorang hamba-Nya yang pandai bersyukur. Sebab yang demikian inilah yang dimohonkan oleh Nabi Sulaiman ‘alaihis-salam Allah Ta’ala sebagaimana do’a beliau yang  disematkan Allah Ta’ala di dalam Firman-Nya:

“Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.” (Q.S. An-Naml: 19)

Anakku, hal yang sama juga dipesankan dan diajarkan oleh Rasululullah SAW kepada sahabat beliau Mu’adz r.a sebagaimana yang diterangkan dalam sebuah hadis; Bahwa Rasulullah SAW suatu ketika memegang tangan dan beliau berkata:

“Hai Muadz, janganlah sekali-kali engkau lupa setiap selesai shalat untuk membaca: Allaahumma a-‘innii ‘alaa dzikrika wa syukrikaa wa husni ‘ibaadatika (Ya Allah, berikanlah saya pertolongan (hidayah dan inayah) untuk selalu ingat kepada-Mu; dan bersyukur kepada-MU dan menyempurnakannya dengan ibadah yang baik kepada-MU).” (HR.Abu Dawud dan An-Nasa’I dari Muadz bin Jabal r.a)

Anakku, mudah-mudahan nasihatku ini bermanfaat bagimu dan Allah Ta’ala senantiasa membimbing kita dengan hidayah dan inayah-Nya, sehingga kita termasuk ke dalam golongan hamba yang pandai bersyukur dan mensyukuri nikmat Allah Ta’ala. Aamiin ya robbal ‘alamiin…
Wallahua’lam.

Jakarta,  02 Rabi’ul Akhir 1436 H / 23 Januari 2015.
KH.Bachtiar Ahmad

Friday 16 January 2015

KEINGINAN AMIRUL MUKMININ



oleh: KH.BACHTIAR AHMAD
=======================
Suatu hari  seorang laki-laki datang bersilaturahmi kepada  “amirul mukminin” Umar bin Khattab r.a dan di antara perbincangan mereka orang itu bertanya kepada “Sang Khalifah”; Bahwa jika seandainya diberikan umur panjang, apakah “Umar” masih tetap berkeinginan untuk terus menjabat sebagai “khalifah” atau  “amirul mukminin” dan beramal shalih sebanyak mungkin.  Demi mendengar pertanyaan itu Umar r.a nyaris pingsan, dan dengan suara yang bergetar lantaran menahan takut pada kemurkaan Allah Ta’ala Umar pun berkata:

“Wahai saudaraku, sungguh jika aku boleh memilih; biarlah umurku dipendekkan saja oleh Allah, agar aku bisa segera mempertanggungjawabkan apa-apa yang telah kubuat selama ini. Karena sampai di usiaku yang sekarang ini, aku sudah terlalu banyak melakukan kesalahan dan kedurhakaan kepada Allah Ta’ala. Hendaklah engkau ingat wahai saudaraku, bahwa umur yang panjang tidaklah menjamin seseorang untk lepas dari siksaan Allah, sekalipun ia beramal shalih sepanjang hidupnya sebagaimana yang tersirat dan tersurat dalam Firman Allah Ta’ala:

“Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling loba kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih loba lagi) dari orang-orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya dari siksa. Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (Q.S. Al-Baqarah: 96)

“Saudaraku, adapun jabatan “khalifah” yang kujabat sekarang ini, maka sungguh terasa berat bagiku dan jika diizinkan Allah ingin rasanya aku melepaskan dan meletakkannya sa’at ini juga. Sekadar engkau tahu saudaraku; Bahwa jika Allah mengizinkan, maka ada tiga perkara yang membuatku ingin terus hidup di dunia ini, yakni: berjihad untuk agama Allah; menghidupkan waktu malam dan berkumpul bersama orang-orang yang selalu berbicara dengan perkataan-perkataan yang bagus, sebagaimana ia memilih korma yang bagus-bagus.”

Mendengar perkataan “amirul mukminin” tersebut, laki-laki yang bertanya itu terdiam dan tak berkata sepatahpun sampai dirinya pamit dari hadapan Umar bin Khatabb r.a.

Itulah Umar ibnul Khattab r.a; Sang Khalifah; Amirul Mukminin yang juga bergelar “Al-Farouq” , tidak seperti kebanyakan pemimpin yang kita miliki, yang selalu berusaha melanggengkan jabatan dan kedudukan mereka walau harus mengorbankan kepentingan rakyat dan memiliki aib yang tak dapat mereka sembunyikan dari pandangan Allah maupun manusia. Wallahua’lam.

Bagansiapiapi, 25 Rabiul Awal 1436 H/ 16 Januari 2015
KH.Bachtiar Ahmad

Friday 9 January 2015

PUJIAN ITU HANYA UNTUK ALLAH



KH. Bachtiar Ahmad.
=================

Umar ibnu Aziz r.a adalah salah seorang khalifah yang kedudukan nyaris disamakan dengan “kakek”nya Umar bin Khattab r.a; sehingga dengan kesederhanaan dan kebijakannya beliau disebut juga sebagai “khalifah ke V” setelah Abubakar; Umar; Utsman dan Ali r.a.

Suatu hari Umar ibnu  Aziz  r.a dikunjungi  oleh seorang “ibu tua” yang  bermaksud mengadukan halnya kepada sang khalifah. Setelah diterima oleh isterinya, Umar datang menemui ibu tua tersebut sambil membawa sendiri sedulang anggur sebagai hidangan. Kemudian sang khalifah memilih buah-buah yang baik untuk disuguhkan kepada tamunya itu, sementara buah yang agak busuk dimakannya sendiri bersama sang isteri. Dan betapa lapang dan senangnya hati sang khalifah, karena setiap kali ia menyuguhkan anggur; didengarnya   ucapan “Alhamdulillah” dari mulut ibu tua itu.

Beberapa saat kemudian sang khalifah bertanya tentang apa keperluannya datang berkunjung, dan ibu tua pun segera bertutur: “Wahai amirul mukminin, kedatanganku kemari adalah hendak mengadukan  kepadamu; Bahwa sesungguhnya aku memiliki 5(lima) orang anak laki-laki yang sudah dewasa, yang sampai saat ini satupun belum ada yang bekerja. Karenanya sudilah kiranya baginda membantu mereka untuk mendapatkan pekerjaan.”

Demi mendengar itu berlinanglah air mata sang khalifah. Dikutuknya dirinya karena sebagai pemimpin ia tidak tahu bahwa, di antara rakyatnya masih ada yang tidak kebagian pekerjaan; Sementara yang lain memiliki jabatan ganda. Setelah mendengar itu sang khalifah lalu mengambil alat-alat  tulis dan berkata kepada perempuan itu: “Coba sebutkan nama anak ibu yang pertama.” Dan setelah si ibu menyebutkan, maka Umarpun menuliskannya dan menyatakan kepada si ibu, bahwa anaknya diberikan bantuan modal untuk berusaha. Dan demi mendengar itu si ibu mengucapkan “Alhamdulillah.” 

Begitulah seterusnya hingga pada anak yang ke-empat, setiap kali dituliskan nama dan bantuannya, si ibu selalu menyatakan rasa syukurnya kepada Allah dengan mengucapkan “Alhamdulillah”.

Pada giliran anaknya yang nomor lima, saking girangnya si ibu mendengar jumlah bantuan yang diberikan sang khalifah, ia lupa mengucapkan “hamdalah” dan berkata kepada sang khalifah:  “Wahai tuan khalifah yang baik, terima kasih; terima kasih atas bantuannya.”

Dan demi mendengar itu Umar terkesima sesaat dan kemudian setelah menatap si ibu, sang khalifah lalu   merobek kertas yang ada di tangannya. Dan belum lagi hilang rasa heran si ibu melihat sikap sang khalifah. Umar ibnu Aziz  berkata:

“Sampai pada anak yang keempat ibu selalu mengucapkan hamdalah, suatu pernyataan rasa syukur yang tepat, lantaran Dia-lah Dzat yang sesungguhnya  yang berhak untuk itu, sebab pada hakikatnya Dialah yang berhak memberi dan mengambil sesuatu dari kita. Dan segala pujian itu hanyalah untuk Allah. Sedangkan saya hanyalah hamba yang digunakannya sebagai alat perantara. Jadi mengapa ibu berubah pikiran pada anak yang kelima tadi ?.”

Ibu tua itupun berkata: “Hamba tak bisa mengatakan apa-apa wahai tuan, lantaran hamba merasa disenangkan oleh kebaikan dan kedermawanan tuan.”  

Lalu sang khalifah berkata kepada ibu tua itu: “Wahai ibu tua, saya mohon maaf. Ucapan yang demikian tak layak ibu sampaikan kepada saya. Sebab yang berhak dan yang wajib dipuji hanyalah Allah. Sesungguhnya saya tidaklah berbeda dengan ibu, hanya saja saya sekarang diberi amanah untuk saya jalankan. Didepan Allah mungkin saya lebih hina dari orang lain, sebab hisab mereka yang ringan. Sementara sebagai pemimpin yang menjalankan amanah hisab saya sangatlah berat sekali. Oleh sebab itu, maka kewajiban saya hanyalah memberikan bantuan kepada empat orang anak ibu terdahulu, karena mereka telah memperolehnya dari Allah ketika ibu menghaturkan hamdalah sebagai pujian dan ungkapan syukur kepada Dia yang telah memberi. Sedangkan untuk anak ibu yang kelima, ia belum mendapatkannya dari Yang Maha Memberi.. Akan tetapi walaupun demikian, terimalah bantuan yang ada dan bagikanlah secara adil kepada keluarga ibu.”

Setelah si ibu berlalu dari hadapannya, sang khalifah bersujud memohon ampun kepada Rabb-nya; Allah SWT; kalau-kalau ia telah berbuat tidak adil kepada rakyat yang dipimpinnya dan memohon ampun atas kelancangan si ibu yang memujinya. Karena sesungguhnya segala puji dan yang berhak dipuji  hanyalah  Allah SWT.

(diedit dan disarikan dari berbagai sumber)

Bagansiapiapi, 25 Rabi’ul Awal 1431 H / 11 Maret 2010
KH.Bachtiar Ahmad

Friday 2 January 2015

NASIHAT GURUKU (35): Tanda-Tanda Kiamat 3



oleh: KH.Bachtiar Ahmad
=====================
Anakku, sungguh Allah Ta’ala telah mengingatkan kepada kita untuk menjaga amanah ataupun amanat yang dipikulkan kepada kita sebagaimana firman-Nya:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (Q.S. Al-Anfaal: 27)1

Akan tetapi kenyataannya pada masa akhir-akhir ini banyak sekali orang yang mengabaikan atau menyia-nyiakan amanah yang diberikan kepada mereka, lantaran mereka sesungguhnya tidaklah merupakan ahlinya amanah tersebut. Banyak orang yang menjadi pemimpin dalam satu perkara; entah itu sebagai pejabat negara ataupun sebagai orang yang ahli dalam bidang agama; sementara mereka tidaklah benar-benar menguasai perkara tersebut. Banyak diantara orang-orang tersebut  menjadikan kepemimpinan yang diamanahkan kepada mereka hanya untuk tujuan-tujuan yang bersifat menguntungkan dirinya sendiri ataupun keluarga dan golongannya.

Anakku,  keadaan yang demikian inilah yang telah disebutkan oleh Baginda Rasulullah SAW sebagai salah salah satu tanda-tanda kedatangan “Hari Kiamat” sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan Al-Bukhari dari Jabir r.a yang meriwayatkan bahwa:

Tatkala Rasulullah SAW yang berada dalam suatu majelis sedang berbicara dengan sahabat, maka datanglah orang Arab Badui dan berkata: “Kapan terjadi Kiamat ?” Akan tetapi Rasulullah SAW terus melanjutkan pembicaraannya. Menyikapi keadaan Rasulullah SAW tersebut, sebagian sahabat berkata: “Rasulullah SAW mendengar apa yang ditanyakan tetapi tidak menyukai apa yang ditanyakannya.” Sementara  sebagian yang lain berkata: “Rasulullah SAW tidak mendengar.” Akan tetapi setelah Rasulullah SAW menyelesaikan pembicaraannya beliau bertanya: “Mana yang bertanya tentang Kiamat?” Berkatalah lelaki Badui itu: “Saya, wahai Rasulullah.” Rasulullah SAW berkata: “Jika amanah disia-siakan, maka tunggulah kiamat.” Lalu ada yang bertanya: “Bagaimana menyia-nyiakannya ya Rasulullah?” Rasulullah SAW menjawab: “Jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kiamat.”  (HR. Al-Bukhari dari Jabir r.a)

Oleh sebab itu anakku, di akhir zaman ini sekecil apapun amanah yang diamanatkan kepadamu, hendaklah dijaga sebaik-baiknya. Dan jangan pula  sekali-kali engkau bebani dirimu dengan meminta jabatan atau pekerjaan, sekalipun engkau mampu untuk menjalankan amanah tersebut sebagaimana yang disabdakan Rasulullah SAW kepada Abdur-rahman bin Samurah r.a dalam sebuah hadis beliau:

“Wahai Abdurrahman Ibn Samurah, janganlah kamu meminta jabatan. Jika kau diberi jabatan karena memintanya, jabatan itu diserahkan sepenuhnya. Dan apabila kamu diberi dan tidak memintanya, kamu akan mendapat pertolongan Allah dalam melaksanakannya. Apabila kamu bersumpah terhadap satu perbuatan, kemudian kamu melihat ada perbuatan yang lebih baik, maka kerjakanlah perbuatan yang lebih baik itu.” (HR Bukhari dan Muslim dari  Abdurrahman bin Samurah ra)

Rasulullah SAW juga bersabda: “Sungguh kalian akan berambisi untuk mendapatkan kekuasaan. Dan kekuasaan tersebut akan menjadi penyesalan di Hari Kiamat. Betapa baiknya anak yang disusui dan betapa jeleknya anak yang disapih.” (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah r.a)

Anakku, mudah-mudahan nasihatku ini bermanfaat bagimu dan Allah Ta’ala senantiasa membimbing kita dengan hidayah dan inayah-Nya, sehingga kita menjadi orang-orang yang selamat di Hari Kiamat nanti. Wallahua’lam.

Jakarta,  30 Rajab 1435 H / 30 Mei 2014.
KH.Bachtiar Ahmad       

Sekapur Sirih

Bagi yang berminat dengan tulisan yang ada, silahkan dicopy agar dapat berbagi dengan yang lain sebagai salah satu upaya kita untuk menunaikan “amar ma’ruf nahi munkar” yang diperintahkan Allah SWT.