Friday, 5 June 2015

JANGAN DO’AKAN KAUM MUSLIMIN



oleh: KH.Bachtiar Ahmad
=====================

Beberapa waktu yang lalu saya bertemu lagi dengan “pak Harahap”; kali ini di tempat salah seorang saudara ipar yang adiknya telah kembali ke pangkuan Allah Ta’ala. Dan seperti yang sudah-sudah, sambil menunggu waktu untuk pelaksanaan sholat jenazah, kamipun berbincang-bincang seputar masalah hidup yang ada kaitannya dengan masalah agama.

Dan seperti biasanya dengan logat khas “Medan” nya pak Harahap pun bertanya: “Pak Haji, bagaimana caranya supaya rasa benciku kepada seseorang yang ada di dalam hatiku ini bisa hilang. Apalagi kadang-kadang yang kubenci itu masih termasuk pamili-ku juga.”

Beberapa saat saya terdiam setelah mendengar pertanyaan pak Harahap tersebut.

“Bagaimana pak haji?”, tanya pak Harahap dengan nada tak sabar.

Mendengar teguran pak Harahap tersebut, sayapun angkat bicara: “Begini pak, bapak tahu ndak; bahwa sebagai seorang muslim atau mukmin kita telah diperintahkan Allah dan Rasul-Nya untuk saling mendo’akan sebagaimana Firman Allah Ta’ala:

 “Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Hak) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu.” (Q.S. Muhammad: 19)

Sedangkan Rasulullah SAW bersabda: “Do’a seorang muslim untuk saudaranya (muslim yang lainnya) yang tidak berada di hadapannya (di tempat yang lain) akan dikabulkan oleh Allah. Sementara di atas kepala orang yang berdo’a tersebut ada Malaikat yang ditugasi untuk menjaganya. Setiap kali orang muslim tersebut mendo’akan kebaikan bagi saudaranya itu, maka niscaya Malaikat yang menjaganya itu berkata: “Aamiin (semoga Allah mengabulkannya) dan bagimu kebaikan yang serupa.” (HR. Muslim dari Ummu Darda’ dan Abu Darda’ r.a)

“Bah, apa pula hubungannya pertanyaan saya dengan penjelasan pak Haji tu?”, kata pak Harahap menimpali penjelasan yang saya berikan.

Mendengar itu sayapun balik bertanya kepada pak Harahap: “Ma’af ya pak, apakah setiap selesai sholat atau dalam keadaan tertentu bapak selalu mendo’akan kaum muslimin dan muslimat sebagaimana yang diperintahkan Allah Ta’ala dan Rasul-Nya?” 

“Iyalah, tentu saja aku suka membaca do’a itu atau kalau menjadi makmum aku ikut mengaminkan do’a yang itu ketika “imam” membacanya. Juga dalam acara-acara lain yang ada do’anya. Tapi apa  hubungannya dengan soal benci yang saya tanyakan itu pak Haji.” Ujar pak Harahap menjawab pertanyaan saya.

“Begini pak, kalau bapak ada membenci seseorang; entah itu pamili sendiri atau orang lain, tapi mereka-mereka itu adalah kaum muslimin atau umat Muhammad SAW, maka bapak tidak perlu atau tidaklah boleh mendo’akan mereka. Atau dengan kata lain; Jangan mendo’akan kaum muslimin. Sebab bisa-bisa bapak termasuk dalam golongan orang munafik.”

“Maksud pak Haji?” tanya pak Harahap memotong ucapan saya.

“Begini pak, di satu sisi bapak benci sama seseorang yang dia adalah muslim seperti bapak. Di sisi yang lain bapak juga mendo’akan kebaikan baginya. Bukankah namanya itu munafik. Sebab bagaimanapun ketika bapak memohon kepada Allah dengan kalimat “Allaahummaghfir lil mukminiina wal mukminaat; muslimin wal muslimat”, maka otomatis bapakpun telah mendo’akan orang yang bapak benci itu. Atau kalaupun mau bapak mendo’akan kaum muslimin, sebaiknya bapak tambahkan kalimat misalnya begini: “Allaahummaghfir lil mukminiina wal mukminaati wal muslimiina wal muslimat al ahyaa-i minhumwal amwaat;  kecuali si anu bin si anu itu ya Allah; karena aku sangat benci kepadanya…”

Belum lagi selesai penjelasan saya, pak Harahap pun berkata: “Bah, macam mana pula pak Haji ni, itu bukannya menambah kebaikan tapi malah menambah dosa saja……”

Kali ini saya yang memotong pembicaraan pak Harahap: “Ya, itu terserah bapak sajalah. Itukan hanya saran saya supaya bapak bisa mengobati dan menghilangkan rasa benci bapak kepada seseorang; Sebab apapun alasannya, maka menanamkan sifat benci atau kebencian di dalam hati  adalah salah satu sifat  atau akhlak yang buruk…”

Dan belum sempat saya melanjutkan kalimat berikutnya, salah seorang anggota keluarga yang mendapat musibah menghimbau kami untuk ikut mensholatkan jenazah yang selesai dimandikan dan dikafani. Dan saya hanya bisa berharap; mudah-mudahan pak Harahap bisa memikirkan lebih lanjut apa yang saya sarankan dan menghilangkan rasa benci yang ada di dalam hatinya. Wallahua’lam.

Bagansiapiapi, 17 Sya’ban 1436 H / 05  Juni  2015
KH.Bachtiar Ahmad

No comments:

Post a Comment

Sekapur Sirih

Bagi yang berminat dengan tulisan yang ada, silahkan dicopy agar dapat berbagi dengan yang lain sebagai salah satu upaya kita untuk menunaikan “amar ma’ruf nahi munkar” yang diperintahkan Allah SWT.