oleh: KH.Bachtiar
Ahmad
=====================
Beberapa waktu yang
lalu saya bertemu lagi dengan “pak Harahap”; kali ini di tempat salah seorang
saudara ipar yang adiknya telah kembali ke pangkuan Allah Ta’ala. Dan seperti
yang sudah-sudah, sambil menunggu waktu untuk pelaksanaan sholat jenazah,
kamipun berbincang-bincang seputar masalah hidup yang ada kaitannya dengan
masalah agama.
Dan seperti
biasanya dengan logat khas “Medan” nya pak Harahap pun bertanya: “Pak Haji, bagaimana caranya supaya rasa
benciku kepada seseorang yang ada di dalam hatiku ini bisa hilang. Apalagi
kadang-kadang yang kubenci itu masih termasuk pamili-ku juga.”
Beberapa saat saya
terdiam setelah mendengar pertanyaan pak Harahap tersebut.
“Bagaimana pak haji?”, tanya pak Harahap dengan nada tak sabar.
Mendengar teguran
pak Harahap tersebut, sayapun angkat bicara: “Begini pak, bapak tahu ndak; bahwa sebagai seorang muslim atau mukmin
kita telah diperintahkan Allah dan Rasul-Nya untuk saling mendo’akan sebagaimana
Firman Allah Ta’ala:
“Maka ketahuilah,
bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Hak) melainkan Allah dan mohonlah
ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan
perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu.” (Q.S. Muhammad:
19)
Sedangkan
Rasulullah SAW bersabda: “Do’a seorang
muslim untuk saudaranya (muslim yang lainnya) yang tidak berada di hadapannya
(di tempat yang lain) akan dikabulkan oleh Allah. Sementara di atas kepala
orang yang berdo’a tersebut ada Malaikat yang ditugasi untuk menjaganya. Setiap
kali orang muslim tersebut mendo’akan kebaikan bagi saudaranya itu, maka niscaya
Malaikat yang menjaganya itu berkata: “Aamiin (semoga Allah mengabulkannya) dan
bagimu kebaikan yang serupa.” (HR. Muslim dari Ummu Darda’ dan Abu Darda’
r.a)
“Bah, apa pula hubungannya pertanyaan saya dengan penjelasan
pak Haji tu?”, kata pak Harahap menimpali penjelasan yang saya berikan.
Mendengar itu
sayapun balik bertanya kepada pak Harahap: “Ma’af
ya pak, apakah setiap selesai sholat atau dalam keadaan tertentu bapak selalu
mendo’akan kaum muslimin dan muslimat sebagaimana yang diperintahkan Allah
Ta’ala dan Rasul-Nya?”
“Iyalah, tentu saja aku suka membaca do’a itu atau
kalau menjadi makmum aku ikut mengaminkan do’a yang itu ketika “imam”
membacanya. Juga dalam acara-acara lain yang ada do’anya. Tapi apa hubungannya dengan soal benci yang saya
tanyakan itu pak Haji.” Ujar pak Harahap
menjawab pertanyaan saya.
“Begini pak, kalau bapak ada membenci seseorang; entah itu pamili
sendiri atau orang lain, tapi mereka-mereka itu adalah kaum muslimin atau umat
Muhammad SAW, maka bapak tidak perlu atau tidaklah boleh mendo’akan mereka.
Atau dengan kata lain; Jangan mendo’akan kaum muslimin. Sebab bisa-bisa bapak
termasuk dalam golongan orang munafik.”
“Maksud pak Haji?” tanya pak Harahap memotong ucapan saya.
“Begini pak, di satu sisi bapak benci sama seseorang yang
dia adalah muslim seperti bapak. Di sisi yang lain bapak juga mendo’akan
kebaikan baginya. Bukankah namanya itu munafik. Sebab bagaimanapun ketika bapak
memohon kepada Allah dengan kalimat “Allaahummaghfir lil mukminiina wal
mukminaat; muslimin wal muslimat”, maka otomatis bapakpun telah mendo’akan
orang yang bapak benci itu. Atau kalaupun mau bapak mendo’akan kaum muslimin,
sebaiknya bapak tambahkan kalimat misalnya begini: “Allaahummaghfir lil mukminiina
wal mukminaati wal muslimiina wal muslimat al ahyaa-i minhumwal amwaat; kecuali si anu bin si anu itu ya Allah; karena
aku sangat benci kepadanya…”
Belum lagi selesai penjelasan saya, pak Harahap pun
berkata: “Bah, macam mana pula pak Haji
ni, itu bukannya menambah kebaikan tapi malah menambah dosa saja……”
Kali ini saya yang memotong pembicaraan pak Harahap: “Ya, itu terserah bapak sajalah. Itukan
hanya saran saya supaya bapak bisa mengobati dan menghilangkan rasa benci bapak
kepada seseorang; Sebab apapun alasannya, maka menanamkan sifat benci atau kebencian
di dalam hati adalah salah satu sifat atau akhlak yang buruk…”
Dan belum sempat saya melanjutkan kalimat berikutnya,
salah seorang anggota keluarga yang mendapat musibah menghimbau kami untuk ikut
mensholatkan jenazah yang selesai dimandikan dan dikafani. Dan saya hanya bisa
berharap; mudah-mudahan pak Harahap bisa memikirkan lebih lanjut apa yang saya
sarankan dan menghilangkan rasa benci yang ada di dalam hatinya. Wallahua’lam.
Bagansiapiapi, 17 Sya’ban 1436 H / 05 Juni 2015
KH.Bachtiar Ahmad
No comments:
Post a Comment